Luhut Singgung Pengkritik Pemerintah, Pengamat: Kalau Tak Siap Dikritik Jangan Jadi Pejabat

 Luhut Singgung Pengkritik Pemerintah, Pengamat: Kalau Tak Siap Dikritik Jangan Jadi Pejabat

Mediaumat.id – Pengamat Kebijakan Publik Agung Wisnuwardhana mengomentari pernyataan tentang tidak mudahnya menyelesaikan persoalan negara sehingga Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyentil beberapa pihak yang sering mengkritik pemerintah.

“Ya memang, ngurusi pemerintahan tidak mudah. Tapi namanya pejabat publik itu ya harus siap dikritik, itu biasa saja. Kalau enggak siap dikritik ya jangan jadi pejabat publik,” ujarnya dalam Kabar Petang: Luhut Baperan dan Anti Kritik? Rabu (29/3/2023) di kanal YouTube Khilafah News.

Lengkapnya, sebagaimana diberitakan, Luhut menyinggung orang-orang yang enggak pernah duduk di pemerintahan agar tidak banyak omong tentang kinerja pemerintah.

“Orang enggak pernah di pemerintahan enggak usah banyak omong, tidak gampang mengerjakan ini,” kata Luhut dalam acara Digital Government Award SPBE Summit 2023, dikutip Jumat (24/3/2023)

“Anda kan belum pernah merasakan sebagai Bupati dan Gubernur, ngomong kritik gampang saja. Lu masuk di dalam baru tahu lu. Kalau kerja main-main yang tertangkap OTT itu kau,” tambah Luhut.

Lantaran itu, Agung pun memaparkan lebih lanjut tentang pentingnya poin dasar tentang kritik dari sudut pandang Islam. Bahwa pejabat publik dipilih oleh rakyat untuk mengatur urusan umat dengan landasan Islam. “Itu poin dasarnya,” tegasnya.

Selanjutnya, terdapat mekanisme muhasabah lil hukam yaitu sikap mengoreksi penguasa atas tindakan apapun yang menyimpang dari aturan-aturan Islam.

Secara formal, kata Agung, cara ini bisa dilakukan oleh Majelis Umat berikut perwakilan di dalamnya yang terdiri dari warga Muslim maupun non-Muslim.

“Kemudian yang secara informal dilakukan rakyat, siapapun itu yang (juga) disebut dengan mekanisme muhasabah lil hukam, menasehati penguasa,” tambahnya.

Untuk diketahui, dalam hal koreksi dimaksud, tak hanya terhadap tindakan yang berkaitan dengan jabatan penguasa yang menyimpang dari aturan-aturan Islam saja. Tetapi juga koreksi atas sikap/tindakan penguasa sebagai pribadi.

Dengan demikian, jelaslah di dalam sistem Islam akan dihadirkan kebolehan rakyat untuk mengkritisi penguasa. Bahkan diberikan ruang seluas-luasnya, namun dengan ketentuan masih di dalam koridor Islam. “Agar apa? Agar pejabat termasuk khalifah itu menjalankan syariat Islam, sebutnya.

Belum lagi Mahkamah Madzalim berikut Qadhi yang berwenang menurunkan khalifah dari jabatannya lantas menggantikan dengan khalifah baru yang bersedia menjalankan syariat Islam termasuk melayani umat dengan sebaik-baiknya.

Dengan demikian, tuturnya, penguasa beserta para menterinya termasuk Luhut Binsar Pandjaitan, mestinya merasa senang apabila mendapat kritik. “Seperti dulu Pak Jokowi pernah bilang, saya itu senang dikritik publik,” bebernya.

Represi Verbal

Di kesempatan yang sama, pernyataan Luhut tersebut juga menunjukkan sebuah pengekangan atas suatu kritik terhadap pemerintah. “Luar biasa ini ya, Pak Luhut Binsar Pandjaitan ini kesekian kalinya mengeluarkan narasi cukup memberikan represi secara verbal,” ujar Agung.

Pasalnya, narasi dimaksud ia nilai mengandung semacam ancaman kepada masyarakat yang kritis terhadap rezim berkuasa saat ini.

Bahkan kata Agung, bahasa yang digunakan dalam pernyataan tersebut termasuk bahasa jalanan yang tak layak bagi seorang pejabat publik. “Itu kan saya menyebutnya bahasa yang jalanan bangetlah,” pungkasnya, seraya menyebut seorang pejabat publik semestinya menata kalimat sebelum melontarkan ke khalayak.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *