Tokoh Nasional Geruduk KPK, Siyasah Institute: Harus Ada Perombakan Mendasar!

 Tokoh Nasional Geruduk KPK, Siyasah Institute: Harus Ada Perombakan Mendasar!

Mediaumat.id – Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menyinggung perombakan mendasar yang harus dilakukan sebagai solusi, tatkala diminta menanggapi aksi para tokoh nasional yang melaporkan kondisi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di Indonesia akhir-akhir ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Harus ada perombakan mendasar di negeri ini,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Rabu (23/8/2023).

Seperti diberitakan sebelumnya, mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, tokoh reformasi Amien Rais serta sekitar 40 orang yang terafiliasi dalam Koalisi Perbaikan Indonesia (KPI) menyambangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (21/8) siang.

Menurut Rizal Ramli, kedatangan mereka untuk membahas kondisi pemberantasan KKN di Indonesia saat ini.

“Kenapa kami datang ke KPK? Karena 25 tahun yang lalu kami berjuang supaya Indonesia bebas dari KKN. Ternyata hari ini kok malah KKN-nya lebih gawat,” ujar Rizal di Gedung Dwiwarna KPK, Jakarta, Senin (21/8).

Artinya, lanjut Iwan kembali menanggapi, bagi siapa pun termasuk para tokoh nasional tersebut, harus menyampaikan kepada penguasa yang notabene pengelola negara ini agar menjadikan akidah Islam sebagai landasan hukum, dan syariat Islam sebagai bentuk dari aturan-aturannya.

Sebab, menurut Iwan, hanya Islam yang memiliki kepastian hukum dan bisa diketahui oleh semua Muslim, bukan ditafsirkan sepihak dan semena-mena seperti halnya hukum buatan manusia yang diterapkan saat ini.

Dengan kata lain, apabila mengganti sosok pejabatnya saja, menurut Iwan, tak mungkin bisa melakukan perubahan sesuai dengan diharapkan. “Berat, amat berat,” tandasnya.

Kepercayaan Publik Turun?

Di sisi lain, sikap yang ditempuh Rizal Ramli, dkk. tersebut ia nilai sebagai cerminan menurunnya kepercayaan publik terutama para tokoh nasional yang kritis kepada para penyelenggara negara. Khususnya seputar tindak pidana KKN.

Seperti diketahui, sejumlah kasus ‘maling’ uang negara ini tak kunjung ada titik terang. Sebutlah perkara Harun Masiku, skandal Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu, laporan dugaan pencucian uang anak-anak presiden, maupun kasus korupsi anggaran BTS 4G yang kata Iwan, tak dilanjutkan penelusurannya.

“Andaikan para tokoh itu percaya pada KPK, mereka tidak akan turun gelanggang apalagi langsung mendatangi KPK,” tandasnya.

Yang berarti, tambah Iwan, para tokoh nasional ini memang melihat adanya persoalan besar di tubuh komisi antirasuah ini di dalam upaya penegakan hukum. Khususnya terhadap kasus KKN seperti yang ia paparkan.

Padahal, pembentukan KPK pada awalnya adalah sebagai pengurai ruwetnya persoalan pemberantasan korupsi yang ditangani kejaksaan dan kepolisian. “Dulu KPK diharapkan jadi ujung tombaknya,” sebut Iwan.

Namun pada faktanya, publik justru bisa melihat betapa lembaga ini telah dilemahkan sehingga ‘masuk angin’. Hal ini menurut Iwan, tampak jelas dengan sikap kontra eksekutif dan legislatif terhadap semangat pemberantasan korupsi itu sendiri.

“Sampai hari ini RUU Perampasan Aset tak kunjung diteken DPR, itu juga sinyal DPR setengah hati terlibat dalam menciptakan clean government,” ulasnya menambahkan.

Namun demikian, Iwan mengaku tak heran. Sebabnya negeri ini masih dikuasai kaum oligarki, yakni sekelompok elite yang menguasai kekuasaan dan celakanya, kelompok ini tidak ingin hal itu berhenti begitu saja.

Dengan uang dan kekuasaan dimaksud, akhirnya kaum oligarki pun bisa ‘membeli’ tiga lembaga utama yang menjalankan pemerintahan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Tentu, kata Iwan, tujuannya agar kekuasaan dan kekayaan negeri ini bisa terus mereka cengkeram. “Lihat saja, mereka yang berada di parpol itu orangnya ya itu-itu lagi, (yaitu) pengusaha dan elite politisi yang lengket dengan bisnis,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *