Faisal Basri: Indonesia Tinggi Korupsi, Ekonominya Tumbuh Tidak Sehat
Mediaumat.id – Pakar Ekonomi Faisal Basri menyatakan negara Indonesia tingkat korupsinya tinggi sehingga ekonominya tumbuh secara tidak sehat. “Di negara yang tingkat korupsinya tinggi, ekonominya tumbuh secara tidak sehat, seperti kita sekarang,” tegasnya, Rabu (31/5/2023) di kanal YouTube Novel Baswedan.
Faisal kemudian memisalkan pembuatan satu cangkir di negara yang korupsinya tinggi, dibutuhkan modal lebih banyak. “Zaman Pak Harto zaman Orde Baru, zaman Orde Reformasi Pak Habibie, Pak Gus Dur, Ibu Mega sampai Pak SBY, modal yang dibutuhkan untuk tambahan satu cangkir ini, antara empat sampai empat setengah,” jelasnya.
Ia pun lanjut menambahkan di era berikutnya. “Jokowi 1, enam setengah. Jokowi 2, Covidnya saya hilangkan jadi 2021-2022 saja, naik 7,3. Jadi hampir dua kali lipat modal yang dibutuhkan. Negara lain cuma butuh 4, kita butuh 7. Ya, kita tidak berdaya,” imbuhnya.
Menurutnya produk-produk kita kalah bersaing di dalam negeri dengan produk impor yang sama. Kalah bersaing di pasar luar negeri.
“Oleh karena itu bisa dipahami kalau misalnya Cina itu ekspornya 94 persen produk manufaktur. Seluruh negara ASEAN di bawah Kamboja tidak termasuk Indochina kecuali Vietnam, berkisar antara 70 sampai 80. Kita di bawah 50, karena tidak perlu daya saing, kalau batu bara orang butuh kan,” bebernya.
Faisal menuturkan, tidak ada pejabat yang berbisnis di industri, ya kalau ada, pasti pemiliknya. Pada umumnya pejabat yang berbisnis itu adalah di sektor ekstraktif, karena berindustri itu butuh talenta macam-macam.
“Nah, kita sekarang menghadapi kondisi yang parah. Karena mereka enggak punya kepentingan secara langsung ya, kepentingan di industri. Kecuali mem-backing kepentingan mereka yang berbisnis ekstraktif. Mereka punya lisensi batu bara, sawit. Jadi makin memperparah, memperkeruh. Tidak ada presedennya dalam sejarah Indonesia, parahnya seperti sekarang,” tegasnya.
Ia melanjutkan kalau dulu parah karena konflik kepentingan, misalnya anak-anaknya Pak Harto berbisnis, mungkin menteri-menterinya takut karena anak Presiden berbisnis.
“Anak Presiden berbisnis di Tanjung Priok, ada kan punya Tommy, anak Wapres dulu, masih bisa ada batasnya. Jadi yang berbisnis Si A, yang berkuasa Si B. Nah, Si B ini menyalahgunakan kekuasaannya, ” ucapnya.
“Kalau sekarang, yang berkuasa sama dengan yang berbisnis. Jadi mereka yang bikin kebijakan agar seperti itu dan ini,” pungkasnya.[] Nita Savitri