Eko Kunthadi Hina Ning Imaz, Siyasah Institute: Target Serangannya Islam
Mediaumat.id – Cuitan hinaan Ketua Kornas Ganjarist Eko Kuntadhi pada Ustazah Ning Imaz dalam video yang berisi kajian tafsir, dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar sebagai serangan terhadap Islam.
“Ini adalah penegasan bahwa selama ini para buzzer menargetkan Islam sebagai sasaran serangan. Karena yang dinistakan dalam cuitan mereka, bukan pribadi ustazah, tapi juga konten tafsir yang sedang dibawakan,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Kamis (15/9/2022).
Menurutnya, sudah berkali-kali Eko Kuntadhi dan para buzzer sebenarnya menghina ajaran Islam dan para ulama. “Namun karena tema juga tokoh yang diserang adalah orang-orang yang diklasifikasikan oleh rezim sebagai isu dan tokoh radikal dan oposisi, tidak menimbulkan kegaduhan di dalam tubuh ormas mainstream seperti NU dan Muhammadiyah,” ungkapnya.
“Namun, sekonyong-konyong cuitan para buzzer justru menyerang Ustazah Ning Imaz yang notabene putri KH Abdul Khaliq Ridwan dan Nyai Hj Eeng Sukaenah. Ibunda Ustazah Ning imaz merupakan pengasuh di Pondok Pesantren Putri Al-Ihsan Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Sontak menimbulkan kemarahan keluarga besar Lirboyo dan tokoh serta warga NU,” tambahnya.
Iwan berharap kemarahan umat, khususnya warga Nahdliyin, jangan sebatas karena serangan pada pribadi Ustazah Ning Imaz. “Karena para buzzer juga menyerang konten tafsir Al-Qur’an yang sedang dibahas, bahasan isi surga bagi kaum mukminin dan mukminah. Ini sama artinya menyerang ajaran Islam. Ini topik yang lebih besar yang harusnya disadari oleh seluruh elemen umat,” tegasnya.
Iwan menyesalkan, berkali-kali ajaran Islam dinistakan, terutama di media sosial, tapi sejauh ini para buzzer aman dari jerat hukum. “Maka, bila ingin negeri ini aman dari penistaan agama, kasus ini jangan selesai hanya dengan permintaan maaf lalu dimaafkan oleh pihak yang merasa dinistakan. Karena sudah terbukti mereka berulang-ulang melakukan penistaan tersebut,” katanya.
Urusan personal, menurutnya, bisa selesai dengan permintaan maaf pada pribadi yang bersangkutan, tapi penghinaan terhadap agama, tentu tidak bisa diwakili oleh satu atau dua tokoh, atau ormas Islam. “Kehormatan seorang Muslim atau Muslimah, terutama tokoh agama, jelas harus dilindungi, tapi kemuliaan ajaran Islam jauh lebih besar dari itu semua. Bila kita merasa marah karena guru kita dihina, harusnya umat lebih marah lagi saat agamanya dihina,” ujarnya.
Ia berharap kesadaran ini segera dimiliki semua elemen umat Muslim. “Jangan sampai tidak terusik saat agama dihina, karena merasa itu bukan bagian dari kelompoknya dan tidak mengganggu kepentingannya. Bukankah umat dan para tokoh Islam paham kalau kepentingan agama harusnya berada di atas segalanya?” kata Iwan.
Para buzzer ini, lanjut Iwan, juga sudah menimbulkan kegaduhan sosial, perpecahan, bahkan tidak jarang mengadu domba sesama Muslim. “Mereka juga enteng saja menyebut orang lain teroris, radikal, anti-Pancasila, anti-NKRI, bahkan sumpah serapah pada pihak-pihak yang mengkritisi kebijakan rezim. Kalau hanya selesai dengan asas kekeluargaan, apakah ada yang mau berkeluarga dengan orang-orang yang hidup dari mencaci maki orang lain dan menista agama?” tandasnya.[] Achmad Mu’it