Tujuan Terpenting dari Ibadah Haji yang Agung Adalah Komitmen Terhadap Perintah Allah dan Persatuan Umat

 Tujuan Terpenting dari Ibadah Haji yang Agung Adalah Komitmen Terhadap Perintah Allah dan Persatuan Umat

Ibadah haji adalah salah satu kewajiban terbesar dan salah satu rukun Islam. Allah SWT. berfirman:

﴿وَللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً﴾

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (TQS. Ali Imran [3] : 97).

Sabda Nadi saw.:

«بُنِيَ الإسْلَامُ علَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أنْ لا إلَهَ إلَّا اللهُ وأنَّ مُحَمَّداً رَسولُ اللهِ، وإقَامِ الصَّلَاةِ، وإيتَاءِ الزَّكَاةِ، والحَجِّ، وصَوْمِ رَمَضَانَ»

Islam dibangun atas lima: Bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa ramadhan.” (HR. Bukhari Muslim).

Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya:

«أنَّ رَسولَ اللهِ ﷺ سُئِلَ: أيُّ العَمَلِ أفْضَلُ؟ فَقالَ: إيمَانٌ باللهِ ورَسولِهِ. قيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قالَ: الجِهَادُ في سَبيلِ اللهِ. قيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قالَ: حَجٌّ مَبْرُورٌ»، وقال ﷺ: «والحَجُّ المَبْرُورُ ليسَ له جَزَاءٌ إلَّا الجَنَّة»

Bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya: ‘Perbuatan apakah yang lebih utama?’ Beliau menjawab: ‘Iman kepada Allah dan Rasul-Nya’. Kemudian ditanyakan lagi: ‘Berikutnya amal apalagi yang utama?’ Beliau menjawab: ‘Jihad di jalan Allah’. Lalu ditanyakan lagi: ‘Setelah itu apa lagi?’. Beliau menjawab: ‘Haji yang mabrur’. Dan beliau bersabda: “Tidak ada balasan bagi haji yang mabrur itu melainkan surga.” (HR. Bukhari Muslim).

Keutamaan ibadah haji itu bukan hanya sekedar menjalankan manasik, lalu kembali ke keadaan semula seperti berbuat dosa dan melakukan perbuatan tercela, melainkan agar menjadi seorang Muslim yang tunduk pada perintah Allah dalam setiap urusan hidupnya.

Ibadah haji ini memiliki tujuan yang agung, yang paling utama dan menonjol di antaranya adalah: ketaatan kepada Allah SWT., komitmen pada perintah-Nya, dan persatuan umat.

Kami mendapati bahwa komitmen terhadap perintah Allah menonjol dalam hal-hal berikut:

Pertama: Kecintaan pada Mekah, Tanah Suci, meski langitnya dan tanahnya tidak berbeda dengan langit atau tanah mana pun, namun kami mencintainya lebih dari negeri lain mana pun, bahkan sekali pun itu adalah tanah air dan tempat kelahiran kami. Itu karena Allah SWT. mencintainya serta melebihkannya dalam kehormatan dan kemuliaan. Beliau saw. bersabda pada saat beliau akan meninggalkannya untuk berhijrah ke Madinah:

«وَإِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكِ أَحَبُّ بِلَادِ اللهِ إِلَى اللهِ وَأَكْرَمُهُ عَلَى اللهِ»

Sungguh aku tahu bahwa engkau adalah negeri yang paling dicintai dan dimuliakan oleh Allah SWT.” (HR. Tirmidzi).

Kedua: Syiar para jamaah haji yang diulang-ulang oleh yang muda dan yang tua adalah “Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syarika lak, Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah aku memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, sesungguhnya pujian dan kenikmatan hanya milik-Mu, dan kerajaan hanyalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu”. Artinya, kita menunaikan perintah Allah dalam setiap aspek kehidupan kita selama haji, sebelum dan sesudahnya, mulai dari hal yang paling sederhana seperti urusan buang air kecil dan besar hingga berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, dalam semua hubungan, dari hubungan keluarga hingga hubungan internasional, sehingga jamaah haji tidak boleh menunaikan haji kemudian setelahnya kembali memakan riba dan berbuat maksiat serta membiarkan anak perempuan dan istrinya keluar ke kehidupan umum dengan berpakaian tapi telanjang (tidak menutup auratnya), dan tidak diperbolehkan dalam keadaan apapun untuk mencitrakan para penguasa di depan saluran televisi mereka melakukan manasik haji, namun kemudian mereka kembali memerintah dengan sistem kufur seperti demokrasi dan sekularisme. Allah SWT. berfirman:

﴿وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ﴾

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (TQS. Al-Maidah [5] : 49).

Juga tidak boleh ketika di sana mereka melempari setan, kemudian kaum Muslim kembali memberikan loyalitasnya kepada musuh-musuh Allah dan berpihak kepada orang-orang yang zalim. Allah SWT. berfirman:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الْحَقِّ﴾

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu.” (TQS. Al-Mumtahanah [60] : 1).

Allah SWT. berfirman:

﴿وَلَا تَرْكَنُواْ إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُواْ فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ اللهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ﴾

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (TQS. Hud [11] : 113).

Ketiga: Mencium Hajar Aswad, sebagaimana Umar bin al-Khattab ra. berkata:

إنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ

Aku tahu betul Engkau adalah sebongkah batu. Tidak bisa memberi bahaya dan tidak bisa memberi manfaat. Andaikan bukan karena aku melihat Rasulullah saw. menciummu, aku tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari Muslim).

Perkataan Umar ini menunjukkan ketundukan pada perintah Allah SWT. dan kesungguhan dalam meneladani Rasul-Nya saw., karena firman-Nya:

﴿لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيراً﴾

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (TQS. Al-Ahzab [33] : 21).

Dan firman-Nya:

﴿قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ﴾

Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS. Ali Imran [3] : 31).

Keempat: Nabi Ibrahim as. meninggalkan istri dan putranya. Istrinya, Siti Hajar mengikuti Nabi Ibrahim yang hendak pergi sambil berkata, “Wahai Ibrahim, engkau hendak pergi ke mana? Apakah engkau hendak pergi meninggalkan kami sementara di lembah ini tidak ada seorang pun manusia dan tidak ada makanan sama sekali, juga air?” Siti Hajar mengatakan itu kepadanya beberapa kali, tetapi dia tidak menoleh padanya. Lalu Siti Hajar berkata kepadanya: “Apakah Allah memerintahkanmu untuk melakukan ini?” Nabi Ibrahim berkata: “Ya.” Siti Hajar berkata: “Jika begitu, pasti Dia tidak akan menyia-nyiakan kami.” Lalu Siti Hajar kembali.

Kalau dengan standar pikiran, dia akan mati, tetapi dia ridha karena itu adalah perintah Allah. Jadi, ketaatan kepada Allah SWT. dan tunduk pada perintah-Nya adalah wajib bahkan sekalipun hal itu mengarah pada pemutusan mata pencaharian dan kematian. Sungguh ini sama persis seperti sikap Ibunda Nabi Musa as. yang tanpa ragu memenuhi perintah Allah SWT. untuk membuang bayinya ke laut. Berdasarkan semua hal di atas, maka syiar hidup kami haruslah firman Allah SWT.:

﴿قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾

Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (TQS. Al-An’am [6] : 162).

Adapun tujuan ibadah haji terkait dengan persatuan umat, kami temukan dalam:

Pertama: Para jamaah haji mengenakan pakaian yang sama, melakukan thawaf yang sama, dan juga melakulan wukuf yang sama, padahal mereka berasal dari berbagai bangsa dan ras, namun mereka berkumpul di bawah payung persatuan dan persaudaraan.

﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ﴾

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (TQS. Al-Hujurat [49] : 10).

Sayangnya, kami mendapati kaum Muslim saat ini terpecah belah kekuatannya. Merela setia kepada musuh-musuh Allah yang telah memecah belah umat dan menceraiberaikan persatuannya. Allah SWT. berfirman:

﴿وَأَذَانٌ مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ أَنَّ اللهَ بَرِيءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ﴾

Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.” (TQS. Al-Taubah [9] : 3).

Diriwayatkan bahwa seorang Yahudi, Syas bin Qais, yang sangat memusuhi Islam dan kaum Muslim, suatu hari dia melewati sekelompok kaum Anshar di sebuah pertemuan yang sedang berbicara dalam suasana penuh cinta dan kasih sayang. Sehingga hal itu membuatnya marah. Lalu, dia memerintahkan seorang pemuda di antara orang Yahudi untuk duduk bersama mereka dan mengingatkan mereka dengan syair-syair Arab Jahiliyah yang biasa mereka pakai dalam perang Bu’ats.

Perang Bu’ats adalah perang yang terjadi antara kaum Aus dan Khazraj sebelum datangnya risalah Islam. Penyair tadi berhasil mempengaruhi jiwa sekumpulan kaum Anshar dari kalangan Aus dan Khazraj hingga mengantarkan mereka kepada kebanggaan dan kepahlawanan masing-masing di masa Jahiliyah. Perasaan kebangsaan tersebut memuncak hingga mereka lupa dengan ikatan persaudaraannya. Masing-masing pihak menyerukan semboyan-semboyannya, lalu mempersiapkan senjatanya masing-masing dan mengadakan tantangan kepada lawannya di tempat yang terbuka pada hari tertentu.

Dalam situasi kritis itulah, Rasulullah saw. datang bersama pasukan kaum Muslim untuk melerai mereka. Rasulullah saw. bersabda:

«يَا مَعْشَرَ المُسْلِمِينَ، أبدَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ وَأنَا بَيْنَ أظْهُرِكم بَعْدَ إذْ أكْرَمَكُمُ اللهُ بالإسْلَامِ؟!»

Wahai kaum Muslimin, apakah karena seruan Jahiliyah ini (kalian hendak berperang) padahal aku ada di tengah-tengah kalian, setelah Allah memberikan hidayah Islam kepada kalian?!

Maka mereka pun meletakkan senjatanya, menangis, dan berpelukan satu sama lain. Kemudian mereka berangkat bersama Rasulullah saw. Mereka berkata: “Tidak ada hari yang lebih buruk pada awalnya dan lebih baik pada akhirnya daripada hari itu.” Sehubungan dengan kejadian ini diturunkan firman Allah SWT.:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقاً مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ﴾

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.” (TQS. Ali Imran [3] : 100). Sampai pada firman-Nya:

﴿وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعاً وَلَا تَفَرَّقُوا﴾

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (TQS. Ali Imran [3] : 103).

Kedua: Diharamkan darah kaum Muslim: Imam Bukhari meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa setelah Beliau bertanya kepada kaum Muslim pada hari kurban tentang hari, bulan, dan negeri, lalu Beliau bersabda:

«إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا»

Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian, semuanya haram atas sesama kalian. Sebagaimana haramnya hari ini, bulan ini, di tanah kalian ini.

Dengan demikian, tidak diperbolehkan dalam keadaan apapun melihat darah kaum Muslim tertumpahkan, serta tidak boleh terpengaruh oleh perpecahan kebangsaan dan oleh agenda negara-negara kafir di negara kita. Nabi saw. bersabda pada khutbahnya saat Haji Wada’:

«أَلَا إِنَّ كُلَّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُوعٌ، وَدِمَاءُ الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعَةٌ»

Ketahuilah bahwa segala sesuatu (yang buruk) dari (zaman) Jahiliyah diletakkan di bawah kedua kakiku ini. Darah-darah (yang ditumpahkan) pada zaman Jahiliyah dibatalkan (tidak boleh dituntut).” (HR. Muslim).

Ketiga: Konsep kesatuan umat: Nabi saw. menanamkan dalam jiwa kaum Muslim bahwa mereka adalah satu umat tanpa kecuali. Nabi saw. memusuhi orang-orang terdekatnya karena dia adalah seorang kafir, yaitu pamannya, Abu Lahab. Allah SWT. berfirman:

﴿لَا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ﴾

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (TQS. Al-Mujadalah [58] : 22).

Dan sebaliknya, Nabi saw. bersaudara dengan Salman Al-Farisi, Suhaib Al-Rumi dan Bilal Al-Habasyi, bahkan Nabi saw. bersabda:

«سَلْمَانُ مِنَّا أَهْلَ الْبَيْتِ»

Salman di antara ahlul bait kami.” (HR. Al-Hakim).

Kaum Muslim adalah satu umat, dan ini secara praktis harus diwujudkan dalam satu negara dengan satu penguasa di bawah satu panji, sebagaimana hal itu diwujudkan dalam manasik haji, sebagai pemenuhan atas perintah Allah SWT.:

﴿إِنَّ هَذِهِ أُمَتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ﴾

Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (TQS. Al-Anbiya’ [21] : 92).

Dan firman-Nya:

﴿وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ﴾

Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.” (TQS. Al-Mu’minun [23] : 52).

Agar dengan itu semua, umat kami (kaum Muslim) dapat kembali ke martabat aslinya, yaitu sebagai umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. [] Dr. Nabil Al-Halabi

Sumber: alraiah.net, 28/6/2023.

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *