Ustaz Labib: Dalam Pernikahan, Urusan Agama yang Terpenting
Mediaumat.id – Menanggapi pernikahan beda agama, Ulama Aswaja KH Rokhmat S Labib (Ustaz Labib) menyatakan bahwa dalam pernikahan, yang sangat dipentingkan adalah urusan agama.
“Dalam pernikahan itu, yang sangat dipentingkan adalah urusan agama,” tuturnya dalam acara Kajian Online: Kajian Tafsir al Wa’ie, Al-Quran Bicara Nikah Beda Agama, Rabu (23/3/2022) di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.
Ia menjelaskan di dalam QS al-Baqarah ayat 221 disebutkan wa lau a’jabatkum. “Meski a’jabatkum, jadi si perempuan musyrikah itu memesona kamu, membuat kamu takjub, suka, terkagum-kagum, bisa dari fisiknya cantik mungkin, mungkin dari segi kecerdasannya, mungkin dari sisi kedudukan, pangkat, atau nasab, dan segala macamnya, tetapi jika dia musyrikah, maka semua itu tidak boleh membuat kita atau kaum Muslim atau laki-laki Muslim untuk menikahi mereka (perempuan musyrikah). Sebab apa? Sebab mereka adalah wanita musyrikah yang bahkan dibandingkan dengan budak yang mukminah pun dia sudah kalah,” bebernya.
“Wa laa tankihuu almusyrikaati hatta yu’minuu wa laa aamatun mukminatun khairun min musyrikatin. Itu adalah laki-laki Muslim menikahi wanita musyrikah,” tambahnya.
Sebaliknya, kata Ustaz Labib, perempuan yang Muslimah menikah atau dinikahi oleh laki-laki musyrik, maka dijelaskan di dalam ayat berikutnya wa laa tunkihuu al musyrikiina. “Nah, agak beda. Kalau tadi yang pertama wa laa tankihuu jangan kamu nikahi, berarti membutuhkan satu maf’ul bih, satu objek yakni musyrikaah. Jangan kamu nikahi perempuan-perempuan musyrikah. Kalau wa laa tunkihuu al musyrikiin, jangan kamu nikahkan, siapa yang dinikahkan tidak disebutkan, maknanya adalah jangan kamu nikahkan wanita-wanita Muslimah dengan musyrikiin (laki-laki musyrik),” paparnya.
Maka karena itu, lanjutnya, yang menikahkan adalah walinya. “Jangan kamu nikahkan anakmu, jangan kamu nikahkan orang-orang yang menjadi tanggunganmu itu, perempuan yang menjadi tanggunganmu itu dengan laki-laki musyrik (musyrikin),” terangnya.
“Lalu kemudian diberikan kalimat yang sama hatta yu’minuu, sampai laki-laki musyrik itu mau beriman. Berarti tidak ada alasan apa pun kebolehan mereka dinikahi, kecuali satu, yakni mereka berubah menjadi mukmin. Tatkala mereka tidak berubah menjadi mukmin, maka status mereka tetap haram untuk dinikahkan atau perempuan Muslimah dinikahkan pada mereka,” tegasnya.
“Dan lalu disebutkan sebagaimana dalam yang disebutkan sebelumnya, wala ‘abdun mukminun khairun min musyrikiin, dan sungguh wal ‘abdu lam ibtida di sini, dan sungguh ‘abdun ini, mamluk dia, budak laki-laki disifati dengan kata mukmin. Dan sungguh, budak mukmin, budak yang mau beriman kepada Allah, khairun, lebih baik min musyrik daripada laki-laki musyrik, walau a’jabakum meski laki-laki musyrik itu memesona kalian, membuat kamu senang, tertarik, mungkin fisiknya tampan, gagah perkasa, mungkin kecerdasannya, mungkin kedudukannya, mungkin nasab dan segala macamnya,” jelasnya.
“Semua itu tidak boleh membuat tertarik kepada mereka, lalu kemudian menikahkan wanita Muslimah dengan mereka, bahkan dikatakan di sini, dibandingkan dengan laki-laki yang laki-laki itu ‘abdun, ketika dia mukmin, lebih baik daripada mereka,” tandasnya.
Ajak ke Neraka
Ustaz Labib juga memaparkan alasan mengapa laki-laki Muslim tidak boleh menikahi perempuan musyrikah, dan juga sebaliknya tidak boleh menikahkan perempuan Muslimah dengan laki-laki musyrik.
“Yang sangat penting, mengapa mereka, mengapa laki-laki Muslim tidak boleh menikahi perempuan musyrikah, demikian juga, tidak boleh menikahkan perempuan Muslimah dengan laki-laki musyrik, disebutkan dalam ayat ini ‘ulaaika yad’uuna ila annaar,’ mereka semua itu mengajak pada neraka, jadi mereka mengajak kepada neraka,” jelasnya.
Tentulah yang dimaksud ayat ini, kata Ustaz Labib, bukan mereka secara vulgar mengatakan, “mari kita masuk neraka,” sebab tentu mereka tidak akan mengatakan demikian. “Mungkin mereka akan mengajak suaminya, atau mengajak istrinya, untuk mengikuti agama mereka, dan agama mereka itu jelas akan menghantarkan pelakunya kepada neraka,” tandasnya.
“Oleh karena itu, disebutkan yad’uuna ila annaari, yakni mengajak kepada neraka, mengajak kepada agama, kepercayaan, syariat, dan segala macamnya yang itu mengantarkan pelakunya kepada neraka, ulaaika yad’uuna ila annari,” pungkasnya.[] ‘Aziimatul Azka