Cuitan Komisaris BUMN Plesetkan Khilafah, LBH Pelita Umat: Ini Penistaan Agama

 Cuitan Komisaris BUMN Plesetkan Khilafah, LBH Pelita Umat: Ini Penistaan Agama

Mediaumat.id – Cuitan Komisaris Independen PT. Pelni Dede Budhyarto yang menyatakan ‘Memilih capres jgn sembrono apalagi memilih Capres yg didukung kelompok radikal yg suka mengkafir-kafirkan, pengasong khilafuck anti Pancasila, gerombolan yg melarang pendirian rumah ibadah minoritas’, dinilai Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menistakan ajaran agama Islam.

“Bahwa frasa ‘khilafuck’ jika dimaksudkan adalah ‘khilafah’, maka hal tersebut dapat dinilai melakukan penistaan terhadap ajaran agama,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Senin (24/10/2022).

Chandra mengatakan, khilafah adalah bagian dari ajaran Islam, siapa pun tidak boleh membangun narasi kebencian, melecehkan, merendahkan dan menistakan ajaran Islam. “Untuk mengetahui maksud frasa ‘khilafuck’, aparat penegak hukum wajib memanggil untuk dimintai keterangan,” ujarnya.

Ia menilai bahwa frasa ‘khilafuck’ jika dimaksudkan adalah ‘khilafah’ maka wajib diproses hukum karena deliknya sudah selesai, saat dia mengunggah status. “Unsur sengaja untuk memusuhi, membenci (malign blasphemies), melecehkan, merendahkan dan menistakan ajaran Islam dinyatakan di hadapan dan/atau ditujukan kepada publik, artinya dapat dinilai unsur sengaja terpenuhi. Unsur niatnya dapat dilihat pada sengaja sebagai sadar kemungkinan/sengaja sebagai sadar bersyarat (dolus eventualis/voorwadelijk opzet/opzet bij mogelijkheids bewustzijn) dengan dilakukannya suatu perbuatan, pelaku menyadari kemungkinan terjadinya akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki,” bebernya.

Ia menduga bahwa menjelang pemilu, narasi “radikal-radikul, anti-Pancasila, anti-kebinekaan dan penistaan ajaran agama” akan semakin marak. Penggunakan diksi tersebut justru akan menimbulkan polarisasi.

Oleh sebab itu, Chandra mendesak Komisi VI DPR RI dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk segera mengevaluasi Dede Budhyarto Komisaris Independen PT Pelni atas pernyataannya di muka umum.

“Semestinya mengedepankan etika atau moral, mengontrol atau memilah diksi atau pilihan kata yang baik agar tidak menimbulkan gejolak dan menjaga ketertiban di tengah masyarakat. Bukan sebaliknya menyampaikan ujaran kebencian, provokatif, penistaan dan penghinaan terhadap keyakinan dan ajaran agama,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *