Khilafah Adalah Penebar Kebaikan Bagi Umat Manusia
(Tanggapan atas Tudingan Luthfi Assyaukanie Bahwa Khilafah Lebih Berbahaya Daripada PKI)
Oleh : Achmad Fathoni (Direktur el-Harokah Research Center)
Kebakaran jenggot melihat Aksi 299, liberalis Luthfi Assyaukanie memfitnah khilafah lebih berbahaya daripada PKI. “ Lebih bahaya daripada PKI,” cuitannya dalam akun twitter-nya @idetopia menaggapi cuitan rekannya sesama liberal yang memposting video Aksi 299, Sabtu (30/09/2017).
Ibarat main catur fitnah ngawur tersebut langsung diskakmat oleh Farid Wadjdi, peserta Aksi 299. Dalam akun twitter @faridwadjdi menyanggah: “Bagaimana mungkin khilafah yang terapkan Islam tuk rahmatan lil alamin dikatakan lebih bahaya daripada PKI yang anti Tuhan, bantai ulama’ dan umat Islam?”. Di samping itu menegakkan khilafah juga wajib. “Imam Ibn Hazm mengatakan: Mayoritas ulama’ ahlus sunnah, murjiah, syiah, dan khawarij bersepakat mengenai kewajiban menegakkan imamah (khilafah). Mereka juga bersepakat, bahwa umat Islam wajib menaati imam/khilafah yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah-tengah mereka dan memimpin mereka dengan hukum syariah yang dibawa Rasulullah SAW,” ujar Farid kepada mediaumat.news mengutip kitab Al-Fashl fii al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal (IV/87) (http://mediaumat.news/kebakaran-jenggot-lihat-aksi-299-liberalis-tuding-khilafah-lebih-bahaya-dari-pki/).
Tentu publik patut menyayangkan pernyataan Luthfi Assyaukanie yang menuduh tanpa dasar bahkan cenderung fitnah keji bahwa khilafah lebih berbahaya daripada PKI. Pernyataan itu tidak patut keluar dari lisan seseorang yang mengatasnamakan dirinya sebagai intelektual muslim. Kita patut mempertanyakan pernyataan yang sangat gegabah dan “ngawur” tersebut. Itu artinya sang liberalis ini tidak fair dan tidak objektif terhadap fakta Khilafah, sistem kenegaraan yang sangat adil, yang pernah menorehkan tinta emas dalam sejarah dunia selama lebih dari 13 abad lamanya. Dia ini juga tidak fair melihat bahaya dan kekejian PKI bagi negeri dan bangsa ini. PKI telah menorehkan traumatik yang dalam bagi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam. PKI telah melakukan kudeta terhadap Pemerintah RI pada tahun 1948 dan 1965. Bahkan menurut fakta sejarah, korban jiwa dari kebiadapan PKI di Indonesia mencapai angka juta-an orang. Kebiadaban dan kekejian inikah yang dia katakan lebih baik daripada khilafah, yang justru telah membawa keadilan dan kesejahteraan bagi umat manusia selama belasan abad. Maka tidak salah jika publik berasumsi bahwa ada udang di balik batu atas pernyataan Luthfi tersebut.
Terkait sikap umat Islam terhadap keberadaan PKI sudah sangat jelas, bahwa PKI yang menganut ideologi komunisme yang menegasikan eksistensi Tuhan (ateisme), merupakan ideologi yang batil, sesat dan menyesatkan serta tidak layak dianut oleh manusia yang beradab dan berakal sehat. Terkait dengan hal itu para alim ulama’ pernah mengadakan Muktamar Alim-Ulama’ yang berlangsung pada tanggal 8-11 September 1957 di Palembang. Dalam muktamar tersebut memutuskan bahwa Pertama, ideologi-ajaran komunisme adalah kufur hukumnya dan haram bagi umat Islam mengambilnya. Kedua, bagi orang yang menganut ideologi-ajaran komunisme dengan keyakinan dan kesadaran, kafirlah dia dan tidak sah menikah dan menikahkan orang Islam, tiada pusaka mempusakai dan haram jenazahnya diselenggarakan (tata cara pengurusan) secara Islam. Ketiga, bagi orang yang memasuki organisasi atau partai-partai berideologi komunisme, PKI, SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakyat, dan lain-lain tiada dengan keyakinan dan kesadaran, sesatlah dia dan wajib bagi umat Islam menyeru mereka meninggalkan organisasi dan partai tersebut.
Sementara Khilafah yang merupakan ajaran Islam, dan di masa lalu pernah memimpin dua pertiga dunia dalam satu kesatuan pemerintahan (tahun 632-1924 M), serta berhasil membawa kesejahteraan, kedamain, dan keadilan bagi seluruh umat manusia di jamannya. Dalam hal ini telah banyak pengakuan jujur dan objektif dari sejarawan-ilmuwan barat tentang kebaikan dan keadilan khilafah di masa lalu. Di antara sejarawan-ilmuwan barat tersebut antara lain. Pertama, Leo Tollstoy (1828-1910): “Islam akan memerintah dunia suatu hari nanti, karena di dalamnya ada kombinasi antara pengetahuan dan kebijaksanaan”. Kedua, Herbert Wells (1846-1946): “Sampai keefektifan Islam lagi, beberapa generasi akan mengalami kekejaman dan hidup akan terputus, maka suatu hari seluruh dunia akan tertarik padanya, pada hari itu akan ada Dilshad dan pada hari itu dunia akan dihuni”. Ketiga, Albert Einstein (1879-1955): “Saya mengerti bahwa orang-orang Muslim melakukannya melalui kecerdasan dan kesadaran mereka sendiri yang tidak dapat dilakukan orang Yahudi. Dalam Islam itu adalah kekuatan yang dapat menyebabkan perdamaian”. Keempat, Huston Smith (1919): “Iman yang ada pada kita dan ini lebih baik dari kita di dunia ini, maka itu adalah Islam. Jika kita membuka hati dan pikiran kita akan hal itu, maka itu akan baik untuk kita”. Kelima, Michael Nostradamus (1503-1566): “Islam akan menjadi agama yang berkuasa di Eropa, tapi kota Eropa yang terkenal akan menjadi ibukota negara Islam”. Keenam, Bertrand Russell (1872-1970): “Saya membaca Islam dan menyadari bahwa itu adalah agama seluruh dunia dan seluruh umat manusia. Islam akan menyebar ke seluruh Eropa, pemikir besar Islam akan muncul. Suatu hari akan datang bahwa Islam akan menjadi stimulus nyata dunia”. Ketujuh, Gosta Lobon (1841-1931): “Islam hanya berbicara tentang perdamaian dan rekonsiliasi. Mintalah orang-orang Kristen untuk menghargai iman reformasi”. Kedelapan, Bernard Shaw (1856-1950): “Seluruh dunia akan menerima agama Islam suatu hari nanti dan jika tidak dapat menerima nama sebenarnya, maka akan menerimanya dengan nama metafora. Barat akan menerima Islam suatu hari nanti dan Islam akan menjadi agama orang-orang yang telah belajar di dunia”. Kesembilan, Johan Geith (1749-1832): “Kita semua harus menerima agama Islam cepat atau lambat. Ini adalah agama yang sebenarnya. Jika saya disebut seorang muslim, saya tidak merasa buruk, saya menerima hal yang benar ini”.
Walhasil dari data dan fakta yang penulis paparkan tersebut, maka kita patut mewaspadai “hiden agenda” kelompok liberal, yang senantiasa memojokkan Islam dan kaum muslimin dalam setiap kesempatan. Dan mereka selalu membela kepentingan para pendengki Islam, baik dari kalangan yang berpaham kapitalisme-liberalisme maupun yang berpaham sosialisme-komunisme. Maka satu kata kuncinya “waspadalah!”. Wallahu a’lam.