Kasus Harun Masiku Muncul Lagi, Pengamat: Demokrasi Memang Tergantung Ambisi Penguasa
Mediaumat.info – Meski diklaim oleh sebagian pihak tak berkaitan dengan lengsernya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dari pemerintahan, ‘dihidupkannya’ kembali kasus Harun Masiku dinilai berkaitan dengan sistem hukum demokrasi yang memang tergantung ambisi penguasa.
“Bahaya yang sudah pasti, dalam demokrasi hukum akan tergantung kepada ambisi penguasa,” ujar Pengamat Politik Islam Dr. Riyan, M.Ag. kepada media-umat.info, Kamis (13/6/2024).
Sehingga, sambungnya, kepentingan politik sesaat pun berada di atas supremasi hukum. Tak ayal, hukum menjadi alat bagi penguasa untuk memenuhi kepentingan syahwat kekuasaan tanpa lagi memandang persoalan keadilan yang notabene asas paling dasar dalam penegakan hukum.
Lebih dari itu, kepentingan politik dalam demokrasi yang menurutnya juga sarat dengan transaksional, bakal mudah berubah tanpa adanya prinsip berpolitik yang fundamental yaitu pelayanan publik.
Dengan kata lain, secara situasional hukum akan dipelintir tanpa berpatokan lagi kepada kebenaran dan keadilan. Lebih dari itu, jelasnya, hukum akan berubah menjadi tajam ke bawah (orang biasa) dan tumpul ke atas (penguasa).
Adalah Harun Masiku yang merupakan tersangka kasus penyuapan terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2017-2022 Wahyu Setiawan. Adapun tujuan penyuapan itu diduga agar Harun Masiku menjadi Anggota DPR dari Fraksi PDIP untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal pada Maret 2019 silam.
Kembali menurut Riyan, kasus ini telah menimbulkan spekulasi. “Kita tahu kasus Harun Masiku telah menimbulkan spekulasi,” tandasnya, yang berarti tidak bisa lepas dari anggapan bahwa dia memang dilindungi karena bagian dari PDIP dan pendukung Presiden Jokowi kala itu.
Namun karena saat ini PDIP pecah kongsi dengan presiden, maka sesuatu yang menurut Riyan ‘dianggap biasa’ dalam politik transaksional, kasus ini pun dimunculkan lagi dengan ditandai pemanggilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Artinya, tensi kasus Harun Masiku kembali meninggi saat Hasto membela para aktivis dan budayawan yang coba dikriminalisasi karena mengkritik pencalonan Gibran sebagai wakil presiden, berikut mobilisasi aparat hingga pengerahan aparat desa, demikian juga terkait dengan politisasi bansos.
“Ada pesan penting bahwa bila tidak ada transaksi politik baru, patut diduga Hasto akan berpotensi menjadi tersangka,” ungkap Riyan, sembari menegaskan lagi betapa bahaya penegakan hukum yang bukan karena demi hukum tetapi demi siapa lawan dan kawan politik.
Sistem Hukum Islam
Karenanya, ia memaparkan sekaligus menawarkan kepada umat tentang sistem hukum di dalam Islam yang memiliki paradigma mengabdi kepada Allah SWT. “Di dalam Islam, paradigma hukum adalah mengabdi kepada Allah SWT,” tegasnya.
Menurut Riyan, hal ini sangat jauh berbeda dengan hukum sekuler yang memisahkan agama, dalam hal ini Islam, dari praktik-praktik hukum.
Dengannya, masih menurut Riyan, politik transaksional para politikus akan bisa dicegah dan diatasi, karena penegak hukum bertindak atas dasar ketakwaan, bukan kepentingan pribadi atau kelompok.
Pula, hukum yang dijalankan adalah hukum yang adil karena berasal dari Allah SWT. “Hukum yang dijalankan pun adalah hukum yang adil karena berasal dari Zat Yang Maha Adil, Allah SWT,” pungkasnya, kembali menegaskan. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat