Ribuan Pengungsi Muslim Rohingya Merapat di Aceh, Pemred Al-Wai’e: Seharusnya Pemerintah Membantu
Mediaumat.info – Permasalahan ribuan pengungsi muslim Rohingya yang merapat di sejumlah pantai Provinsi Aceh sejak pertengahan November lalu, menurut Pemimpin Redaksi Majalah Al-Wai’e Farid Wadjdi seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk membantunya.
“Seharusnya pemerintah yang membantu karena masalah ini tidak bisa hanya ditangani oleh rakyat Aceh sendiri,” tuturnya dalam Sorotan Dunia Islam, Rabu (13/12/2023) di Radio Dakta.
Apalagi, kata Farid, terbatas pada tempat dimana pengungsi itu ada. “Pemerintah yang seharusnya mengurusi hal ini. Kalau memang ada tempat yang lebih layak untuk dipindahkan, ya carilah tempat yang lebih layak itu. Kita jangan terjebak pada cara berpikir nasionalisme yang membuat kita seolah-olah ingin menjajah kita. Kita sendiri dalam keadaan sulit,” ungkapnya.
Farid mengungkap bahwa Islam tidak seperti itu. Islam itu mengatakan, umat Islam untuk ummatun wahidatun. “Kalau ada satu yang datang dalam keadaan susah, sementara kita mampu untuk membantu, ya bantu lah,” sarannya.
Sehingga, menurutnya, ini yang harus diperhatikan. Jadi jangan membangun narasi kebencian terhadap muslim Rohingya.
“Karena mereka itu adalah saudara kita. Justru pemerintah yang harus serius memberikan fasilitas yang cukup. Dan itu juga bukan berarti masalah ini selesai. Namanya juga di tempat pengungsian. Itu terjadi problem-problem. Itu yang harus diselesaikan,” terangnya.
Farid mengatakan, kalau ada oknum yang melakukan tindak kriminal, maka oknum tersebut yang dihukum. “Jangan digeneralisir. Itu cara berpikir kita yang salah,” tegasnya.
Ia khawatir ada semacam rekayasa opini untuk memberikan narasi kebencian terhadap Muslim Rohingya yang sebenarnya sudah menderita. “Seolah-olah mereka layak diperlakukan secara kejam, layak diterlantarkan, mereka tidak pantas untuk dibantu. Ini cara berpikir yang salah menurut saya,” ungkapnya.
Akar Masalah
Farid mengatakan, terkait dengan gelombang ini memang tidak bisa diselesaikan hanya oleh Indonesia. Menurutnya, ini sebenarnya bagian dari problem dunia Islam secara keseluruhan. “Di sinilah kita perlu memahami akar persoalannya. Kenapa gelombang pengungsi ini terus mengalir? Ini karena memang saudara-saudara kita muslim Rohingya ini bisa disebut manusia tanpa negara atau stateless. Kenapa? Karena ada penindasan dan kezaliman di tempat mereka sendiri yaitu Arakan. Sapa yang melakukannya? Rezim militer Birma,” ujarnya.
Padahal Arakan itu negeri Islam tempat adalah negeri-negeri Islam tempat di mana mereka itu ada bahkan sejarawan menyebutkan bahwa Islam telah masuk ke daerah Arakan itu pada tahun 877 Masehi di masa Khalifah Harun ar-rasyid.
Jadi kaum muslimin, kata Farid, pernah memerintah di Kesultanan Arakan itu lebih dari 3 setengah abad, antara tahun 1430 hingga tahun 1784.
Menurutnya, penderitaan itu tidak bisa dipisahkan dari kebijakan kolonialisme Inggris yang pada waktu itu menjadikan yang muslim Rohingya ini seolah-olah tidak memiliki tanah air. “Padahal Arakan itu adalah negeri mereka. Akhirnya mereka mengungsi ke daerah yang terdekat. Apa itu? Bangladesh. Bangladesh juga memperlakukan mereka sangat kejam. Mereka ditempatkan di suatu pulau sekarang, yang pulau ini tidak layak untuk menjadi tempat di mana mereka itu berada,” terangnya.
Farid menilai akar persoalan muslim Rohingya adalah penjajahan sebagaimana persoalan di Palestina yang tanahnya dirampok. Demikian juga persoalan di xinjiang, di sana kaum muslimin ditindas.
Solusi
Farid mengatakan, solusi persoalan Muslim Rohingya itu memang tidak parsial solusinya nggak usah gross komprehensif yaitu bagaimana menghilangkan penindasan yang terjadi di negeri-negeri Islam itu, termasuk di wilayah Arakan.
“Sayangnya negeri-negeri Muslim sendiri tidak melakukan kebijakan yang tegas untuk menekan Birma. Sehingga rezim Birma ini memperlakukan saudara-saudara kita itu dengan brutal, dengan mengusir mereka, merampok kekayaan kekayaan mereka, harta-harta mereka. Tahun 1942 misalkan, lebih dari 100 ribu muslim dibantai oleh orang-orang Budha pada waktu itu. Dan ratusan ribu itu mengungsi ke luar negeri. Ketika tahun 1962 ini tercatat terjadi kudeta militer di Birma. Di bawah rezim militer Ne Win yang melanjutkan tugas penghancuran terhadap kaum muslimin di sana. Lebih dari 300 ribu kaum muslimin diusir ke Bangladesh. Tahun 1978 rezim militer mengusir lebih dari setengah juta kaum muslimin ke luar Birma. Ini yang pangkal masalahnya,” bebernya.
Karena itu, kata Farid, solusi Muslim Rohingya sama dengan solusi terhadap muslim di Palestina, muslim di Xinjiang,
“Penjajahan ini harus dihentikan. Kaum muslimin harus menjadi tuan rumah atas Negeri mereka sendiri. Di situlah butuh kekuatan politik global umat Islam yang saat ini tidak ada,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it