FDMPB: Sistem Demokrasi Menyuburkan Munculnya Oligarki
Mediaumat.info – Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menilai sistem politik demokrasi yang menjalankan sistem ekonomi kapitalisme akan sangat menyuburkan munculnya oligarki.
“Sistem politik demokrasi yang menjalankan sistem ekonomi kapitalisme akan sangat menyuburkan munculnya oligarki ini,” ujarnya kepada media-umat.info, Sabtu (23/11/2024).
Karena, ujarnya, dalam sistem kapitalisme, orang atau perusahaan yang sukses bisa menjadi sangat kaya dan menggunakan kekayaan tersebut untuk memengaruhi politik dan kebijakan publik.
“Dalam pasar kapitalis, persaingan tidak selalu sempurna. Ketika segelintir perusahaan besar mendominasi industri tertentu, mereka dapat beroperasi sebagai oligarki ekonomi,” bebernya.
Para kapitalis kaya, tuturnya, sering menggunakan pengaruhnya untuk mendapatkan kebijakan yang menguntungkan mereka, sehingga menciptakan oligarki politik.
“Kapitalisme yang tidak diawasi dapat memperlebar jurang antara kaya dan miskin, menciptakan elite ekonomi yang berkuasa,” bebernya.
Oligarki, ungkapnya, yang merupakan sistem kekuasaan yang terpusat pada sekelompok kecil elite, memiliki banyak aspek yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Menurutnya, Islam menekankan pentingnya keadilan dalam semua aspek kehidupan, baik dalam pemerintahan, ekonomi, maupun hubungan sosial. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk berlaku adil... (QS an-Nisa: 58).
Oligarki, lanjutnya, sering menghasilkan ketimpangan kekuasaan dan ekonomi, yang membuat segelintir orang menikmati hak istimewa sementara mayoritas rakyat terpinggirkan.
Hal ini, beber Ahmad, jelas bertentangan dengan semangat keadilan yang diajarkan Islam. Islam melarang konsentrasi kekayaan di tangan segelintir orang. Dalam QS al-Hasyr: 7 disebutkan, “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Oligarki, bebernya, cenderung memusatkan kekayaan dan kekuasaan pada kelompok kecil, bertentangan dengan prinsip ini. Sedangkan zakat, infak, dan sedekah adalah mekanisme dalam Islam untuk memastikan distribusi kekayaan yang lebih adil.
Dalam Islam, jelasnya, kekuasaan adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, bukan untuk memperkaya diri atau melanggengkan kekuasaan. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap pemimpin adalah pelayan rakyatnya” (HR Bukhari dan Muslim).
Oligarki, tuturnya, cenderung memperlihatkan pola kepemimpinan yang bersifat sewenang-wenang, kekuasaan digunakan untuk keuntungan pribadi atau kelompok, yang bertolak belakang dengan amanah kepemimpinan dalam Islam.
“Dalam oligarki, kekuasaan sering diwariskan secara turun-temurun atau dijaga melalui nepotisme, tanpa memperhatikan kompetensi. Islam dengan tegas melarang ini,” jelasnya, kemudian membacakan hadits:
“Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya.” Beliau ditanya, “Bagaimana amanah itu disia-siakan?” Beliau menjawab, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya” (HR Bukhari).
Oligarki, bebernya, sering membedakan manusia berdasarkan kekayaan atau status. “Bertentangan dengan prinsip ini (Islam),” ujarnya.
Oligarki, tuturnya, dengan sifatnya yang cenderung eksploitatif, tidak transparan, dan mengabaikan keadilan serta kesetaraan, selain menjadi musuh rakyat juga sangat bertentangan dengan nilai-nilai inti Islam.
“Islam menekankan keadilan, partisipasi, distribusi kekayaan yang merata, pengaturan kepemilikan harta, dan kepemimpinan yang bertanggung jawab. Kepemimpinan Islam disebut khilafah dan pemimpinnya disebut khalifah,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat