BSU BBM Hanya Solusi Tambal Sulam
Mediaumat.id – Direktur Mutiara Umat Institute Ika Mawarningtyas menilai bantuan subsidi upah (BSU)/bantuan langsung tunai (BLT) subsidi upah hanya solusi semu dan tambal sulam.
“Terkait BLT (subsidi upah atau BSU) ini sebenarnya hanyalah solusi semu dan tambal sulam saja,” tuturnya dalam Obrolan Sore Buruh: Wujudkan BBM Murah dan Tolak Liberalisasi Migas di YouTube Aspirasi Buruh Indonesia, Ahad (4/9/2022).
Menurutnya, solusi itu tidak bisa mencapai akar permasalahan yang sedang terjadi. “Apalagi standar pertumbuhan ekonomi dalam hitung-hitungan ekonomi kapitalisme itu semu,” katanya.
Beberapa bulan yang lalu BPS merilis angka kemiskinan menurun, ia menilai, angka itu semu, karena pada kenyataannya masih banyak rakyat kesusahan dan miskin yang masih sering ditemui di sekitarnya.
“Ini mudah sekali ditemui. Kalau BLT (subsidi upah/BSU) sendiri ini solusi tambal sulam, karena kalau rakyat butuh kesejahteraan itu long time, waktunya lama, enggak cuma seketika itu. Jadi, kalau itu bantuan langsung tunai ya sama saja dengan bantuan langsung telas, langsung habis,” ujarnya.
Ia mempertanyakan, uang Rp600 ribu itu, apakah cukup untuk menopang memenuhi kebutuhan keluarga tersebut? “Padahal, ketika kita berbicara kenaikan harga BBM, seperti yang dijelaskan pembicara yang sebelumnya itu efek dominonya sangat besar. Naiknya harga-harga yang lain, transportasi naik, pangan naik, dan semuanya bisa naik akibat kenaikan BBM. Ini enggak bisa cuma ditutup dengan BLT yang jumlahnya Rp600 ribu per bulan,” tegasnya.
Ia menekankan, yang dibutuhkan rakyat adalah kesejahteraan dan itu menjadi kewajiban negara yang harus diberikan kepada rakyat. “Enggak hanya sekadar uang, tetapi bagaimana mereka mampu memenuhi pangan, sandang, papan, dan apakah rakyat itu bisa mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas dan murah di kantong. Pada kenyataannya hidup itu banyak sekali kebutuhannya. Apalagi setelah kenaikan harga minyak goreng harga-harga sudah merangkak naik, ditambah kenaikan BBM ya bisa tambah naik lagi. Dan itu tidak bisa dan tidak mampu diatasi dengan BLT,” papar Ika yang aktif sebagai Pemred TintaSiyasi.com.
Seharusnya
Seharusnya yang dipikirkan negara, menurut Ika adalah bagaimana rakyat mendapatkan BBM itu secara murah. “Makanya tadi dijelaskan kekeliruan ini bersumber dari sistem ekonomi kapitalisme sendiri yang menganggap subsidi itu beban. Karena kapitalisme juga, ladang minyak yang banyak ditemui di negeri ini dikapitalisasi pada swasta asing,” katanya.
“Hal itu juga menunjukkan bahwa negeri ini itu dalam lingkaran hegemoni kapitalisme global. Karena dalam negara kapitalis itu, negara itu haram memberikan subsidi,” jelasnya menambahkan.
Ia membenarkan, jika sistem yang diterapkan kapitalisme, hubungan antara rakyat dan penguasa itu hubungan bisnis. “Bahkan ketika penguasa ini berkolaborasi dengan pengusaha menjadi penguasaha, makin jahat sekali dan negara jadi ‘penghisap darah rakyat’. Sudah dibebani harga BBM yang naik, pangan yang naik, belum lagi pajak akan naik. Ada alternatif sistem lain, yakni sistem ekonomi Islam,” tukasnya.
Ia mengatakan, jika ingin memiliki sistem ekonomi yang kuat bebas utang dan BBM yang murah harus memperbaiki dari sistem ekonomi ini.
“Dan sistem ekonomi Islam ini harus didukung oleh sistem politik, pendidikan, pemerintahan, dan lainnya secara totalitas dalam naungan khilafah, yang ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam,” katanya.
Selain itu, katanya, standar menilai miskin dan tidak mampu itu jelas. “Bukan dengan angka kemiskinan yang semu, tetapi secara real jika ditemui rakyat miskin, baik satu orang, sepuluh orang, seratus orang, atau seribu orang itu jadi masih jadi PR negara untuk mengentaskan kemiskinan,” jelasnya.
Sebagaimana ia kutip kisah Khalifah Umar bin Khattab r.a. ketika malam hari melakukan razia pada rakyatnya. Ketika Umar bin Khattab r.a. menemukan seorang ibu yang merebus batu untuk menenangkan anak-anaknya yang kelaparan karena tidak punya makanan itu membuat Umar bin Khattab r.a. terpukul. Beliau langsung menuju Baitulmal untuk mengambil gandum dan daging untuk diberikan kepada ibu itu. Bahkan Khalifah Umar merebusnya sendiri dan memastikan mereka sudah memakannya.
“Jadi, sistem alternatif dan satu-satunya alternatif adalah dengan sistem Islam. Insyaallah dengan sistem Islam, penguasa itu bisa menyetop keserakahan para kapitalis dalam menguasai sektor publik, karena di dalam Islam, sektor publik, BBM, minyak bumi, ladang minyak dan sebagainya itu harus dikelola negara untuk kesejahteraan rakyatnya,” jelasnya.
Ia menjelaskan, negara yang mengambilnya dari dalam bumi, kemudian mengolahnya jadi bensin, pertamax, gas, solar dan sebagainya dan didistribusikan ke rakyatnya. “Rakyat hanya diminta untuk membayar upah proses produksi tersebut, tidak menjadikan ladang minyak jadi ladang bisnis. Kalau dalam kapitalisme semua sektor publik dibisniskan,” pungkasnya.[] Alfia Purwanti