Gelombang Penolakan Penaikan PPN, Memancing Elite Politik Cari Kambing Hitam
Mediaumat.info – Kebijakan kenaikan pajak PPN 12 persen yang akan diberlakukan pada awal tahun 2025 memancing berbagai gelombang penolakan masyarakat dan menjadikan elite politik saling tuding dan mencari kambing hitam.
“Nah, gelombang penolakan masyarakat ini, memancing respons elite politik, sehingga di antara mereka saling tuding dan mencari kambing hitam, seakan-akan merekalah yang paling pro rakyat,” ungkap Direktur The Economics Future Institute (TEFI) Dr. Yuana Tri Utomo dalam Kabar Petang: Hayolo…Terkuak Dalang Kenaikan PPN 12%, Jumat (27/12/2024) di kanal YouTube Khilafah News.
Menurutnya, kondisi ini mengandung keprihatinan yang sangat mendalam, karena relevansinya dengan konteks kebijakan publik. Sejak diwacanakan Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa pekan kemarin, kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen ini ditolak oleh publik, dari kalangan Muhammadiyah, bahkan ribuan masyarakat menandatangani petisi, kemudian berbagai elemen masyarakat yang lain juga menolak.
“Kemarin ditemukan juga berita bahwasanya gen z ikut demo sebagai aksi menolak kenaikan PPN ini,” ujar Yuana.
Ia melanjutkan, para elite politik terutama politisi Gerindra dan PDIP saling tuding siapa inisiator kenaikan PPN 12 persen.
“Misalnya, kalau dari PDIP ada Bu Diah Pitaloka, di sidang DPR berharap Presiden Prabowo mencabutnya, kemudian ditanggapi juga yang dari Gerindra Pak Wihadi Wiyanto, dia bilang bahwa kenaikan PPN ini tidak digiring sebagai inisiasi presiden, kemudian dia mengingatkan kalau kenaikan PPN ini merupakan amanat Undang-Undang HPP Nomor 21 Tahun 2021,” beber Yuana.
Tetapi apa pun itu, menurutnya, ketika Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) ini disahkan, mereka para elite politik itu sedang berkuasa, mereka bagian partai penguasa di era rezim Jokowi, jadi suaranya pada waktu itu sangat signifikan.
“Harusnya, partai-partai tersebut kan bertanggung jawab atas kenaikan PPN 12 persen ini, baik Gerindra dan PDIP,” tandas Yuana.
Yuana mempertanyakan tanggung jawab para elite politik, karena sepertinya mereka lempar handuk sembunyi tangan, padahal merekalah yang menyusun UU HPP itu, dan pasti mereka di parlemen melakukan diskusi, debat, dan sebagainya. “Di mana tanggung jawab mereka?” tanya Yuana.
Pastinya rakyat sudah tahu track record-nya, jadi mereka sebenarnya tidak totalitas membela rakyat, hanya kedok saja, dan mereka datang ke rakyat hanya hadir ketika kampanye saja, ketika pemilu saja.[] Novita Ratnasari
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat