Surat Terbuka Doktor Muslim kepada Oknum BRIN yang Ancam Bunuh Warga Muhammadiyah

 Surat Terbuka Doktor Muslim kepada Oknum BRIN yang Ancam Bunuh Warga Muhammadiyah

Mediaumat.id – Menyikapi ancaman pembunuhan yang dilakukan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanudin, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menyampaikan surat terbuka kepadanya.

“Untuk Saudara AP Hasanudin, saya perlu untuk menulis surat terbuka ini untuk Anda sebagai bentuk respons terhadap tulisan Anda yang dua hari ini viral di jagad media sosial,” tulisnya, Kamis (27/04/2022) di situs web ahmadsastra.com.

Sebelum menuliskan surat terbukanya, ia mengutip pernyataan AP Hasanudin yang memicu kegaduhan tersebut.

“Saya kutip apa adanya ya, ‘Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang !!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silahkan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian’,” bebernya.

Selanjutnya, ia menyampaikan delapan hal. Pertama, terlepas AP Hasanudin (selanjutnya ditulis APH) merupakan ASN BRIN atau bukan, tetaplah perkataan yang tidak menghargai perbedaan itu sangat tidak bijak dan berpotensi menimbulkan kegaduhan yang lebih besar di tengah masyarakat.

“Jika APH capek dengan pergaduhan, maka jangan malah bikin pergaduhan baru yang lebih besar,” tukasnya.

“Perbedaan pendapat itu bukan pergaduhan, jika disikapi dengan penuh toleransi. Bukankah negeri ini selalu menekankan akan pentingnya toleransi, terlebih masalah keyakinan agama. Umat Islam sendiri menyikapi perbedaan waktu Idul Fitri tahun ini juga penuh toleransi, tidak ada kegaduhan di antara umat Islam sendiri,” imbuhnya.

Kedua, APH tidak bijak dengan membuat tulisan yang terkesan provokatif, karena berkaitan dengan keselamatan nyawa manusia.

“Namun, andai APH merupakan ASN BRIN, maka lebih-lebih sangat tidak bijak dengan membuat tulisan yang terkesan sangat provokatif itu, sebab sudah berhubungan dengan ancaman terhadap keselamatan nyawa manusia,” tandasnya.

Berbagai bentuk ancaman atas keselamatan nyawa manusia, lanjutnya, adalah bentuk teror psikologis yang akan menimbulkan ketidaknyamanan atau ketakutan publik. Padahal BRIN adalah tempatnya para ilmuwan dan peneliti.

“Semestinya perbedaan pendapat itu justru menjadi peluang emas bagi seorang ilmuwan untuk mencari solusi secara ilmiah, bukan malah merespons perbedaan dengan emosional,” bebernya.

Menurutnya, seorang ilmuwan itu seharusnya berpikir rasional bukan emosional. “Ilmuwan itu kan berpikir rasional, bukan emosional dalam membaca persoalan. Ilmuwan itu solutif, bukan provokatif. Adalah satu hal yang sangat berbahaya, menyikapi perbedaan dengan ancaman pembunuhan,” ujarnya.

Ketiga, Ahmad Sastra mempertanyakan tentang APH mengidap islamofobia. “Apakah mungkin APH ini mengidap islamofobia yang memang tengah marak terjadi di seluruh dunia, termasuk di negeri mayoritas Muslim ini? Entahlah,” cecarnya.

Ia pun berharap, semoga BRIN sebagai lembaga ilmiah bergensi di negeri ini tidak mengidap islamopobia ini. Sebab sungguh, Islam adalah agama sempurna yang menebarkan rahmat bagi alam semesta.

“Perbedaan di kalangan umat Islam adalah bagian dari diskursus yang produktif, sebagaimana perbedaan di kalangan imam mazhab,” jelasnya.

Keempat, APH harus mempertanggungjawabkan ucapannya di hadapan hukum, bukan sekadar meminta maaf.

“Berani berbuat, maka harus berani juga bertanggung jawab. Negeri ini adalah negara hukum, maka yang bersangkutan harus berani bertanggungjawab atas ucapannya yang penuh kebencian dan rasis ini di ranah hukum,” terangnya.

Ucapan APH, lanjutnya, jelas telah melanggar UU ITE tentang ujaran kebencian. Ucapan APH jelas sebagai bentuk ujaran kebencian dan ancaman pembunuhan. Ucapan permintaan maaf tentu saja tidak menggugurkan delik hukum yang tetap harus diproses hukum.

Kelima, secara moral APH harus meminta maaf kepada Muhammadiyah, HTI, dan Gema Pembebasan yang disebutkan dalam ucapan tertulis di media sosial.

“Sebab ucapan atas HTI, adalah tuduhan keji yang tidak ada buktinya sama sekali. Apakah APH bisa membuktikan bahwa Muhammadiyah disusupi oleh HTI atau Gema Pembebasan yang telah menetapkan Idul Fitri berdasarkan metode rukyah global,” serunya.

Maka, APH harus bisa membuktikan tuduhan dan fitnah kepada HTI dan Gema Pembebasan bahwa organisasi ini telah menyusupi Muhammadiyah dalam hal penetapan Hari Raya Idul Fitri 1444 H.

“Pertanyaannya, kenapa seolah APH ini begitu benci dengan HTI? Apa salah HTI di negeri ini? Apakah HTI telah korupsi uang rakyat, menggadaikan negara, membuat kerusuhan, merampok uang rakyat, menumpuk utang negara, tidak kan?” cecarnya.

Keenam, APH semestinya memberikan teladan sikap bijak dan ilmiah atas perbedaan hari raya Idul fitri, mengingat yang bersangkutan adalah ASN BRIN yang merupakan lembaga penelitian di negeri ini.

“Perbedaan ini mestinya menjadi kajian ilmiah yang menantang dan berusaha seobyektif mungkin memberikan penilaian, bukan malah mengucapkan kalimat yang tidak mencerminkan sebagai seorang peneliti. Apakah APH ini mencerminkan ASN BRIN lainnya? Semoga tidak demikian,” jelasnya.

Ketujuh, dengan kejadian ini, APH mestinya bisa mengambil pelajaran agar tidak mengulangi lagi tindakan rasis dan brutal di tengah-tengah bangsa yang sedang giat mengkampanyekan toleransi ini.

“Toleransi jangan hanya sebagai jargon kosong, namun pemerintah melalui ASN harus memberikan contoh dan teladan bagiamana bersikap toleransi itu, yakni menghargai setiap perbedaan pendapat di kalangan umat Islam pada khususnya dan bangsa pada umumnya,” tegasnya.

Kedelapan, khusus untuk BRIN agar betul-betul menyeleksi ASN yang mencerminkan netralitas seorang peneliti di negeri ini agar Indonesia semakin maju bidang sains dan teknologi.

“Jangan sampai mencampur aduk antara politik kekuasaan dengan ranah pengembangan sains dan teknologi, BRIN mesti berdiri obyektif dan independen dengan misi utama memajukan negeri ini dan mendidik bangsa ini agar berpikir ilmiah, rasional dan berkemajuan. BRIN juga harus menyampaikan permintaan maaf kepada Muhammadiyah dan HTI, meskipun delik hukumnya bisa jadi bersifat individual. Namun secara moral, tentu saja tindakan APH tidak bisa dipisahkan secara kelembagaan BRIN,” pungkasnya.[] Nur Salamah

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *