Tokoh Nasinonal dan Mahasiswa Sepakat Menolak Perppu Ormas 2/2017
Narasumber yang hadir dalam diskusi ini adalah Bapak Brigjen (Purn.) Aditiyawarman, Praktisi Hukum Bang Ahmad Khozinudin, SH., sekaligus Ketua Aliansi Advokat Penjaga Islam yang melakukan judicial review di MK, serta Ricky Fattamazaya M, SH. MH., selaku ketua umum PP GEMA Pembebasan. Dilengkapi dengan penanggap dari berbagai kampus yakni Daffa selaku aktivis mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Depok, Muhammad Alauddin Azzam aktivis mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ferry Munthe aktivis mahasiswa Universitas Brawijaya Malang, dan Muhammad Akbar Ali aktivis mahasiswa UHO Kendari. Diskusi ini diikuti 250-an mahasiswa dari lintas aktivis kampus dan gerakan mahasiswa juga tokoh masyarakat.
Diskusi dimulai dengan analisis awal FKMI yang disampaikan oleh moderator Gustar Umam tentang tema “PERPPU Ormas memberangus suara kritis mahasiswa.” Hal ini kemudian dikuatkan oleh aktivis mahasiswa dari berbagai kampus.
Selanjutnya, Azzam Aktivis Mahasiswa UGM menyampaikan,
“PERPPU Ormas, isu radikalisme, dan tafsir tunggal pancasila ini bisa menjadi jalan tol bagi rezim untuk memberangus gerakan mahasiswa Islam.”
Moderator pun beralih menuju Bang Ahmad Khozinudin di panggung utama.
“Menurut saya identitas mahasiswa jangan lagi menjadi agent of change, karena yang namanya agen itu menunggu pesanan. Nah, jangan-jangan kalian menunggu pesanan juga nih. Bahaya sekali apabila pesanan itu dari Asing-Aseng. Maka mahasiswa harus menjadi pengusung perubahan, karena suara mahasiswa cukup kuat menancap di hati rakyat. Karenanya mahasiswa harus menjadi leader of change, pemimpin perubahan !.”
Akbar Ali selaku Aktivis Mahasiswa UHO Kendari menanggapi pernyataan Bang Ahmad.
“Ini juga yang saya khawatirkan, bahwa mahasiswa saat ini dinina bobokan, masih berwifi ria dan selfie. Berkenaan dengan perppu ormas ini bisa menjadi penghalang kemunculan ide dan alat bungkam suara kritis mahasiswa,” jelasnya.
“Perppu ini sangat berbahaya karena dapat menghakimi pemikiran atau ide para aktivis berdasarkan Pasal 59 ayat 3 dan 4. Hal ini terbukti pasca HTI dibubarkan, Pak M. Nasir Menristek Dikti memerintahkan kepada seluruh rektor untuk mendata dosen, karyawan dan mahasiswa yang diindikasi memiliki paham radikal dan bertentangan dengan Pancasila perspektif pemerintah. Maka perppu ini wajib untuk ditolak dengan tegas!,” pungkas Fery.
Mendengar penjelasan-penjelasan mahasiswa, Pak Adityawarman Karim Purnawirawan TNI berkata,
“17 Agustus yang lalu, baru saja kita merayakan hari kemerdekaan, tetapi hakikinya kita belum merdeka karena saat ini negeri kita dalam keadaan neoliberal. Masih banyak seorang bapak yang kebingungan mencari nafkah. Masih banyak seorang ibu yang sulit menanak nasi. Mahasiswa ada dihati rakyat, harus ada perubahan!.”
Diakhir sesi acara, Ricky Fattamazaya menegaskan,
“Di dalam konstitusi, diatur bahwa presiden dapat di-impeachment atau dimakzulkan. Dan itu diatur dalam UUD pasal 7a dan 7b. Syarat pemakzulan antara lain; 1) pengkhiatan terhadap negara; 2) Melakukan korupsi; 3) Melakukan suap; 4) Melakukan pidana berat; 5) Melakukan perbuatan tercela; 6) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. Kedekatan dengan partai komunis dengan cara menyambut sekjen partai komunis Vietnam pada tanggal 23 agustus 2017 dan menyambut partai komunis China pada tanggal 13 April 2016, adalah bukti pengkhianatan terhadap negara. Terlebih ketika ormas Islam, aktivis Islam, ulama, dibubarkan bahkan dikriminalisasi. Melanggar pasal 28 terkait kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Serta pasal 29 tentang menjamin kemerdekaan memeluk agama dan untuk beribadah menurut agamanya masing-masing. Dengan PERPPU ini melanggar dua pasal UUD, sehingga dengan alasan ini Jokowi dapat diimpeachment atau dimakzulkan.”