Harga Beras Melambung, Siyasah Institute Pertanyakan Keberhasilan Program Food Estate
Mediaumat.id – Terkait melambungnya harga beras di pasaran dalam beberapa pekan ini, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mempertanyakan keberhasilan program food estate yang digagas Presiden Jokowi sejak awal periode kedua kekuasaannya.
“Apa hasilnya? Padahal pemerintah sudah menyiapkan anggaran 108 triliun rupiah lebih,” lontarnya kepada Mediaumat.id, Kamis (7/9/2023).
Sebagaimana diketahui, food estate atau lumbung pangan merupakan salah satu Program Strategis Nasional 2020-2024 guna membangun lumbung pangan nasional pada lahan seluas 165.000 ha. Pada tahun 2020, dikerjakan seluas 30.000 ha sebagai model percontohan penerapan teknologi pertanian 4.0, seperti dikutip dari laman pertanian.go.id, Senin, 30 Januari 2023.
Bahkan proyek ini, selain berada di bawah kendali Menteri Pertanian, dalam praktiknya banyak pula petinggi kementerian lain yang terlibat, termasuk Menteri Pertahanan.
Artinya, setelah sekian tahun dengan jumlah alokasi anggaran sebanyak itu, kata Iwan, rakyat justru diperlihatkan lahan-lahan yang mangkrak.
“Jangan lupa juga program cetak lahan di Kalimantan yang sudah habiskan anggaran 1,6 triliun rupiah. Namun mengapa Indonesia masih impor beras dan harga beras masih melambung tinggi?” tanyanya keheranan.
Karena itu, menurut Iwan, harus ada audit menyeluruh baik terhadap program cetak lahan dan food estate. “Bila ada penyimpangan, maka pelakunya harus ditindak,” tukasnya.
Gagal
Memang, pemerintah sudah berusaha, tetapi Iwan menegaskan, kegagalannya sangat tampak ketika para petani sekarang mengeluh karena pencabutan subsidi pupuk.
Selain itu, pemerintah juga belum sungguh-sungguh mengusut dan menghapus kartel perdagangan beras termasuk ke level penggilingan. Sehingga, kata Iwan, karena ulah segelintir perusahaan yang memonopoli pengolahan beras dan distribusinya, menjadikan ‘kisruh’ harga beras di tanah air.
Sebenarnya, harga beras sudah mulai merangkak naik sejak Agustus lalu. “Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat lonjakan harga beras eceran pada Agustus 2023 mencapai 1,43 persen (month to month) dan naik 13,76 persen (year on year),” beber Iwan.
Adapun selama 8 bulan terakhir sejak Januari 2023, sambungnya, harga beras mengalami inflasi 7,99 persen year to date (ytd).
Pukul Ekonomi Rakyat
“Kenaikan harga beras ini jelas memukul perekonomian rakyat,” ulasnya, masih menyangkut tingginya harga komoditas ekonomi dan kebutuhan mendasar masyarakat ini.
Karenanya, di antara tindakan yang harus diambil pemerintah selain mewaspadai, harus pula menghilangkan permainan kartel perdagangan beras. “Sandiaga Uno pernah mengatakan distribusi pangan di Indonesia hanya 6 persen yang dipegang Bulog, sedangkan 94 persen dikuasai kartel,” lansirnya.
Bahkan di sisi lain, tambahnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebutkan, dalam kasus beras, khususnya keperluan di Jakarta, rata-rata berasal dari Jawa Barat, sebut saja penggilingan padi yang dikuasai PT Wilmar di Banten.
Sisanya, dari Jawa Tengah, yang kata Iwan, pun ternyata dikuasai 6-7 pemain yang punya penggilingan dan gudang beras besar.
Tak ayal, hal ini menyebabkan banyak pengusaha penggilingan padi kecil dan menengah tutup atau sekarat. Pasalnya, perusahaan penggilingan padi seperti PT Wilmar, berani membeli gabah dari petani dengan harga lebih tinggi. “Akibatnya konsentrasi stok beras banyak dikuasai mereka,” pungkas Iwan.[] Zainul Krian