Pengamat Ungkap Alasan Masyarakat Pesimis pada Kinerja DPR yang Baru

 Pengamat Ungkap Alasan Masyarakat Pesimis pada Kinerja DPR yang Baru

Mediaumat.info – Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengungkapkan, alasan masyarakat bisa pesimis terhadap kinerja para wakil rakyat periode 2024-2029 adalah karena mayoritas anggota DPR pebisnis.

“Karena 61 persen penghuni gedung bundar (sebutan gedung DPR RI) itu adalah pebisnis,” ujarnya kepada media-umat.info, Selasa (8/10/2024).

Artinya, ada sejumlah keraguan yang menguat para anggota parlemen benar-benar akan menjalankan tupoksinya sebagai wakil rakyat. Di awal pelantikan ada prediksi politik kalau DPR hanya akan mengulangi kinerja buruk pendahulunya, malah bisa jadi lebih buruk lagi.

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), 354 anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) RI 2024-2029 terindikasi memiliki afiliasi dengan jaringan bisnis. Bahkan persentasenya naik dari periode sebelumnya yang ada di angka 55 persen berdasarkan data dari Marepus Corner.

Lantas, faktor penyebab banyaknya para pebisnis yang melenggang menjadi anggota dewan, karena biaya ‘tiket’ untuk pencalonan terkategori mahal dan hanya para pebisnis yang sanggup menebusnya.

Melansir laporan kompas.id (3/10), mahar politik menjadi anggota DPR bisa mencapai Rp80 miliar. Hal ini, sebagaimana diungkap sebelumnya, menjadi salah satu faktor parpol dan politisi, apalagi rakyat biasa tak akan sanggup sehingga mereka butuh investor politik.

Akibatnya, terjadi lingkaran setan politik uang yang menjadikan anggota dewan terpilih bakal tersandera kepentingan para pemberi modal politik. “Di sinilah terjadi lingkaran setan politik uang. Parpol dan caleg bisa amat bergantung pada investor politik untuk mengongkosi langkah mereka menjadi anggota dewan,” terang Iwan.

Tak ayal, sebagaimana laporan dari ICW, sejak 2004 hingga 2023 terdapat 76 kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR. “Keadaan ini juga yang membuat rakyat melihat DPR begitu sat-set melegislasi berbagai RUU yang erat kaitannya dengan para kapitalis,” tambahnya.

Sebutlah di antaranya UU Minerba, UU Cipta Kerja, dan terbaru UU IKN yang proses legislasinya dianggap buruk oleh beberapa pihak karena dilakukan dengan ugal-ugalan untuk mencapai target cepat.

Di sisi lain DPR juga dipandang begitu semangat merevisi UU KPK yang hasilnya justru ‘melumpuhkan’ lembaga antirasuah tersebut. “Sementara RUU Perampasan Aset yang dipercayai jadi senjata handal memberantas korupsi malah masih mangkrak selama dua belas tahun, masih juga tidak diketok palu,” sambung Iwan.

Ia juga mengatakan, dalam penentuan calon wakil rakyat yang bakal duduk di parlemen, partai politiklah yang memiliki keistimewaan bisa memutuskan. Artinya, sejak awal sudah ada sekat pembatas untuk rakyat biasa yang mau duduk di jajaran anggota dewan.

“Beginilah wajah DPR baru, beginilah hasil proses demokrasi. (Sehingga) wajar kalau pesimisme semakin besar andai menaruh harapan pada DPR,” singgungnya kembali.

Belum lagi skenario besar pemerintahan baru Prabowo-Gibran yang berambisi membentuk koalisi besar, yang bisa dipastikan bakal menihilkan oposisi.

Tetapi itulah demokrasi sebagaimana candaan yang beredar bahwa demokrasi adalah “kebebasan memilih para diktator kita sendiri”. “What is democracy? Democracy is the freedom to elect our own dictators,” pungkasnya. [] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *