Bully Khilafah Termasuk Dosa Besar

 Bully Khilafah Termasuk Dosa Besar

Mediaumat.id – Ulama Aswaja Nusantara KH Fathy Syamsudin Ramadhan an-Nawy menuturkan, mem-bully atau semacam mencibir, mencela atau bahkan menghina sistem khilafah adalah perbuatan dosa besar.

“Kalau ada sampai orang mem-bully sistem khilafah, termasuk juga ngejar-ngejar pengemban dakwahnya itu, masyaAllah, dosanya sangat-sangat besar itu,” ujarnya dalam Dialog Khusus: Hukum Islam tentang Penghinaan Nabi dan Kewajiban Khilafah Menurut Ulama Aswaja, Jumat (10/6/2022) di kanal YouTube Rayah TV.

Pasalnya, sambung Kiai Syamsudin, imamah/khilafah/imaratul mukminin berikut upaya menegakkannya termasuk perkara agung di dalam Islam.

“Ini termasuk kewajiban yang paling agung,” sebutnya, seraya membeberkan sebuah maqalah atau pernyataan Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyah di dalam kitab As-Siyasah as-Syar’iyyah, yang bunyinya,

‘Wajib untuk diketahui sesungguhnya adanya kekuasaan (imamah, khilafah, imaratul mukminin) itu termasuk kewajiban agama yang paling agung.’

Lantaran itu ia heran dengan anggapan dakwah khilafah adalah aktivitas jahat, padahal di sisi lain, ulama mengatakan itu termasuk kewajiban agama yang paling agung.

Definisi Khilafah

Penting dipahami, lanjut Kiai Syamsudin, khilafah secara definisi sudah cukup jelas sebagaimana termaktub di dalam kitab-kitab para alim ulama ahlussunah wal jama’ah yang al-mu’tabarah.

“Khilafah itu adalah kepemimpinan yang sifatnya umum untuk kaum Muslim seluruhnya di kehidupan dunia, yang fungsi dari khilafah itu adalah untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia,” paparnya mengutip penjelasan Imam Taqiyyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizham al-Hukmi fi al-Islam.

Hal serupa ternyata juga terdapat di dalam kitab Al-Majmu’ karya Imam Abu Zakariya an- Nawawi asy-Syafi’i. “Definisi imamah, khilafah atau imaratul mukminin itu adalah sama seperti redaksi yang dipilih oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani,” tukasnya.

Bahkan secara khazanah klasik, para ulama ahlussunah wal jama’ah telah bersepakat bahwa khilafah adalah bagian dari ajaran Islam yang wajib adanya.

Namun, di saat bersamaan para ulama dimaksud juga menyepakati perihal tidak bolehnya ada dua imam/khalifah/imaratul mukminin di waktu yang sama di seluruh dunia.

“Baik dua imam itu sepakat, bisa kompromi, atau mereka berpisah. Baik di satu tempat atau di dua tempat,” terangnya.

Sebutlah Imam Ibnu Hazm al-Andalusi adh-Dhahiri di dalam kitab Maratib al-Ijma’ yang menyatakan demikian.

Pun di dalam kitab Al-Farq Bayn al-Firaq, yang ditulis oleh Imam Abu Mansur al-Baghdadi. “Mereka (para ulama) menyatakan siapa saja orang yang menyelisihi perkara-perkara ini maka dia telah tersesat,” tegas Kiai Syamsudin terkait kewajiban penegakan khilafah yang pula disebut sebagai arkanuddin (pilar) keduabelas dari agama Islam.

Sebagai Solusi

Sedangkan berkenaan dengan anggapan bahwa khilafah sebagai solusi problematika kehidupan, Kiai Syamsudin lantas membenarkan. “Sebetulnya kalau tadi disampaikan bahwa khilafah itu sebuah solusi, memang benar,” tegasnya.

Apalagi menyelesaikan kasus penghinaan atau sekadar upaya untuk melecehkan Nabi Muhammad SAW.

“Di eranya Sultan Abdul Hamid yang kedua, itu kan pernah mengultimatum dua negara besar. Prancis dan Inggris waktu itu,” ulas Kiai Syamsudin terkait betapa agungnya pengaruh khilafah terhadap rencana pergelaran teater dengan lakon seorang manusia yang paling dihormati kaum Muslim sedunia tersebut.

Artinya, bagi siapa saja yang mencela Baginda Nabi Muhammad SAW, baik Muslim maupun kafir, dari sudut pandang hukum Islam bakal dijatuhi hukuman mati. “Dan had ini tidak bisa dihapus dengan tobat,” ujarnya.

Kendati, pihak Barat dalam hal ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mencetuskan hari anti-islamofobia sekalipun, atau lebih-lebih Amerika Serikat (AS) telah menyusun rancangan kebijakan anti-islamofobia misalnya, tetap saja menurut Kiai Syamsudin, tidak bisa menutupi sifat hipokrit mereka.

“Kaum Muslim yang ada di Rohingya, belum di Suriah. Di Palestina sudah jelas-jelas tampak teroris negara Israel itu, tetap saja dilindungi,” ungkapnya.

Maka atas itu semua, sekali lagi ia menekankan, nashbul (mengangkat) seorang khalifah adalah kewajiban yang memang telah ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’ Shahabat, serta disepakati dengan kesepakatan bulat oleh para ulama ahlussunah wal jama’ah.

“Ini bukan perkara istilahnya dalam fikih itu mukhtalaf fih, bukan. Ini mujma’ ‘alaih. Kalau mujma’ ‘alaih ini kalau kita sampai mengingkari itu mungkar,” singgungnya berkaitan banyaknya perkara yang masih dalam taraf diperselisihkan oleh para alim ulama.

Sementara dalam konteks kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah, seperti halnya ditegaskan oleh ulama besar Imam Alauddin al-Kasani al-Hanafi, dalam kitab Bada’i al-Sana’i, kata Kiai Syamsudin, ternyata tidak bisa dipisahkan dengan kewajiban menegakkan khilafah.

Malah menurut Mazhab Hanafi pula, menyelisihi fardhunya nashbul imam al-a’zham, bisa terkategori kafir. “Menyelisihi fardhu atau menolak yang fardhu itu bisa kafir,” tegasnya.

Lebih dari itu, ia juga menyebutkan, bahwa keberadaan khilafah nantinya akan mengakhiri kekuasaan dan peradaban sekularisme dan liberalisme.

Sehingga ia pun kembali heran dengan sikap kaum Muslim yang justru ikut-ikutan membenci khilafah. Bahkan berusaha mati-matian membendung tegaknya kembali khilafah Islam.

Meski demikian, Kiai Syamsudin mengimbau kepada para pengemban dakwah Islam kaffah untuk tidak sekalipun merasa lemah apalagi putus asa.

“Kita tidak boleh berkecil hati, tidak boleh lemah, tidak boleh surut langkah untuk tetap berjuang, tetap berdakwah sampai Allah SWT menegakkan kembali khilafah Islam,” tuturnya.

“InsyaAllah kalau kita berpegang teguh kepada agama Islam maka tidak ada satu pun yang bisa memberikan madharat terhadap agama kita, agama Islam,” sambungnya.

Ditambah dengan keberadaan ulama salatin, maka kata Kiai Syamsudin menambahkan, sudah menjadi tugas umat Islam, terutama dalam hal ini para ulama dan tokoh masyarakat mengawal ide khilafah berikut membersihkan fikrah mereka dengan pemikiran Islam yang tinggi dan cemerlang.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *