Sikap Pemerintah kepada UAS Lebih Subyektif Politik Ketimbang Pelayanan
Mediaumat.id – Sikap pemerintah Indonesia terhadap Ustadz Abdul Somad (UAS) yang terkesan lepas tangan pasca dicekal pemerintah Singapura dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar lebih kepada tindakan subyektif politik ketimbang pelayanan terhadap warganya.
“Sikap pemerintah Indonesia terhadap Ustadz Abdul Somad dan Singapura, adalah tindakan subyektif politik ketimbang pelayanan negara pada warganya,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Jum’at (20/5/2022).
Menurutnya, UAS termasuk jajaran ulama yang sampai sekarang tidak bisa dirangkul oleh rezim sebagaimana kelompok dan tokoh Islam lain, dan pandangan politik UAS seringkali membuat kuping rezim merah kepanasan.
“Kondisi ini yang menjadikan pemerintah memainkan strategi stick and carrot. Siapa yang mengusik kekuasaan maka akan digebuk dengan tongkat, atau dibiarkan kesusahan,” jelasnya.
Iwan membeberkan, bahwa sikap pemerintah yang diwakili oleh Menkopolhukam Mahfud MD atau Ngabalin berbeda dengan sikap pemerintah AS di tahun 1994. Kala itu Presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton pernah turun tangan membela seorang anak muda berkewarganegaran AS bernama Michael Fay yang terlibat vandalisme di Singapura.
Fay dijatuhi hukuman enam jilidan tongkat oleh pihak pengadilan Singapura karena terlibat pencurian dan merusak 18 mobil. Kejadian ini diliput luas oleh media massa di AS yang semuanya mengecam tindakan vonis tersebut dan membuat Presiden AS Bill Clinton menekan pemerintah Singapura.
“Peristiwa yang menimbulkan ketegangan politik antar dua negara itu memaksa pemerintah Singapura meringankan vonis untuk remaja itu menjadi hanya empat pukulan,” ungkap Iwan.
“Lalu dimana logika kalau penolakan warga dan perlakuan Singapura terhadap UAS –dan juga banyak WNI lain– dianggap bukan urusan pemerintah di sini?” tanyanya tegas.
Bukan Disegani
Iwan menilai sikap pemerintah tersebut menunjukkan Indonesia bukan negara besar yang disegani tetangga.
“Indonesia juga tunduk pada agenda deradikalisasi dan kontra teroris yang dipaksakan Barat. Indonesia juga tidak seperti AS yang sampai berani membela warganya meski terjerat kasus kriminal,” ungkapnya.
Dalam tinjauan hukum Islam, menurutnya ada dua dosa pemerintah terhadap UAS. Pertama, membiarkan marwahnya dilecehkan sebagai warga negara.
“Sebagai warga negara UAS dan siapa saja berhak mendapatkan perlindungan dari negara. Silahkan bandingkan dengan sikap Bill Clinton terhadap warganya yang melakukan pelanggaran hukum di Singapura,” jelasnya.
Kedua, sebagai Muslim, harusnya UAS mendapatkan pembelaan saat dizalimi oleh pihak asing. Sebagaimana sabda Nabi SAW, “Orang Muslim itu adalah saudara Muslim lainnya, ia tidak boleh berbuat aniaya terhadapnya dan tidak boleh pula membiarkanya disakiti (HR Bukhari).
Menurutnya, negara menurut Islam harus bersikap tegas terhadap negara yang merusak marwah atau berpotensi mengancam kepentingan negara dengan memutuskan hubungan diplomatik pada mereka.
“Negara dalam Islam wajib melindungi setiap warga negaranya, baik yang Muslim maupun non-Muslim tanpa kecuali selama mereka tidak melakukan tindak kriminal,” pungkasnya.[] Ade Sunandar