FDMPB: Muslim Itu Oposisi Demokrasi, Bukan Malah Koalisi
Mediaumat.info – Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menegaskan, jika masih menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan, maka secara genealogis Muslim itu oposisi terhadap demokrasi, bukan malah berkoalisi dengan demokrasi.
“Jadi, secara genealogis, Muslim itu oposisi terhadap demokrasi, bukan malah berkoalisi. Jika masih menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan,” ucapnya kepada media-umat.info, Selasa (8/10/2024).
Memang, jelas Ahmad, genealogi adalah ilmu yang mempelajari silsilah atau asal-usul suatu keluarga atau individu. Tujuannya adalah untuk melacak hubungan antara anggota keluarga, memahami sejarah keluarga, dan mengidentifikasi leluhur.
Namun, kata Ahmad, dalam hal ini, yang disebut genealogi adalah proses pewarisan gerakan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW bagi umat Islam hari ini, dengan melihat asal usul sejarah dakwahnya.
Maka, jelas Ahmad, secara genealogis, semua Nabi dan Rasul selalu menempatkan sebagai oposisi terhadap kekuasaan yang menjadikan manusia sebagai pemegang kedaulatan hukum, yang pada zaman ini disebut sebagai demokrasi. Dari sisi bentuk pemerintahannya bisa saja berupa kerajaan, federal, otoriter, republik atau apa pun, jika manusia atau pemimpin yang diberikan kedaulatan hukum, maka bertentangan dengan Islam yang menjadikan Allah sebagai pemegang kedaulatan hukum secara mutlak. Sementara manusia dengan kekuasaannya wajib melaksanakan hukum Allah dalam mengurus urusan rakyat.
Ahmad melihat, genealogi dakwah Rasulullah Muhammad SAW mencakup perjalanan dan penyebaran ajaran Islam yang dimulai dari diri beliau sebagai nabi dan rasul. Genealogi dakwah Rasulullah dimulai dari tahap awal dakwah yang tersembunyi, Rasulullah mengajarkan tauhid dan mengajak masyarakat dan para pembesar Makkah untuk meninggalkan penyembahan berhala. Pasca hijrah, Rasulullah membangun daulah Islam di Madinah. Di sini, beliau membangun komunitas Muslim yang kuat dan mengembangkan ajaran Islam lebih lanjut.
Sedangkan esensi jahiliah, kata Ahmad, adalah sistem berpaham antroposentrisme, manusia menempatkan diri sebagai pembuat hukum. Jahiliah adalah ketika manusia melampaui batas-batas kedaulatan. Padahal kedaulatan hukum hanyalah milik Allah. Itulah kenapa para nabi dan rasul menyerukan manusia agar kembali kepada hukum dan syariat Allah dan membuang semua hukum yang dibuat oleh manusia dan bertentangan dengan hukum Allah.
Dan Rasulullah Muhammad SAW sendiri, tutur Ahmad, mendakwahi penguasa yang berada di tangan Abu Jahal dan Abu Lahab. Keduanya dengan paham antroposentrismenya membuat hukum sendiri yang bertentangan dengan hukum Allah. Segala macam kemaksiatan justru diperbolehkan dan bahkan mereka menyembah berhala.
Ahmad menilai, saat ini antroposentrisme modern menjelma menjadi sistem demokrasi dengan kedaulatan di tangan manusianya dan jargon dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Meski pada praktiknya menjadi dari oligarki, oleh oligarki dan untuk oligarki. Keduanya, tegas Ahmad, tetap terlarang dalam Islam karena menjadikan manusia seolah sebagai Tuhan (antropomorpisme). Ideologi kapitalisme yang melahirkan demokrasi sekuler dan komunisme yang melahirkan paham ateisme terlarang dalam Islam. Maka Muslim wajib oposisi dan haram berkoalisi.
“Keteguhan sebagai oposisi dan terus mendakwahkan Islam kepada penguasa zalim adalah genealogi seorang Muslim terhadap demokrasi dan kekuasaan sejenisnya yang menjadikan manusia sebagai pemegang kedaulatan hukum,” pungkasnya. [] Agung Sumartono
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat