ITB Arahkan Mahasiswa Pinjam Pinjol, Ciri Khas Pendidikan Era Kapitalis
Mediaumat.info – Kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan banyak kampus negeri maupun swasta di Indonesia yang mengarahkan mahasiswanya yang kesulitan membayar uang kuliah untuk menggunakan jasa pinjol (dalam hal ini Danacita), dinilai adalah ciri khas sistem pendidikan di era kapitalisme, yakni warga membiayai sendiri ongkos pendidikan dan minim peran negara.
“Kebijakan sejumlah kampus ini adalah ciri khas sistem pendidikan di era kapitalisme. Di mana warga harus bekerja keras membiayai sendiri ongkos pendidikan mereka, minim peran negara,” ujar Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada media-umat.info, Sabtu (27/1/2024).
Iwan membeberkan, di Indonesia, warga yang bisa menempuh perguruan tinggi di tahun 2023 hanya sedikit sekali, yakni mencapai 10%. Hal itu wajar karena biaya pendidikan di tanah air di perguruan tinggi, termasuk negeri, tidak mampu dijangkau mayoritas keluarga atau anak-anak muda di tanah air.
Iwan mengatakan, di AS persoalan ini sudah menjadi fenomena umum. Di tahun 2019, majalah ekonomi Forbes melaporkan total ada 44 juta mahasiswa seluruh Amerika Serikat yang terjerat utang dengan nilai seluruh utang mereka mencapai 1,5 triliun dolar. Kalau dipukul rata, maka seorang lulusan kampus di sana punya utang lebih dari 37 ribu dolar AS.
Menurut Iwan, sekarang bila kebijakan kampus yang mengarahkan mahasiswa menggunakan pinjol terus diberlakukan di tanah air, Indonesia akan punya ribuan mahasiswa atau sarjana yang terjerat utang pinjol yang bisa mencapai ratusan juta atau mungkin miliaran rupiah.
“Ini menyedihkan. Pendidikan adalah pilar pembangunan satu negara, bagaimana bisa menghasilkan SDM yang berkualitas tinggi bila negara justru absen dalam memberikan jaminan pendidikan untuk rakyatnya,” ucapnya.
Iwan menyebut, daya saing SDM Indonesia menurut International Institute for Management Development (IMD) World Talent Ranking di tahun 2023 menempati peringkat ke 47 dari 64 negara. Kalah dari beberapa negara ASEAN seperti Singapura dan Thailand. Sedangkan alokasi anggaran pendidikan di tanah air mencapai Rp612,2 triliun atau 20% dari APBN 2023, namun itu untuk total pendidikan, bukan hanya untuk perguruan tinggi. Penerima bidik misi atau Kartu Indonesia Pintar kuliah hanya 976,8 ribu. Sementara ada 28 juta lebih lulusan SMA tahun lalu. Ada dua juta mahasiswa baru di tahun 2023 juga.
“Bisa dibayangkan keluarga Indonesia yang harus berjuang agar anak mereka bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi,” tuturnya.
Ia melihat, problemnya memang paradigma sistem pendidikan yang diserahkan pada rakyat, sementara negara memberikan jaminan pendidikan secara minim. “Inilah kapitalisme,” sebutnya.
Pendidikan dalam Islam
Iwan menjelaskan, dalam Islam pendidikan adalah kewajiban setiap Muslim, dan negara diperintahkan syariat untuk memelihara kewajiban ini. Sesuatu yang wajib maka pengadaan sarana dan prasarananya juga wajib diadakan. Untuk itu hanya negara yang sanggup mengadakannya. Maka syariat Islam mewajibkan negara untuk menjamin terselenggaranya pendidikan.
Selanjutnya sumber anggaran pendidikan dalam Islam akan didapat negara dari pengelolaan sumberdaya alam, ghanimah, kharaj, atau jizyah, dan infak. Bukan membiarkan pelajar dan mahasiswa mencari pinjaman online yang akan mencekik mereka.
“Apalagi secara hukum syara, pinjol itu masuk muamalah ribawi yang jelas keharamannya dan dosa besar,” pungkas Iwan. [] Agung Sumartono