RKUHP Disahkan, UIY Berikan Empat Catatan Penting

 RKUHP Disahkan, UIY Berikan Empat Catatan Penting

Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) memberikan empat catatan penting terkait disahkannya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang menimbulkan banyak kontroversi menjadi undang-undang (KUHP).

“Ada beberapa catatan penting yang harus kita cermati dalam RKUHP yang kini sudah disahkan menjadi KUHP,” tuturnya dalam [LIVE] Perspektif – KUHP Sudah Disahkan, Seberapa Urgensinya??!! di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Kamis (8/12/2022).

Pertama, pendefinisan pidana yang tidak jelas. UIY menekankan di awal, jika berbicara tentang pidana harus jelas dulu apa yang dimaksud pidana. Lalu jika pidana adalah sebuah kejahatan, juga harus jelas apa yang dimaksud dengan kejahatan.

“Di dalam Islam, pidana disebut dengan istilah jarimah. Jarimah adalah segala sesuatu yang bertentangan dengan syariah dalam hal ini melakukukan yang haram dan meninggalkan yang wajib. Jadi dikatakan jarimah adalah sebagai kejahatan,” ujarnya.

Sebagai sebuah kejahatan, lanjutnya, berarti pelaku jarimah harus dihukum. Di dalam Islam ada empat jenis uqubat/hukuman yaitu hudud, jinayat, ta’zir, dan mukhalafah. Empat jenis hukuman ini memberikan kepastian hukum kepada setiap orang.

“Satu hal yang paling penting adalah bahwa sistem hukum itu harus memberikan kejelasan kepada siapa pun, baik yang dia setuju maupun yang tidak setuju, baik dia itu menganut maupun tidak menganut hukum tersebut di suatu negara,” bebernya.

UIY menilai problem besar di dalam KUHP adalah soal kejelasan dalam mendefinisikan kejahatan dan pidana. Ketidakjelasan definisi ini serta adanya beberapa pasal karet yang bisa menimbulkan tindakan represif dari negara kepada rakyat.

“Dalam KUHP dikatakan bahwa pidana adalah segala sesuatu yang mendapat sanksi. Sanksi yang diberikan itu berdasarkan ketentuan pidana. Ini kan jadi muter enggak jelas yang akhirnya mengarahkan kepada subjektivitas. Beda dalam sistem sanksi dalam Islam yang memberikan kejelasan hukum karena jelas dalam mendefinisikan pidana dan kejahatan,” tambahnya.

Kedua, KUHP menganut falsafah consent (persetujuan). “Misalnya ada pasangan kumpul kebo atau perzinaan akan memunculkan dua interpretasi yaitu delik aduan dan persetujuan. Jika tidak ada delik aduan atau tidak ada orang yang keberatan sehingga tidak melaporkan, maka perzinaan bukan kejahatan. Termasuk jika ada persetujuan pelaku perzinaan, maka juga tidak dianggap sebagai sebuah kejahatan. Ini kan absurd dan sangat berbahaya sebagai akibat mengadopsi falsafah consent,” bebernya.

Akibat lain dari mengadopsi falsafah consent ini, menurut UIY, siapa pun yang melakukan tindakan amoral tidak menjadi masalah. Namun sebaliknya siapa pun yang menganggu perbuatan amoral malah dianggap sebagai kejahatan.

 

Ketiga, penempatan relasi antara penguasa dan dan rakyat atau antara state dan society. UIY melihat dalam KUHP menempatkan rakyat dengan sangat ketat sehingga rakyat tidak punya celah atau jalan untuk melakukan kritik kepada penguasa. Contohnya adalah pasal penghinaan terhadap presiden tidak ada kejelasan apa yang dimaksud penghinaan dan demonstrasi yang memacetkan jalan akan dipidana.

“Hal ini beda dengan Islam. Dalam Islam ada amar ma’ruf nahi mungkar yang oleh nabi digambarkan sebagai pilar tegaknya kebaikan seperti yang Nabi SAW jelaskan dalam sebuah hadits,” ujarnya.

Hadits dimaksud adalah, “Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, ‘Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.’ Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu” (HR Bukhari).

Dari hadits tersebut, UIY menguraikan, sebegitu rupa Nabi SAW menjelaskan hubungan organik antara perbuatan seseorang dengan keselamatan rakyatnya bukan sekadar hubungan fungsional. Ini adalah antar masyarakat, apalagi negara yang mempunyai kewenangan yang lebih.

UIY menyitir sebuah hadits Nabi SAW yang menjelaskan betapa pentingnya amar ma’ruf nahi mungkar, “Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan orang yang melawan penguasa kejam, ia melarang dan memerintah, namun akhirnya ia mati terbunuh” (HR ath-Thabarani).

Keempat, KUHP yang baru disahkan ini mengandung nuansa kecurigaan yang berlebih terhadap aktivitas dakwah.

“Sekalipun dakwah Islam tidak disebutkan tapi kita bisa membaca arahnya itu. Khususnya di dalam pasal mengenai makar atau mengenai gerakan yang hendak mengganti susunan ketatanegaraan atau bahkan mengganti aset negara. Selain itu apa yang dimaksud bertentangan dengan ideologi itu tidak jelas. Ketidakjelasan ini bisa menjerat siapa pun sesuai dengan kepentingan rezim,” ungkapnya.

Jika terhadap ajaran lain seperti marxisme, leninsme, dan komunisme dalam KUHP masih dibolehkan dijarkan sebagai ilmu, namun hal itu tidak berlaku untuk materi khilafah yang justru dihapus dari matari ajar kelas 12 madrasah aliyah. UIY menilai hal ini absurd, aneh dan menunjukkan negara sedang membunuh serta merobek-robek dirinya sendiri karena jadi diri rakyatnya sendiri yang mayoritas Muslim.

 

Alih-alih mengadopsi hukum usang peninggalan Belanda, UIY merekomendasikan Indonesia untuk mengadopsi hukum syariat Islam. Selain itu negara ini harus memandang rakyat secara positif terutama rezim.

“Kritisme yang dilakukan oleh rakyat jangan dipandang dalam kacamata ketakutan atau perlawanan yang kemudian dikerangkakan seperti makar. Kita tidak mungkin terbebas dari kesalahan karena itu kita butuh nasihat dan kritik untuk diberitahu mana yang benar mana yang salah. Jangan sampai justru negara ini melakukan amar mungkar nahi ma’ruf, itu mengerikan sekali,” pungkasnya.[] Erlina

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *