UIY: UU yang Baik Berpihak kepada Semua Pihak
Mediaumat.id – “Undang-undang yang baik itu undang-undang yang semestinya dia bisa berpihak kepada semua pihak,” ungkap Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) dalam Fokus: KUHP Sah Barat Gelisah, Ahad (18/12/2022) melalui kanal YouTube UIY Official.
Menurutnya, semua pihak dimaksud ada empat. Pertama, masyarakat. Pasalnya, jika pidana itu tidak bisa diatasi, kejahatan terus berjalan maka masyarakat akan merasa tidak aman. Maka hukum pidana harus betul bisa — kalau dalam bahasa kitab itu berfungsi sebagai zawajir— berfungsi mencegah.
“Kalau dia tidak bisa berfungsi mencegah kejahatan serupa dilakukan oleh orang yang sama maupun orang yang lain maka sebenarnya hukum itu telah gagal melindungi masyarakat,” urainya.
Kedua, pemerintah. Ketika gagal melindungi masyarakat, kejahatan tidak bisa ditekan tapi malah terus berkembang, maka hukum itu juga gagal berpihak kepada pemerintah. Ia memberikan alasan, beban pemerintah itu akan terus meningkat seperti kapasitas lapas negeri ini kurang lebih 90.000 tetapi oleh karena tingginya tingkat kejahatan sampai dihuni lebih dari 300.000 orang.
“Sekarang ini menurut rilis Mabes Polri tiap 90 detik terjadi kejahatan. Dulu pembunuhan itu terjadi tiap 6 jam sekali, meningkat menjadi 4 jam sekali, meningkat lagi menjadi dua jam sekali. Saya tidak tahu persis sekarang berapa menit sekali, tapi kalau di Amerika itu 30 menit sekali itu terjadi pembunuhan,” bebernya.
Itu, lanjut UIY, menunjukkan bahwa hukum yang ada itu gagal memberikan rasa aman kepada masyarakat karena kejahatan terus meningkat dan kedua juga gagal berpihak kepada pemerintah karena beban pada pemerintah itu terus meningkat. “Biaya untuk makan napi itu satu tahun lebih dari 2 triliun,” terangnya.
Ketiga, korban. Hukum yang berlaku sekarang juga tampaknya tidak berpihak kepada korban. Korban yang telah hilang nyawanya, hilang anggota tubuhnya, hartanya karena tindakan pidana itu, tidak mendapatkan tempat untuk mendapatkan kompensasi atau melakukan pembalasan atas apa yang mereka alami,” jelasnya.
Kalau dalam Islam, lanjutnya ada jinayat, orang yang membunuh dihukum bunuh (qishash). Meskipun ada peluang dimaafkan dengan membayar diyat tapi tidak murah. “Satu nyawa diyatnya bisa 1000 dinar atau kurang lebih 4 miliar,” tandasnya.
Keempat, pelaku. Hukum yang berlaku sekarang juga dinilainya tidak berpihak kepada pelaku. “Ini aneh sebenarnya, bagaimana bisa hukum itu tidak berpihak pada pelaku?” ungkapnya.
Kalau mengacu kepada sistem uqubat dalam Islam, jelas UIY, ada yang namanya jawabir. Jadi hukuman yang diterima di dunia jika dilakukan sesuai tuntunan syariat dan diterima dengan ikhlas akan menjadi kafarat bagi hukuman yang pasti akan diterima di akhirat. “Jadi, dia akan terbebas dari hukuman yang jauh lebih berat di akhirat,” ungkapnya.
Jadi, sambungnya, ketika hukum tidak berpihak kepada masyarakat, tidak berpihak kepada pemerintah, tidak berpihak kepada korban, juga tidak berpihak kepada pelaku maka hukum ini disahkan untuk siapa?
“Ini sebenarnya momentum untuk berpikir tentang bagaimana menghadirkan satu sistem hukum pidana yang betul-betul berpihak kepada semuanya. Di situlah sistem hukum pidana Islam. Tetapi alih-alih menengok kepada Islam, lah wong yang bau-bau Islam saja sudah ributnya bukan main,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun