Gelar Pesta Mewah Pernikahan Anjing, Pengamat: Unfaedah, Rusak Generasi Muda

 Gelar Pesta Mewah Pernikahan Anjing, Pengamat: Unfaedah, Rusak Generasi Muda

Mediaumat.id  – Selain tak berguna, gelaran upacara prosesi ‘pernikahan’ anjing dinilai bakal merusak generasi muda.

“Aktivitas-aktivitas unfaedah seperti ini bila dikembangkan dan diekspos sedemikian rupa maka akan merusak generasi muda,” ujar Pengamat Parenting Nopriadi Hermani, Ph.D. kepada Mediaumat.id, Rabu (26/7/2023).

Sebab, menurutnya, mereka tidak memiliki batasan dalam melakukan kesenangan. “Apa yang terpikir menyenangkan, maka mereka lakukan. Tidak peduli itu berbiaya besar, menabrak nilai atau unfaedah,” sambungnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Jum’at (14/7) lalu, di daerah Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, digelar pesta pernikahan dua ekor anjing Jojo dan Luna oleh pemiliknya, yakni Valentina Chandra dan Indira Ratnasari. Konsepnya, seperti pesta pernikahan manusia dengan menggunakan adat Jawa.

Sosok yang sempat menarik perhatian warganet adalah Indira Ratnasari, yaitu seseorang yang diduga sebagai bagian dari staf ahli kepresidenan. Terlebih, sebagaimana disampaikan Indira, pernikahan anjing ini menghabiskan dana hingga Rp200 juta.

Kendati Indira diketahui telah meminta maaf, lantaran menuai banyak kritikan dan cemoohan, kejadian ini pandanng oleh Nopriadi sebagai bagian dari hedonisme berikut sikap ketidakpedulian terhadap nilai-nilai keyakinan.

“Ini untuk kesenangan mereka (pemilik), bukan kesenangan anjing ya. Walau mereka menganggap ini bentuk kasih sayang pada anjing,” terangnya.

Flexing

Pun, dikarenakan diekspos secara sengaja, perilaku ini tak jauh beda dengan sikap gemar memamerkan (flexing) kesenangan yang mewabah pada orang-orang kaya. “Ini tidak jauh beda dengan flexing-flexing bentuk lain yang selama ini mewabah pada orang-orang kaya,” sebutnya.

Cuma, kata Nopriadi menyayangkan, sikap suka pamer ini bertabrakan dengan nilai-nilai yang disakralkan sebagian masyarakat.

Karenanya, apabila hal ini diapresiasi maka akan menular dan mendorong lahirnya aktivitas-aktivitas yang lebih gila lagi. “Bisa nanti pesta pernikahan manusia dengan kucing berbiaya besar, dengan proses keagamaan atau budaya,” misalnya.

Dengan kata lain, bila perilaku flexing ini diteruskan sebagaimana di dalam pemahaman kapitalisme sekuler, maka bisa dipastikan tak akan ada lagi hal-hal sakral termasuk agama yang perlu dipertimbangkan untuk sekadar meraih suatu kesenangan.

Maka, ia pun menyebut pentingnya para generasi saat ini untuk memilliki kepribadian yang baik, kuat, dan dibangun dari nilai-nilai keagamaan. Dalam Islam, pungkas Nopriadi, hal ini disebut dengan syakhsiyyah islamiyyah (kepribadian islami).[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *