MUM: Napas KUHP Baru, Sekulerisme dan Liberalisme

 MUM: Napas KUHP Baru, Sekulerisme dan Liberalisme

Mediaumat.id – Direktur Mutiara Umat Institut (MUM) Ika Mawar Ningtyas tegas mengkritik Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru disahkan menjadi undang-undang oleh DPR RI 6 Desember lalu karena dinilai bernapaskan sekularisme dan liberalisme.

“Ya, ini seolah-olah memang itu RKUHP ini napasnya adalah sekularisme dan liberalisme. Karena, tidak ada itu mengambil dari hukum Islam. Mengadopsi syariat Islam itu nggak ada,” tuturnya dalam diskusi KUHP Baru Menghidupkan Kembali Asas Tunggal? di saluran YouTube Aliansi Buruh Indonesia (ABI), Ahad (25/12/2022).

KUHP yang dibanggakan sebagai buatan Indonesia sendiri, menggantikan hukum-hukum warisan Belanda itu justru dinilai Ika sebagai bentuk kemunduran berpikir. Sebab, menurutnya, manusia semestinya menggunakan aturan Allah SWT.

“Pada faktanya, ketika manusia itu berusaha menyaingi Allah, ya, menyaingi Sang Pencipta, Al-Khaliq dan A- Mudabbir untuk membuat hukum, ini sebenarnya bukan bentuk sesuatu yang baik. Ini sebenarnya juga termasuk bagian dari kemunduran berpikir. Karena, sebagai seorang hamba Allah, sebenarnya kita sudah dikasih apa, selain diciptakan itu dikasih dengan seperangkat aturan,” terangnya.

Ika juga menilai, KUHP yang masih menyisakan pro dan kontra masyarakat itu mengandung pasal-pasalnya yang berpotensi melegalkan perzinaan, seks bebas, juga berpotensi membiarkan LGBT.

Di samping itu, menurut Ika, KUHP RI yang baru ini juga berpotensi membungkam dakwah Islam. Ia menerangkan, frasa “atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila” yang terdapat pada pasal 188 maknanya sangat lentur sehingga bisa menyasar siapa saja sesuka hati penguasa.

“Sebenarnya sekarang kita itu masih kesusahan mendefinisikan paham yang bertentangan dengan Pancasila itu paham yang seperti apa, ini kesusahan. Dan ini maknanya sangat obscure, sangat lentur sekali, bisa menyasar sesukanya penguasa,” ungkapnya.

Jika anti-Pancasila yang dimaksud diarahkan pada radikalisme, lalu tuduhan itu diarahkan kepada umat Islam, ajaran Islam, ulama dan aktivis Islam, Ika khawatir pasal 188 tersebut akan memberangus dakwah Islam, membungkam dakwah Islam dan menjadi alat untuk mengkriminalisasi ulama ataupun aktivis Islam.

“Apalagi kalau anti-Pancasila diartikan radikalisme, terus radikalismenya itu ternyata juga sudah lentur menyasar umat Islam, lah ini kan memberangus dakwah Islam?” tanyanya.

Padahal, menurut Ika, pada faktanya yang terbukti memporak-porandakan ekonomi negeri, mengapitalisasi sumber daya alam Indonesia dari hulu sampai ke hilir adalah kapitalisme, sekularisme, juga liberalisme. Karena itu Ika menilai, KUHP tersebut tidak ada esensi untuk kepentingan rakyat.

“Sekarang kalau mau jujur-jujuran, secara nyata yang merusakkan tadi ya kapitalisme, sekularisme, liberalisme. Berani enggak pasal 188 itu face to face gitu, ya, mengatakan bahwa kapitalisme liberalisme itu bertentangan dengan pasal 188 dan juga perlu diperangi, diberangus oleh pasal ini? Bisa enggak pasal ini bersikap seperti itu kepada kapitalisme?” pungkasnya.[] Saptaningtyas

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *