Lebih dari Abraham Moses yang Verbal, UIY Jabarkan Bahaya Penistaan Substansial
Mediaumat.id – Selain penistaan Islam secara verbal seperti yang dilakukan Abraham Moses dan yang lainnya sebelum itu, Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menjabarkan bahaya dari penistaan Islam yang bersifat substansial.
“Penistaan substansial ini sama bahayanya juga dengan penistaan verbal,” ujarnya dalam Diskusi Online: 300 Ayat Al-Qur’an Minta Dihapus, Ngajak Perang? Ahad (20/3/2022) di kanal YouTube Media Umat.
Sebagai perbandingan, terang UIY, dari suatu penistaan Islam secara verbal, bakal ketahuan subjek yang melakukan. Bahkan apa yang diomongkan, bisa langsung ditangkap oleh umat awam sekalipun.
Namun terkait penistaan substansial, yakni ketika Islam tidak difungsikan sebagai agama yang mengatur kehidupan manusia, dengan kata lain, syariatnya diabaikan atau malah ditinggalkan, ujar UIY, efeknya justru sangat luas dan menjadi sesuatu yang sangat kompleks.
Artinya, kata UIY, agama Islam itu memang hendak diatur. “Dipilih-pilih mana yang boleh mana yang tidak boleh, mana yang boleh masuk di dalam kurikulum mana yang tidak, itu kan ini hari ini terjadi,” misalnya.
Padahal, tujuan Islam diturunkan oleh Allah SWT adalah untuk mengatur seluruh kehidupan di dunia. “Tetapi ini hari, agamanya mau diatur di dalam apa yang disebut dengan istilah moderatlah, kamu jangan menyampaikan hal-hal yang radikallah,” ungkapnya.
Menurut UIY, di saat Islam tidak difungsikan sebagai pemecah problem kehidupan atau ketika masyarakat maupun negara menggunakan sesuatu yang bukan berasal dari agama, maka alih-alih suatu persoalan bisa terselesaikan, yang ada justru menimbulkan masalah baru, sebagaimana kemelut yang akhir-akhir ini terjadi.
Sebutlah kelangkaan batu bara. “Bagaimana mungkin negara penghasil batu bara terbesar nomor dua atau nomor tiga setelah Cina dan India itu bisa, PLTU atau pembangkit listrik di dalam negeri itu terancam berhenti oleh karena kekurangan batu bara,” bebernya.
Aktualnya, bukan karena pasokan bahan tambang dimaksud tidak tersedia, tetapi karena memang sudah dikendalikan oleh oligarki. “Bukan karena tidak ada tetapi dilarikan untuk ekspor. Kenapa dilarikan untuk ekspor? Karena negara sudah tidak punya kendali. Kenapa tidak punya kendali? Karena semua sudah dikendalikan oleh oligarki,” runtutnya.
Begitu pun dengan krisis kebutuhan bahan pokok jenis minyak goreng yang menurut UIY, negara juga hampir tidak punya kendali. Malah seperti diberitakan, menteri perdagangan telah berterus terang mengatakan, sudah tidak bisa lagi melawan mafia minyak goreng.
Meskipun belakangan pernyataan itu diralat dengan pernyataan akan segera mengumumkan mafia perdagangan minyak goreng sebagai tersangka.
Gagal
“Ini menunjukkan bahwa negara telah gagal menjalankan fungsinya,” tegasnya dengan memaparkan, bahwa terkait kelangkaan minyak goreng bukan sekadar permasalahan di distribusinya tetapi juga sektor produksi.
Hal itu bukanlah tanpa dasar, sebab negara ini memang tidak diatur dengan sesuatu yang benar. “Dia diatur dengan sesuatu yang bukan berasal dari Dzat yang Mahabenar,” tegas UIY lagi.
Di antaranya, penerapan sistem ekonomi yang kapitalistik sampai sikap beragama yang sinkretistik. Maka ia tak heran, dengan dalih toleransi muncul kemudian salam semua agama hingga peruntukan tempat ibadah yang tidak bagi umat Islam saja.
“Ini adalah penistaan yang substansial yang saya kira umat harus melihat sampai ke sana,” tuturnya dengan berharap penistaan substansial ini sebagaimana penistaan verbal harus dihentikan.
Alasannya, kata UIY, apabila tidak segera dihentikan, agama Islam bisa kehilangan marwah serta kerahmatan yang dijanjikan Allah SWT.
Lantas terkait itu, ia pun mengibaratkan orang sakit yang sudah ada obatnya, tetapi tidak pernah dipakai. “Mana bakal sembuh sakit kita. Yang terjadi kita bertambah sakit,” singgungnya terhadap kondisi umum umat Islam saat ini.
Maksudnya, bukan karena Islam yang salah, tetapi umat sendiri yang tidak memakai agama itu.
Oleh karena itu, analogi tersebut penting disampaikan kepada umat untuk membangun ikhtiar agar bisa menghentikan penistaan verbal maupun penistaan substansial dimaksud.
Pun agar nantinya kehidupan masyarakat dan negara ini bisa mengarah atau berjalan kepada arah yang benar, yaitu arah yang diridhai Allah SWT. “Karena di sana ada rahmatan lil alamin,” ujarnya.
Abraham Moses
Juga menjadi hal sama ketika penistaan agama semacam yang dilakukan Abraham Moses dan yang lainnya dibiarkan. “Ini hal yang saya kira akan terus berlanjut jikalau tidak ada upaya perbaikan, penghentian dengan jelas dan tegas terhadap fenomena-fenomena semacam Abraham Moses itu,” khawatirnya.
Terlebih, ini juga sangat berbahaya. “Umat Islam itu, itu dia punya kadar toleransi. Toleransi dalam arti apakah kadar batas untuk dia bisa menerima itu pasti ada. Pasti ada di situ,” tukasnya.
Ujungnya ketika sudah melewati batas, UIY menilai pasti ada sesuatu yang mungkin umat akan terkejut dengan reaksi yang bakalan muncul. “Orang kalau sudah disentuh titik-titik yang sangat esensial dari kehormatan seorang Muslim, agama, Al-Qur’an, nabi, Allah, dsb. itu, dia bisa bertindak apa pun,” imbuhnya.
Mungkin saja dia tidak salat misalnya. Tetapi kalau sudah bicara tentang kehormatan atau harga diri sebagai seorang Muslim, dia bisa berbuat apapun. “Pemerintah itu harusnya, tangkap! Ini telah menista agama. Mesti tegas seperti itu,” selanya.
“Sebab sekali lagi, jika kekuasaan itu tidak berfungsi (menjaga agama), maka street justice akan berjalan, akan menemukan jalannya. Karena keadilan itu tidak pernah bisa dihentikan,” pungkasnya.[] Zainul Krian