Siyasah Institute: Pemberantasan Korupsi Alami Stagnasi
Mediaumat.id – Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menilai pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini mengalami stagnasi.
“Kalau kita melihat progres dari pemberantasan korupsi di Indonesia ini seperti mengalami stagnasi,” tuturnya dalam Kabar Petang: Cara Efektif dan Syar’i Membasmi Korupsi, Jumat (13/1/2023) di kanal YouTube Khilafah News.
Walaupun pernah mengalami peningkatan, menurut Iwan, tapi kemudian terjadi lagi penurunan dan stagnan. “Memang kita mengalami peningkatan dalam indeks pemberantasan korupsi, tapi kemudian selanjutnya justru terjadi penurunan dan stagnan sampai di situ,” ujarnya.
Iwan mengungkap penyebab hal ini bisa terjadi. “Ada beberapa sebab, bila kita perhatikan, yang menyebabkan tindakan korupsi ini kemudian mengalami stagnasi,” bebernya.
Pertama, adanya pelemahan di dalam pemberantasan korupsi. “Korupsi ini justru semakin meningkat. Pertama kalau kita ingat bahwasannya memang semua orang di Indonesia bisa melihat. Sudah terjadi pelemahan di dalam pemberantasan korupsi,” ungkapnya.
Ia pun mengingatkan, ketika DPR merevisi UU KPK yang di situ melumpuhkan berbagai macam wewenang dari KPK. Mulai dari masalah penuntutannya, kemudian penyadapannya.
“Yang kita prihatinkan justru yang melakukan hal ini adalah legislatif. Pihak yang seharusnya sebagai wakil rakyat mereka melaksanakan amanat dari rakyat kan begitu teori demokrasinya,” kata Iwan kesal.
Iwan menilai, rakyat Indonesia secara umum sudah muak dengan tindak pidana korupsi. “Sementara rakyat Indonesia secara umum mereka sudah sangat benci dan muak dengan tindak pidana korupsi. Tapi Justru wakil rakyatnya malah melemahkan UU KPK,” sesalnya.
Kedua, adanya tes wawasan kebangsaan. Internal KPK diberikan soal yang akhirnya membuat mereka tidak lulus tes kebangsaan. Padahal kerja mereka loyal.
“Kita melihat bahwa internal KPK juga terjadi konflik yang sampai saat ini, kita melihat jejak-jejaknya masih ada. Bagaimana sejumlah pegawai KPK mereka memiliki komitmen yang kuat berprestasi justru malah kemudian dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsan ini. Sangat memperihatinkan,” herannya.
Apalagi, menurutnya, tes kebangsaan itu soalnya tidak berkaitan dengan tugas dan wewenang dari KPK. Ia sangat menyayangkan dengan konflik dan pelanggaran yang terjadi di dalam KPK hanya mendapat teguran ringan.
“Akhirnya rakyat melihat ada skenario dan memang untuk menimbulkan konflik dan juga melemahkan KPK dari dalam. Ada sejumlah pelanggaran yang dilakukan KPK yang sampai hari ini malah justru tidak mendapatkan tindakan yang tegas. Bagaimana pimpinan KPK sendiri juga melakukan tindakan indisipliner tapi hanya mendapat teguran ringan,” kesalnya.
Sanksi Ringan
Iwan menilai, dari sisi hukuman yang diberikan kepada para koruptor sangatlah ringan. “Dari sisi kemudian hukum, sanksi yang dijatuhkan rata rata sangat rendah sekali. Para terpidana korupsi itu hanya dijatuhi sanksi empat tahun,” ungkapnya.
Selain hukuman yang ringan, katanya, penguasa malah memberikan remisi kepada pelaku. Anehnya lagi, yang sangat tidak pantas, para narapidana itu malah masih diberikan panggung politik.
“Jadi sangat mudah sekali mendapatkan remisi. Sudahlah sanksinya tidak tegas. Narapidana koupsi ini mereka tidak mendapatkan sanksi politik,” kesalnya.
Dari penjelasan ini, Iwan beranggapan, tindak pidana korupsi di Indonesia ini mengalami kondisi suram.
“Tindak pidana korupsi di Indonesia ini mengalami kondisi kondisi suram. Jadi sudah senjakala. Kalau kemudian ini terus berlangsung bukan tidak mungkin, malah akhirnya seperti pemberantasan korupsi inilah yang mati dan tidak bisa berlanjut lagi,” pungkasnya.[] Teti Rostika