Maraknya Produk Impor, Membuat Produk Tekstil Lokal Sulit Bersaing

 Maraknya Produk Impor, Membuat Produk Tekstil Lokal Sulit Bersaing

Mediaumat.info – Mudahnya pemerintah melakukan impor produk baik legal maupun ilegal dinilai Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak berakibat pada terganggunya pasar domestik dan membuat produk tekstil lokal sulit bersaing.

“Maraknya produk impor, baik legal maupun ilegal, mengganggu pasar domestik dan membuat produk tekstil lokal sulit bersaing,” ungkapnya kepada media-umat.info, Jumat (6/7/2024).

Bahkan, di tengah-tengah kondisi produk tekstil Indonesia yang sulit berkembang, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan justru akan menjajaki kerja sama dengan investor luar negeri (Cina).

Wajar jika itu terjadi, menurut Ishak penyebabnya adalah kebijakan pemerintah yang memang mendorong peningkatan impor, seperti pada Permendag 8/2024, yang mencabut keharusan adanya peraturan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian.

Tak hanya sampai di situ, industri tekstil di Indonesia juga dihadapkan dengan biaya produksi yang relatif tinggi, sehingga kurang kompetitif di pasar global dan kalah bersaing dengan produk impor di pasar domestik.

“Biaya produksi yang mahal tersebut, tercermin dari biaya listrik dan gas yang tinggi serta suku bunga kredit yang tinggi. Salah satu dampak dari mahalnya akses kredit, perkembangan teknologi otomatisasi dalam industri tekstil menjadi lebih lambat, sehingga menjadi kurang kompetitif,” beber Ishak.

“Sebagian besar mesin yang digunakan dalam industri tekstil di Indonesia dibuat pada 1990-an, sehingga mereka tidak dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi,” tambahnya.

Termasuk, berbagai jenis pajak dan iuran, seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, iuran Tapera, yang diberlakukan kepada pengusaha dan pekerja juga sangat membebani pengusaha dan pekerja, sehingga membuat biaya berusaha di Indonesia menjadi mahal.

Ishak memandang, kondisi tersebut sangat berbeda di dalam negara Islam yang menjadikan pajak bukan sumber utama pendapatan negara. Kewajiban jaminan kesehatan dan kesejahteraan pekerja juga menjadi tanggung jawab negara, sehingga pengusaha tidak perlu dibebani iuran untuk hal tersebut. Islam juga mengharamkan pinjaman berbunga, sehingga akses modal menjadi mudah dan murah di negara tersebut.

“Biaya energi juga dapat lebih murah karena produksinya dilakukan oleh BUMN, dengan harga yang ditetapkan untuk kepentingan negara dan rakyat, tidak dikelola oleh swasta yang semata-mata mengejar profit,” pungkasnya. [] Ade Sunandar

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *