MA Sunat Vonis Surya Darmadi, PAKTA: Jual Beli Hukum Itu Nyata!

 MA Sunat Vonis Surya Darmadi, PAKTA: Jual Beli Hukum Itu Nyata!

Mediaumat.id – Vonis hakim Mahkamah Agung (MA) yang menyunat hukuman Surya Darmadi (71) sehingga lolos dari kewajiban mengembalikan uang kerugian negara Rp 40 triliun pada kasus ‘main mata’ dengan Bupati Indragiri Hulu, 1999-2008 Raja Thamsir Rachman terkait pembukaan lahan kelapa sawit yang berada dalam kawasan hutan dinilai ada jual beli hukum.

“Vonis hukum MA yang memvonis Surya Darmadi hanya wajib mengembalikan 2 triliun saja, padahal vonis hakim di level bawahnya memvonis mengembalikan 42 triliun, ini menggambarkan bahwa jual-beli hukum itu sangat nyata,” tutur Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana kepada Mediaumat.id, Jumat (22/9/2023).

Erwin heran, bagaimana mungkin dari total 42 yang dikembalikan hanya 2 triliun saja. “Itu sekitar 40 triliun lagi dikemanakan? Memang dari keputusan hakim di bawahnya itu sekitar 39,7 triliun itu kerugian ekonomi negara. Bagaimana pun tetap harus dikembalikan. Yang 2 triliun itu denda yang harus dia bayar. Tapi tetap tidak boleh, dia tiba-tiba kemudian MA memvonis 39 triliun itu bebas begitu saja. Itu apa dasarnya?” tanyanya.

“Publik harus tahu soal hal itu. Jangan sampai ada transaksi-transaksi gelap, di lorong-lorong gelap ke dunia hukum Indonesia,” tegasnya.

Menurutnya, ini akan semakin menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegakan hukum di Indonesia.

“Kalau kasus sedemikian telanjang ini, dari 42 triliun kemudian tiba-tiba jadi 2 triliun, orang akan jadi shock, orang jadi kaget. Kok ini begitu-begitu amat disunat sampai 40 triliun. Orang akan berkesimpulan jadi memang tinggal bagi-bagi hukum aja kan? Tinggal Surya Darmadi ini kasih aja bagi 10 triliun gitu daripada dia harus membayar 42 triliun? 30 triliun dia bebas. 10 triliun itu bagi-bagi aja ke hakim. Kan gitu aja,” urainya.

Jadi ini, menurut Erwin, sangat nyata jual beli hukum di Indonesia dan para penegak hukum itu enggak peduli dengan kondisi perekonomian negeri ini. “Kerusakan alam yang diakibatkan oleh perusahaannya si Surya ini, dia (penegak hukum) juga enggak peduli,” tandasnya.

Berpihak pada Koruptor

Erwin melihat selain kasus ini, pada kasus korupsi lainnya hakim tampak lebih berpihak kepada koruptor ketimbang keadilan hukum.

“Ya, memang begitulah. Secara umum kasus korupsi di Indonesia itu hanya dihukum sekitar 3 tahunan. Hanya sekitar 3 tahun hukuman. Padahal kerugian negara yang diakibatkan oleh mereka itu ratusan triliun. Bisa 500 triliun barangkali kalau ditotal semuanya itu. Setiap tahun paling enggak negara itu rugi ratusan triliun akibat ulah para koruptor,” ujarnya.

“Lah mereka (koruptor) cuma dipenjara cuma 3 tahun. Enak bener mereka dipenjara 3 tahun, sisanya masih banyak. Hakim nanti tinggal bagi-bagi aja,” sesalnya.

Erwin melihat justru hakim ini menjadi lembaga yang menghancurkan hukum di negeri ini. “Susah masyarakat itu untuk percaya pada hakim,” katanya.

Ia menilai pada akhirnya institusi normal itu enggak ada yang bisa dipercaya. “Kita berharap keadilan kepada institusi hukum, enggak ada keadilan. Kita berharap penegakan hukum kepada para penegak hukum, enggak akan ditegakkan,” tegasnya.

Erwin menilai masyarakat akhirnya harus punya agenda sendiri.

“Itu satu-satunya solusi. Masyarakat harus teriak rame-rame. Negeri ini, negeri hukum viral. Viralkan segala sesuatu. Viralkan segala kebusukan dan keburukan itu. Viralkan kebaikan-kebaikan biar kebusukan itu tenggelam. Nah, satu-satunya cara hanya itu. Masyarakat harus berdiri dengan kaki sendiri mencetak keadilan mereka sendiri. Dengan terus berjuang supaya khilafah tegak di negeri ini,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *