Bisa Berbahasa Cina Jadi Syarat Pramugari KCJB, Bagian dari Cinaisasi?

 Bisa Berbahasa Cina Jadi Syarat Pramugari KCJB, Bagian dari Cinaisasi?

Mediaumat.id – Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) mensyaratkan pramugarinya harus bisa berbahasa Cina diduga sebagai bagian dari upaya cinaisasi. “Kita mau katakan apa kalau bukan cinaisasi?” ujar Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana dalam Kabar Petang: Kontroversi! Pramugari Kereta Cepat Wajib Bahasa Cina? di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (4/10/2023).

Pasalnya, jelas Erwin, kalau diperhatikan selama beberapa periode ke belakang memang sangat kental aroma Cinaisasi terutama di rezim Jokowi ini, satu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

“Mulai dari investasi, tenaga kerja, itu datang dari Cina. Ditambah hari ini syarat melamar pekerjaan orang Indonesia, di Indonesia, dalam perusahaan yang beroperasi di Indonesia harus menguasai bahasa Cina,” terangnya.

Tidak akan ada masalah, ucapnya, kalau mencari lapangan pekerjaan itu memang di Cina. Tenaga kerja Indonesia misalnya, akan berangkat ke Cina kemudian dia dibekali dengan bahasa Mandarin tentu itu bagus karena memang ekosistemnya ekosistem Cina.

Lah ini di negeri kita, di perusahaan kerja sama antara Indonesia dengan Cina. Walaupun investasi dari Cina tapi tetap perusahaan itu beroperasi di Indonesia. Dengan sendirinya yang menjadi marketnya itu adalah orang-orang Indonesia, apa urusannya dengan bahasa Mandarin? Maka tidak berlebihan kalau ini dikatakan merupakan upaya Cinaisasi,” ulasnya.

Terkikis

Menurut Erwin, persyaratan tersebut akan membuat kedaulatan bahasa Indonesia terkikis. Bahkan, tidak menutup kemungkinan anak-anak muda Indonesia nantinya lebih fasih berbahasa Cina ketimbang berbahasa Indonesia.

“Akibat kebijakan-kebijakan yang aneh-aneh oleh penguasa negeri ini akhirnya kita kehilangan kemandirian bahasa. Dan itu bahaya! Sebab bagaimanapun bahasa itu berkorelasi dengan budaya, budaya dan bahasa dua hal yang tidak bisa dipisahkan,” ujarnya.

Ia mengatakan, kalau Indonesia ingin kuat budayanya maka bahasanya juga harus kuat. “Kalau dalam pekerjaan formal justru menggunakan bahasa asing dengan sendirinya bahasa kita akan tergerus, budaya pada akhirnya juga akan hilang,” terangnya.

Batalkan

Dalam pandangan Erwin, pemerintah Indonesia harus berani membatalkan persyaratan itu.

“Tinggal poin kewajiban (berbahasa Mandarin) itu kita batalkan saja. Pertanyaannya, ada enggak political will untuk menganulir kewajiban itu? Enggak rasional ketika investasi banyak dari Cina lalu kita menyerahkan kedaulatan kita kepada Cina,” kritiknya.

Menurut Erwin, seharusnya kalau pun mau mewajibkan penggunaan bahasa asing, seharusnya menggunakan bahasa resmi internasional yaitu bahasa Inggris.

“Kalau bahasanya bahasa Inggris masih okelah. Tapi kalau wajib pakai bahasa Cina, kita harus waspada sekaligus curiga, ada apa di balik itu. Saat ini bahasa dulu yang mereka kuasai, lama kelamaan negeri ini. Lama-lama Indonesia menjadi salah satu provinsi Cina. Jadi ngeri dampak ketidakbecusan negara dalam mengurus bahasa,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *