Sutradara Film JKDN: Melihat Soekarno Harus Obyektif
Mediaumat.id – Rencana pembangunan patung raksasa Soekarno di Bandung yang akan membangkitkan glorifikasi politik tokoh patung tersebut tanpa cela dan dosa dikritik sejarawan sekaligus sutradara film dokumenter sejarah Jejak Khilafah di Nusantara Nicko Pandawa.
“Melihat Soekarno itu harus obyektif,” kritiknya dalam acara Fokus: 10 Triliun Patung Soekarno, Apa Perlunya? di kanal YouTube UIY Official, Senin (21/8/2023).
Nicko mengungkapkan, pada masa Orde Lama Soekarno memang sangat populer dan dijadikan sebagai simbol negara. Hal itu karena statusnya sebagai proklamator, Presiden pertama dan dijuluki pemimpin besar revolusi. Tapi tidak semua masyarakat pada saat itu sejalan dengan pemikiran Soekarno. Banyak yang mengkritisi kebijakan dan pemikiran Soekarno. Di antaranya Buya Hamka, Muhammad Natsir dan di kalangan mahasiswa ada Soe Hoek Gie yang mereka itu adalah oposisi Soekarno.
Terkait pemikiran Soekarno, Nicko mengatakan, ketika Soekarno muda di Surabaya ternyata tidak hanya belajar dari HOS Cokroaminoto. Mengutip buku otobiografi Soekarno yang ditulis Cindy Adam, ia menyebut Soekarno juga banyak belajar dari perpustakaan yang dijalankan oleh perkumpulan teosofi.
Soekarno menyebut ayahnya sebagai seorang teosofis, sehingga Soekarno pun mendapatkan akses untuk membaca di perpustakaan tersebut. Dalam perpustakaan itu Soekarno seperti bertemu dengan banyak orang hebat, sehingga pemikiran dan idealisme orang-orang yang dikatakan hebat tersebut menjadi dasar intelektualitas Soekarno.
Tentang teosofi, Nicko menjelaskan, teosofi adalah sebuah pergerakan atau perkumpulan masyarakat kebatinan yang pemikiran utamanya adalah untuk menjunjung tinggi humanisme atau kemanusiaan di atas agama. Dan cita-cita teosofi atau saudara kembarnya yaitu Freemason adalah untuk menyatukan semua agama. Sehingga ketika Soekarno berkuasa maka dia mengsinkretiskan pemikirannya dalam sebuah kebijakan nasionalis, agama, dan komunis (Nasakom).
Selanjutnya, mengutip buku Di Bawah Bendera Revolusi yang merupakan kumpulan artikel Soekarno semenjak mahasiswa sampai menjadi aktivis sebelum masa 1945, Nicko mengatakan, Soekarno banyak mengambil inspirasi kepemimpinan dari sosok Mustafa Kemal Pasha, yakni orang yang telah membubarkan institusi umat Islam yakni khilafah Islam.
Dalam buku tersebut, Soekarno menulis sangat panjang dan sangat detail tentang riwayat hidup Mustafa Kemal Pasha. Dan Soekarno pun mengapresiasi kebijakan politiknya ketika menjadi Presiden Republik Turki. Sehingga inilah yang mengakibatkan Soekarno banyak berpolemik dengan tokoh-tokoh Islam seperti Muhammad Natsir, Buya Hamka dan Haji Agus Salim pada masa tahun 1930-an.
“Ya itulah sekilas pemikiran Soekarno,” pungkasnya.[] Agung Sumartono