Soal Warga Rempang Tidak Punya Sertifikat, LBH Pelita Umat: Sertifikat Tanah Itu Hanyalah Administratif
Mediaumat.id – Meski tidak memiliki sertifikat, warga Rempang tetap saja memiliki hak menempati tanah warisan leluhurnya karena sertifikat tanah itu hanyalah soal administratif.
“Sertifikat itu kan hanya sekadar administratif, administratif bahwa dia telah menempati tanah itu, sebetulnya tanpa administratif pun mereka sudah memiliki hak untuk menempatkan mengklaim tanah itu atas dirinya,” tutur Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Candra Purna Irawan dalam Kabar Petang: Rakyat Rempang Bukan Tumbal Investasi, Kamis (21/9/2023) di kanal YouTube Khilafah News.
Ia pun menganalogikan dengan bayi yang lahir maka sebagai administratifnya ada surat keterangan lahir. “Karena surat keterangan lahir atau akta lahir itu hanya sekadar administratif untuk keperluan jika dia mengurus hal-hal yang sifatnya birokratif,” ujarnya.
Jadi bebernya, lahirnya itulah yang disebut dengan hak konstitusi dan hak konstitusi itu harus dihormati. “Nah itulah, yang begitupun dengan rakyat tanah rakyat melayu Rempang,” bebernya.
Tanah
Dari sisi historis, menurut Candra, warga Rempang telah menempati Pulau Rempang sudah sangat lama. Jika sudah menempati lama, artinya tanah tersebut sudah menjadi hak milik warga Rempang.
“Jika ingin memindahkan mereka, minta izin kepada mereka baik-baik. Kalau mereka tidak mau, tentu harus dihormati itu. Nah, menempati tanah itu sudah ratusan tahun lamanya itu sudah bukti yang sangat kuat,” tegasnya.
Dipertanyakan
Berkaitan dengan investasi Cina, Chandra juga menyoroti bahwa perusahaan Xinyi Group yang akan menginvestasi perusahaan kaca terbesar dipertanyakan uangnya.
“Dari mana mereka (Xinyi Group) uang sebagai perusahaan kaca terbesar kedua dipertanyakan? Betul atau tidak. Karena, berdasarkan penelusuran di Google, mereka tidak masuk ke dalam 5 besar perusahaan kaca terbesar. Laporan keuangan pun bisa dilihat itu di media, di media dapat kita unduh dengan cukup mudah,” tuturnya.
Atau mungkin jelasnya, ada pihak-pihak lain yang ingin berinvestasi. “Tetapi yang menjadi prihatin adalah pemerintah ini, demi investor dia mengorbankan rakyat dan tanah Melayu, ini yang mesti kita kritisi, dan inilah yang disebut dengan kebijakan kapitalistik bahkan kebijakan zalim,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi