Tiga Pelajaran Penting Ibadah Haji
Mediaumat.info – Pemimpin Redaksi Majalah Al-Wa’ie Farid Wadjdi menyebut setidaknya ada tiga pelajaran penting dalam ibadah haji.
“Ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari ibadah haji dan Idul Adha. Poin pentingnya menurut saya ada tiga. Pertama, keimanan. Kedua, ketaatan. Ketiga, persatuan kaum Muslimin,” ungkapnya dalam Sorotan Dunia Islam, Rabu pagi (19/6/2024) di Radio Dakta 107.0 MHz FM, Bekasi.
Terkait keimanan, Farid menjelaskan, yang membuat kaum Muslim dari seluruh dunia berkumpul untuk menunaikan ibadah haji dengan mengorbankan harta, meninggalkan keluarga, bertahun-tahun menabung, tidak lain adalah keimanan.
“Keimanan inilah yang menjadi kekuatan sangat penting dalam hidup kita, termasuk kenapa kita berkurban itu tidak lain juga karena keimanan. Maka keimanan ini memang harus kita kaitkan dalam seluruh aspek kehidupan, karena keimanan itulah kekuatan kita,” imbuhnya.
Ia melanjutkan, keimanan itu harus berimplikasi pada ketaatan, karena keimanan membutuhkan bukti.
“Kita mengatakan beriman kepada Allah, kita mengatakan kita hamba Allah, apa buktinya? Buktinya adalah menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Itulah yang ditunjukkan oleh saudara-saudara kita yang sedang menunaikan ibadah haji,” jelasnya.
Para jemaah haji itu, sambungnya, melakukan thawaf, sa’i, wukuf, lempar jumrah, di tempat yang sama, pada tanggal yang sama. “Ini menunjukkan ketaatan yang luar biasa,” tukasnya.
Farid menyayangkan, ketaatan itu saat ini dimaknai dengan cara pandang orang-orang sekuler yang terwujud hanya saat melaksanakan ibadah haji saja.
“Di sana (saat haji) taat, tapi ketika pulang ke tanah air melakukan kejahatan lagi. Kalau dia pejabat tetap korupsi, tetap tidak mengurus rakyatnya. Seharusnya ketaatan yang telah ditunjukkan di tanah suci itu ketika pulang yang disebut dengan haji mabrur itu adalah melanjutkan ketaatannya dalam seluruh aspek kehidupan,” ulasnya.
Terkait persatuan kaum Muslim, Farid menerangkan, umat Islam dari berbagai kawasan dunia tanpa melihat warna kulitnya, tanpa melihat miskin atau kaya, tanpa melihat kebangsaan, mereka bersatu.
“Itulah gambaran Islam yang menunjukkan persatuan kaum Muslimin,” tandasnya.
Menurutnya, persatuan kaum Muslim itu bukan saat ibadah haji saja tetapi persatuan kaum Muslim di seluruh dunia ini menjadi penting, karena tanpa persatuan, kaum Muslim tidak punya kekuatan untuk melawan musuh-musuh, melawan pihak-pihak yang menindas seperti yang terjadi di Palestina sekarang.
“Mereka dizalimi, ditindas, bahkan ketika melaksanakan Idul Adha saja mereka dihalang-halangi, bom masih terus dijatuhkan,” sedihnya.
Farid berharap, jika kaum Muslim bisa bersatu saat melaksanakan ibadah haji dengan landasan akidah, seharusnya kaum Muslim seluruh dunia juga bisa bersatu dengan landasan akidah Islam, termasuk menegakkan institusi politik khilafah Islam setelah diruntuhkan pada 1924.
Split Personality
Farid menilai, sistem sekuler yang diterapkan di berbagai negeri Islam membuat kaum Muslim mengalami split personality (kepribadian ganda).
“Satu sisi, dia tahu sebenarnya dia harus taat kepada Allah, tapi ketika dia masuk di kantor, sistem hukum di kantor itu sistem hukum yang tidak berdasarkan Islam, peradilan bukan berdasarkan Islam, ekonomi bukan berdasarkan Islam.
“Ini yang membuat split personality,” tegasnya.
Karena sistem sekuler itu jugalah, menurut Farid, yang membuat kenapa ketika para jamaah haji pulang dari menunaikan ibadah haji belum bisa menerapkan Islam secara kaffah.
Dalam penialaian Farid, ketika kaum Muslim berpikir sekuler sehingga agama Islam hanya dipahami aspek ritualnya saja membuat kaum Muslim sangat serius menjaga shalatnya agar sesuai dengan sunah Rasul, tetapi ketika berekonomi, berpolitik, bernegara, tidak menggunakan sunah Rasul.
“Jadi dua hal ini (sistem sekuler dan cara berpikir sekuler) yang menurut saya harus diperbaiki di negeri-negeri Islam dengan Islam kaffah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat