SPBRS: Ganti Kapitalisme dengan Islam, Wujud Perjuangan Buruh Jangka Panjang

 SPBRS: Ganti Kapitalisme dengan Islam, Wujud Perjuangan Buruh Jangka Panjang

Mediaumat.id – Turut dalam aksi buruh Indonesia May Day Fiesta pada Sabtu (14/5), Ketua Silaturahmi Pekerja Buruh Rindu Surga (SPBRS) Suro Kunto mengatakan, perjuangan jangka panjang kaum buruh semestinya menggeser kapitalisme dengan Islam.

“Jangka panjangnya ini yang penting secara sistem, menggeser sistem kapitalis ini, mengganti dengan sistem Islam,” ujarnya dalam Kabar Petang: Buruh Tolak UU Ciptaker, Senin (16/5/2022) di kanal YouTube Khilafah News.

Maksudnya, selain juga mengapresiasi, ia bersama SPBRS ingin memberikan sumbangsih pemikiran berkaitan dengan problematika perburuhan yang tiap tahun diperjuangkan bukan hanya di negeri ini, tetapi seluruh dunia.

Lantaran itu mengawali pemaparan, ia mengutip satu ayat Al-Qur’an yang artinya, ‘Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri’ (QS ar-Ra’d: 11).

Ditambah ‘Hendaklah ada segolongan umat di antara kalian yang berdakwah. Mengajak kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Itulah mereka orang-orang yang beruntung’ (QS Ali Imran: 104).

Maknanya, meski terkategori jangka pendek, namun tetap saja aksi tersebut menurutnya bagian dari bentuk perjuangan kaum buruh di tengah upaya memperjuangkan nasib mereka saat ini.

Belum lagi menyangkut upah. “Kesejahteraan upah yang didambakan oleh buruh di dalam sistem sekuler kapitalisme itu sebenarnya hanya mimpi yang tak kunjung menjadi nyata,” tuturnya.

Faktanya semakin berganti rezim, berganti pula kebijakan yang semuanya, menurut Suro, hampir tidak berpihak kepada kaum buruh atau rakyat.

Pasalnya, janji politik yang biasanya hadir menjelang pemilu pun hanya sebatas janji yang sering dikhianati. “Kesejahteraan yang dijanjikan pun tak kunjung direalisasikan,” ucapnya.

Maka ia pun tak heran apabila para buruh merasa kebijakan pemerintah dalam dunia perburuhan belum berkorelasi dengan kesejahteraan mereka. Karena beban hidup juga semakin berat.

Tak pelak, mereka pun menuntut kenaikan upah layak yang nantinya harus dipenuhi oleh para pelaku usaha atau pengusaha.

Tanggungjawab Negara

Penting dipahami, terlepas banyak faktor yang mempengaruhi, dalam perspektif hukum Islam, kesejahteraan buruh bukanlah tanggung jawab pengusaha. “Kesejahteraan buruh bukan tanggung jawab pengusaha atau pelaku usaha. Ini yang perlu digarisbawahi,” tekannya.

“Tetapi merupakan dalam hal ini adalah tanggung jawab negara terhadap rakyatnya,” sambungnya.

Menurutnya, kendati terdengar agak janggal, namun begitulah tuntunan Islam yang harus dipahami oleh rakyat, terutama para buruh.

Lebih-lebih kedudukan pengusaha atau pelaku usaha pada hakikatnya bukanlah penguasa tetapi sebagai rakyat. “Rakyat dan pengusaha ini sama-sama rakyatnya, bukan penguasa yang mana memiliki kekuasaan dan wewenang untuk mengatur, riayah rakyat,” jelasnya.

Sehingga, tekannya lagi, kesejahteraan rakyat termasuk di dalamnya pengusaha dan buruh adalah tanggung jawab negara.

Lebih jauh, tambah Ketua SPBRS dari Surabaya tersebut, problem perburuhan yang terus muncul itu adalah akibat dari sistem kebebasan dalam berkepemilikan harta dan bekerja, sebagai pilar kapitalisme yang diadopsi negara.

“Dengan kebebasan ini, seorang pengusaha yang senantiasa berorientasi keuntungan itu dianggap sah mengeksploitasi tenaga buruh,” terangnya.

“Dengan kebebasan ini pula itu kaum buruh diberi ruang kebebasan mengekspresikan tuntutannya agar meningkatkan kesejahteraan dengan berjuang memanfaatkan serikat pekerja,” sebutnya dengan menambahkan bahwa hal itu yang menyebabkan konflik antara buruh dengan pengusaha bakal terus terjadi.

Upah Minimum

Artinya, yang mendasari terjadinya konflik pengusaha dan buruh adalah penggunaan tolok ukur yang menurutnya salah, yakni living cost atau biaya hidup terendah dengan istilah upah minimum untuk menentukan besaran upah buruh.

Sehingga para buruh hanya mendapatkan sesuatu yang minimum sekadar mempertahankan hidup mereka. “Dengan kata lain maka buruh ini tidak mendapatkan gaji mereka yang sesungguhnya,” tukasnya.

Padahal istilah upah di dalam Islam, kata Suro, memiliki aturan khas yang harus diterapkan. Serta pada hakikatnya menjadi hak pekerja yang telah menunaikan pekerjaannya.

Dari Abdullah bin Umar ia berkata, ‘Rasulullah SAW bersabda: Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya’ (HR Ibnu Majah dan at-Thabrani).

Dengan catatan, besaran upah harus mencukupi kebutuhan pokok manusia yaitu sandang, pangan dan papan. “Inilah yang kemudian sangat diperhatikan di dalam satu sistem yang mulia yaitu sistem Islam,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *