Urus SIM Harus Terdaftar BPJS, IJM: Sangat Zalim!
Mediaumat.id – Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menyebut bahwa masyarakat yang hendak melakukan pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) hingga Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) harus terdaftar dalam kepesertaan aktif jaminan kesehatan nasional BPJS Kesehatan, dinilai sebagai kezaliman yang berlipat ganda.
“Itu instruksi kezaliman. Instruksi yang zalim bahkan zalim murakkab (berlipat ganda), zalim yang sangat zalim,” tutur Pengamat Kebijakan Publik dari Indonesia Justice Monitor (IJM) Dr. Erwin Permana kepada Mediaumat.id, Jumat (2/9/2022).
Ia mengungkap alasan, kenapa inpres tersebut dikatakan sangat zalim. Pertama, dalam situasi hari ini perEkonomian masyarakat belum benar-benar pulih. “Baru saja pemerintah menaikkan pajak sana sini, menaikkan tarif listrik, tempo hari juga BBM mau dinaikkan walaupun enggak jadi. Tapi juga tidak menutup kemungkinan bakal naik. Sedangkan situasi hari ini harga-harga sudah naik akibat perang Rusia dan Ukraina. Artinya kondisi beban ekonomi masyarakat itu sedang sulit sulitnya,” ungkapnya.
Menurutnya, dalam kondisi seperti itu, mestinya pemerintah memberikan bantuan atau meringankan beban masyarakat, bukan malah membebani dengan berbagai macam beban. “Jadi, sudahlah tidak meringankan beban hidup masyarakat malah kemudian menjadi beban bagi masyarakat dengan cara memaksa dengan instruksi presiden itu. Memaksa masyarakat supaya bayar BPJS, kalau enggak bisa bayar diancam sana sini,” ujarnya.
“Ini masyarakat mau ke mana kalau mereka tidak punya kemampuan untuk membayar BPJS ketika masyarakat harus mengurus SIM, STNK dan segala macam terkait pelayanan publik? Mereka enggak punya BPJS, mereka mau ke mana? Ini pemerintah bukan? Ini pemerintah atau penjajah? Jangan-jangan ini penjajah. Pemerintah itu mengayomi masyarakat bukan menjajah masyarakat. Jadi, itu kezaliman yang luar biasa,” tandasnya.
Lawan
Erwin menegaskan, satu-satunya yang harus dilakukan masyarakat terkait masalah ini adalah dengan melawannya. “Lawan. Karena kezaliman itu kalau dibiarkan, dia enggak nyadar kalau dia itu zalim,” tegasnya.
Menurutnya, enggak bisa zalim itu dihadapi dengan sabar dalam pengertian sabar pasif. “Enggak bisa. Masyarakat harus aktif, harus menyuarakan itu. Jenderalnya polisi, propam, itu saja keguling karena masyarakat heboh, apalagi hanya tukang mebel yang kebetulan dia menjabat sebagai presiden. Kalau masyarakat kompak, heboh semuanya menyuarakan kezaliman itu, orang ini jatuh pasti. Jadi, enggak bisa diam,” katanya.
Erwin menilai, satu-satunya jalan untuk menghadapi kezaliman itu dengan bertindak atau bersikap. “Itu hukumnya seperti itu. Enggak ada kemudian ketika ada kezaliman, kita sabar. Ketika ada kenaikan BBM, kita enggak peduli dengan kenaikan itu. Seperti meme yang beredar itu, yang disebarkan oleh orang yang mengaku kelompok salafi. Jadi, ketika ada kenaikan harga, dia enggak peduli. Itu kan kezaliman, kok enggak peduli? Enggak ada ceritanya, salafush shalih itu ketika ada kezaliman, mereka itu diam, enggak ada itu,” bebernya.
Jadi, kata Erwin, masyarakat enggak boleh diam terhadap kezaliman. “Mereka harus bertindak, mereka harus bersikap, mereka harus bersuara sekencang-kencangnya hingga kezaliman ini berhenti. Diganti dengan keadilan. Itu satu-satunya jalan. Enggak ada lagi hukum yang lain, jalan yang lain, selain masyarakat harus melawan. Lawan tentu dengan pengertian lawan dengan ide, gagasan, konsep,” jelasnya.
Ia mengatakan ide, gagasan, konsep itu adalah Islam. “Islamlah satu-satunya yang memberikan jaminan keselamatan, kesejahteraan bagi kehidupan manusia. Itu adalah Islam. Bukan kapitalisme yang sekarang ini terbukti menzalimi masyarakat,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it