Pengamat: Australia Banyak ‘Main Belakang’ yang Merugikan Indonesia

 Pengamat: Australia Banyak ‘Main Belakang’ yang Merugikan Indonesia

Mediaumat.id Menanggapi kemesraan yang ditampakkan Perdana Menteri baru Australia Anthony Albanese dengan Presiden Joko Widodo saat kunjungannya ke Istana Kepresidenan (6/6), Pengamat Politik Islam dan Militer Dr Riyan, M.Ag. memberikan pertimbangan bahwa Australia banyak ‘main belakang’ yang merugikan Indonesia.

“Berbagai kebijakan politik yang dilakukan terlepas asal partai dari perdana menterinya, menunjukkan Australia banyak ‘main belakang’ yang merugikan Indonesia,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Kamis (9/6/2022).

Pertimbangan yang dinilai merugikan Indonesia di antaranya adalah terkait isu separatisme di Papua. Australia memberikan penghargaan kepada aktivis yang pro terhadap separatis di Papua. Juga dukungan Australia memfasilitasi penempatan ribuan tentara Amerika di Darwin (wilayah utara Australia) yang sangat dekat dengan Papua.

Lebih parahnya lagi, lanjut Riyan, adalah ketika Timor Timur dilepaskan dari Indonesia pada 1999. “Australia di pihak Amerika yang mendukung lepasnya Timor Timur dari Indonesia,” jelasnya.

Selain itu, isu yang patut diwaspadai yang paling mutakhir adalah terbentuknya Aliansi Amerika-Inggris-Australia (AUKUS) tentang pembuatan kapal selam nuklir.

“Sejalan dengan itu dominasi Amerika di Indo-Pasifik menempatkan Australia sebagai tangan kanan Amerika menghadapi ekspansi Cina,” bebernya.

Menurutnya, kemesraan yang ditampakkan PM Australia dan Presiden Jokowi belum tentu terealisir dalam berbagai kebijakan ke depannya.

“Politik itu ada panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage), yang sering berbeda,” ujar Riyan.

Karena itu, ia mengatakan Indonesia harus mewaspadai dan mengantisipasi bahwa Australia adalah negara proksi Barat, baik Inggris maupun Amerika. Untuk jangka menengah panjang, Indonesia harus terus memperkuat visi kemandirian dan kekuatan pemerintahan, ekonomi, dan militer.

“Dalam Islam ini yang dimaksud untuk menyiapkan segala kondisi yang membuat kekuatan nyata penggentar (deterrence power) sebagai negara semakin tampak. Dan itu akan terjadi secara fundamental, manakala Islam dijadikan sebagai asas baik di dalam negeri maupun dalam hubungan internasional dengan negara lain,” pungkasnya.[] Ade Sunandar

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *