Surya Paloh Terima Hasil Pemilu 2024, Rakyat Tertipu Demokrasi?

 Surya Paloh Terima Hasil Pemilu 2024, Rakyat Tertipu Demokrasi?

Mediaumat.info – Terkait sikap Ketua Umum (Ketum) Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh yang menyatakan partainya telah menerima hasil rekapitulasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Direktur Pamong Institute Wahyudi Al-Maroki menyayangkan kondisi rakyat di negeri ini yang masih mudah tertipu demokrasi.

“Rakyat sampai hari ini masih mudah untuk tertipu dan ditipu terus-menerus,” ujarnya dalam Bincang Bersama Sahabat Wahyu: Nasdem Terima Hasil Pemilu, akan Diikuti Partai Lain dengan Politik Dagang Sapi? di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Jumat (22/3/2024).

Dengan kata lain, siapa pun yang terpilih di antara tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden misalnya, pada akhirnya merekalah yang nantinya berkuasa. Tentu sebagaimana anggapan banyak pihak, terdapat politik dagang sapi di dalam politik sekuler demokrasi tersebut.

Betapa tidak, dibandingkan pasca-pemilu 2019, dalam hal ini pertarungan antara pasangan 01 dengan istilah ‘cebong’ dan 02 dengan ‘kampretnya’, pada akhirnya dua-duanya berada dalam kekuasaan. Dan tak sedikit rakyat pendukung kemudian kecewa karena ternyata Prabowo pun ikut dalam gerbong kekuasaan.

Namun terlepas itu, sebagaimana dikabarkan sebelumnya, Partai Nasdem melalui ketua umumnya menyatakan menerima hasil pemilu 14 Februari 2024 lalu, baik pemilihan anggota legislatifnya (pileg) maupun pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres).

Padahal Nasdem turut mengusung Paslon capres-cawapres 01 yang versi rekapitulasi KPU, berada di urutan kedua, alias kalah kontestasi pilpres tahun ini.

Bahkan Surya Paloh pun mengucapkan selamat kepada Capres-Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang meraih surat terbanyak pada Pilpres 2024.

“Partai NasDem mengucapkan selamat kepada pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024,” ujarnya, di Nasdem Tower, Jakarta, Rabu (20/3).

Lantaran itu, menurut Wahyudi, penting untuk mencerdaskan rakyat. Di antaranya dengan melakukan edukasi politik yang di dalam bahasa Islam, menggencarkan aktivitas dakwah.

Tentu, kata Wahyudi menambahkan, dengan cara menawarkan sistem atau konsep politik yang memang tidak pragmatis apalagi terdapat kecenderungan melakukan politik transaksional di dalamnya. Itulah sistem politik Islam khilafah yang santun, serta mampu mencerdaskan di tengah kekacauan dan praktik buruk pemerintahan di negeri ini.

“Sistem pemerintahan Islam yang disebut dengan khilafah, itu layak kita tawarkan di tengah-tengah kekacauan di negeri ini dan praktik yang buruk di pemerintahan kita,” tandasnya.

Keuntungan Sesaat

Di sisi lain, pernyataan Surya Paloh yang menerima hasil rekapitulasi pemilu 2024 tersebut, dinilai sebagai hal lumrah. Sebab di antara para politisi sekuler sarat dengan kesepakatan berdasar pragmatisme.

Artinya, sikap yang diambil di tengah kekalahan paslon yang diusungnya itu hanya untuk kepentingan mendapatkan keuntungan (benefit) politik sesaat. “Saya pikir itu normal sekali,” sebut Wahyudi.

Tampak jelas ketika semisal usai berapi-api dalam berpidato, seketika berubah cara pandang pasca bertemu presiden, sebagaimana yang terjadi pasca pertemuan antara Surya Paloh dan Jokowi pada Ahad (18/3/2024) malam.

Dengan kata lain, kalau Surya Paloh goyah, atau paling tidak sudah menerima hasil pemilu 2024, seperti diungkap sebelumnya, kemungkinan koalisi perubahan akan pecah. “Kita perlu mewaspadai setelah ada penerimaan dari Partai Nasdem ini kemudian akan ada diikuti oleh partai-partai lain,” ucapnya.

Tak hanya itu, yang paling berbahaya adalah ketika ada politik dagang sapi yang akhirnya semua partai ikut dalam praktik kekuasaan, menerima dan akhirnya hilanglah kekuatan untuk koreksi terhadap rezim.

Padahal sebagaimana tujuan dibentuknya partai politik dilihat dari sudut pandang Islam adalah, memberikan koreksi kepada penguasa, bukan malah berebut kekuasaan seperti saat ini terjadi.

Untuk itu, ia berharap munculnya partai Islam ideologis yang tak akan terjebak dalam sistem sekuler dan ikut-ikutan pragmatis. “Dapat kepentingan gabung, tidak dapat kepentingan berteriak,” ujarnya menyebut salah satu ciri parpol pragmatis. [] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *