Refleksi 2022, BNPT Menista Islam dengan Dalih Ciri Penceramah Radikal
Mediaumat.id – Jurnalis Joko Prasetyo menilai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menista sejumlah ajaran Islam dengan dalih menyebutkan ciri-ciri penceramah radikal. “Banyak indikasi yang menunjukkan sepanjang 2022 ini regulasi dan kebijakan rezim sangat islamofobia dan menista ajaran Islam, salah satunya rilis BNPT tentang ciri-ciri penceramah radikal,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Kamis (29/12/2022).
Jadi, ungkap Om Joy, hal pertama yang dilakukan rezim ini adalah membangun narasi negatif terhadap kata radikal (mengakar) yang sejatinya itu netral (tidak negatif ataupun positif). Lalu, mengaitkan berbagai ajaran Islam dengan kata radikal yang sudah dikonotasikan negatif tersebut.
Kemudian Om Joy pun mengungkap kembali lima ciri penceramah radikal yang dirilis BNPT pada Maret 2022 tersebut. “Dua ciri pertama saklek menista ajaran Islam, tiga ciri lainnya ambigu,” jelasnya.
Saklek
Om Joy menyebut yang saklek itu mulai dari ciri pertama sampai ciri kedua. Pertama, megajarkan anti-Pancasila dan pro khilafah. Padahal, kata Om Joy, khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan yang hukumnya fardhu kifayah untuk ditegakkan.
“Tapi dengan konsistennya rezim membangun narasai negatif terhadap kata radikal dan mengaitkannya dengan khilafah, lalu pada Maret lalu khilafah disebut sebagai ciri pertama penceramah radikal, tentu saja ini merupakan penghinaan terhadap khilafah ajaran Islam,” tegasnya.
Kedua, mengajarkan paham takfiri atau mengkafirkan yang beda paham dan agama. “Lha, padahal ajaran Islam dengan tegas dan jelas menyebutkan pemeluk agama selain Islam adalah kafir. Tapi BNPT memberi konotasi ajaran Islam tentang menyebut kafir kepada orang beragama selain itu sebagai konotasi negatif, jelas ini merupakan penistaan,” jelasnya.
Ambigu
Sedangkan yang ambigu, menurut Om Joy, mulai dari ciri ketiga sampai ciri kelima. Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah. Menurut Om Joy, ciri ketiga ini sangat ambigu. Tapi yang jelas, Islam juga mewajibkan kaum Muslim melakukan muhasabah lil hukkam (mengoreksi kepada penguasa) agar tetap dalam koridor Islam. “Nah, jangan sampai saja ketika Muslim mengamalkan muhasabah lil hukkam ajaran Islam dianggap sebagai radikal karena dianggap sesuai ciri ketiga,” bebernya.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungannya. Om Joy mempertanyakan, eksklusif seperti apa yang dimaksud. “Karena, Islam juga menegaskan keeksklusifan akidah dan ibadah mahdah, tak boleh dicampur dengan kekufuran dan ibadah agama lain yang ada di lingkungan. Kalau ini dianggap sebagai ciri keempat radikal, tentu BNPT juga telah menista eksklusifitas akidah dan ibadah mahdhah ajaran Islam,” terangnya.
Kelima, berpandangan antibudaya dan kearifan lokal keagamaan. Ia pun mempertanyakan antibudaya dan kearifan lokal keagamaan apa yang dimaksud. “Pasalnya, Islam mengajarkan bahwa budaya dan kearifan lokal yang dilakukan kaum Muslim tidak boleh menyalahi syariat Islam, jadi kalau ada umat Islam menolak mengikuti budaya dan kearifan lokal yang bertentangan dengan Islam, jangan dinilai sebagai ciri kelima radikal. Kalau disebut radikal, fiks, memang BNPT menista Islam, karena itu ajaran Islam,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it