Ekonom: Nilai Rupiah Anjlok Karena Bersandar pada Dolar
Mediaumat.id – Anjloknya nilai rupiah hingga menyentuh angka di atas 15.000 per dolar AS dinilai oleh Ekonom dari Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa Dr. Fahrul Ulum karena rupiah bersandar pada dolar.
“Ada beberapa faktor penyebab dari melemahnya rupiah atau melemahnya mata uang di nation state yaitu bersumber atau berstandar kepada dolar, karena faktor volatilitas,” tuturnya di Kabar Petang: Rupiah Loyo Apa Obatnya? melalui kanal YouTube Khilafah News, Kamis (20/10/2022).
Pertama, Amerika beberapa bulan lalu mengalami inflasi cukup tinggi yaitu 9,1 persen. Pemerintah Amerika melalui The Fed (bank sentral AS) berupaya menurunkan inflasi tersebut. “The Fed melakukan kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga. Dengan cara itu inflasi bisa ditekan,” bebernya.
Namun, sambung Fahrul, kebijakan menaikkan suku bunga yang dilakukan Amerika ini berdampak terhadap negara-negara lain yang menstandarkan mata uangnya dengan dolar.
“Indonesia misalkan begitu dolar itu menguat otomatis rupiah akan melemah karena terjadi volatilitas (dolar yang ada di Indonesia tertarik ke Amerika). Berkurangnya dolar di Indonesia secara otomatis telah menjadikan melemahnya rupiah, karena rupiah lebih banyak dibanding dolar,” urainya.
Kedua, dunia usaha dan beberapa pengamat punya ekspektasi bahwa inflasi yang ada di Indonesia ini masih akan terus berjalan bahkan akan masuk kepada stagflasi, pertumbuhan itu stagnan sementara inflasi masih tinggi. “Ini yang menjadikan nilai rupiah itu anjlok,” tukasnya.
Fahrul memperkirakan nilai rupiah bisa tembus 16.000 per US$, karena hingga sekarang The Fed masih terus menaikkan tingkat suku bunga untuk menekan inflasi di Amerika. Jadi tidak menutup kemungkinan di akhir tahun akan tembus 15.800, bahkan bisa parah kalau sampai 16.000.
“Kalau sudah seperti itu dampaknya luar biasa. Yang jelas dunia usaha menjadi lesu karena orang akan melakukan pilihan rasional dalam belanja konsumsi dengan mengutamakan kebutuhan pokok. Ditambah kebijakan pemerintah menaikkan harga-harga kebutuhan pokok seperti BBM itu semakin memperlesu dunia usaha dan memperlusuh perekonomian secara keseluruhan,” tandasnya.
Inflasi, kata Fahrul, bisa mengantarkan kepada krisis di semua bidang. Dan krisis di semua bidang akan mengantarkan pada resesi.
“Neraca perdagangan Indonesia bulan-bulan ini masih bisa tertolong dari perdagangan komoditas seperti batubara, kelapa sawit yang harganya cukup tinggi,” jelasnya.
Meski begitu, Fahrul menyayangkan, karena perdagangan komoditas ini sangat fluktuatif. Kalau negara yang dituju dari perdagangan komoditas itu stoknya penuh maka harga itu bisa anjlok seanjlok-anjloknya.
“Karena itu ekspor tidak hanya mengandalkan komoditas, tapi harus mengembangkan manufaktur jadi, barang jadi, atau barang setengah jadi,” paparnya.
Krisis mata uang dalam sistem kapitalis, nilai Fahrul, menyatu dengan sektor keuangan, karena sifat krisis itu siklik. Bisa 10 tahunan atau 20 tahunan tergantung kekuatan fundamental ekonomi masing-masing negara.
Rekomendasi Islam
Fahrul menilai penggunaan fiat money (uang kertas) oleh hampir seluruh negara di dunia tidak memberikan solusi bagi krisis ekonomi sehingga layak dibuang. Seharusnya, lanjut Fahrul, pertama, sistem mata uang itu menggunakan logam mulia baik emas atau perak. Dan ini yang direkomendasikan Islam.
Kedua, dalam menyusun APBN, hendaknya tidak hanya mengejar pertumbuhan sebagaimana doktrin ekonomi kapitalis. Doktrin pertumbuhan ini mengorbankan APBN menjadi defisit anggaran, yang kemudian ditutup dengan utang.
Utang, sambungnya, adalah instrumen yang luar biasa bagi Amerika dan juga negara-negara lainnya untuk melakukan penjajahan ekonomi. Utang itu bisa langsung dalam bentuk utang atau dalam bentuk investasi. “Lahirnya Omnibus Law sesungguhnya dalam rangka mengejar utang ini,” cetus Fahrul.
Di samping, dengan mata uang logam, dan tidak sekadar mengejar pertumbuhan juga mengatur kepemilikan dengan benar. “Pembalikan kepemilikan yang benar, pengelolaan kepemilikan umum dan sebagainya, sesuai dengan Islam. Itulah rekomendasi Islam,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun