Entitas Yahudi Manfaatkan Kejadian di Eropa Timur untuk Wujudkan Kepentingannya, Umat Islam Kehilangan Kesempatan untuk Membebaskan Palestina!
Perdana Menteri entitas Yahudi, Naftali Bennett, hanya mengatakan hari ini, Ahad (6/3), dalam sebuah tweetnya, setelah kembali dari kunjungan rahasianya ke Eropa, “Tidak lebih indah daripada berada di rumah, tidak lebih indah daripada berada di (Israel) selama seminggu yang baik.” Bennett telah bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kremlin pada hari Sabtu (5/3) selama tiga jam, serta berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky via telepon, dan kemudian menuju ke Jerman untuk membahas perang di Ukraina. Sementara itu, seorang pejabat Israel mengatakan bahwa Bennett mengoordinasikan upayanya dalam krisis dengan Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman.
Kunjungan Bennett ke Putin terjadi setelah Zelensky, seorang Yahudi, yang memiliki keluarga di Israel, dipanggil untuk menengahi krisis tersebut, menurut BBC. Bennett melakukan perjalanan pada hari Sabtu (5/3), yang merupakan hari libur bagi mereka, dengan mengggunakan pesawat pribadi untuk Mossad, bukan pesawat kepresidenan, didampingi sejumlah pejabat dan menteri, termasuk Menteri Perumahan Zeev Elkin, Penasihat Keamanan Nasional dan Direktur Dewan Keamanan Nasional Dr. Eyal Hulata, Penasihat Diplomatik Shimrit Meir dan Juru Bicara Perdana Menteri, Matan Sidi, hal ini menandakan pentingnya kunjungan Bennett.
Realitas entitas Yahudi di kancah internasional dan dalam konstelasi internasional tidak jauh lebih baik dari Ukraina dalam hal pengaruh dan pesaing negara pertama. Entitas Yahudi adalah basis terdepan untuk Barat dan alat di tangan mereka untuk menghancurkan negara-negara Muslim, serta mencegah kebangkitan dan persatuan mereka. Entitas Yahudi bukan negara pesaing maupun negara besar, jadi kurang diperhitungkan jika menjadi penengah dalam menyelesaikan konflik di Eropa. Entitas Yahudi hanya bisa bergerak dalam ruang yang diperbolehkan oleh Amerika untuk kepentingan kebijakannya. Oleh karena itu, sudah dilakukan koordinasi dengan Amerika sebelum melakukan kunjungan.
Meski demikian, entitas Yahudi tidak melewatkan kesempatan dan berusaha untuk mencapai kepentingannya di tengah krisis ini, terutama yang terkait dengan izin orang-orang Yahudi Rusia dan Ukraina untuk berimigrasi ke entitas Yahudi—dimana jumlah mereka lebih dari seperempat juta—sehingga ini akan mempengaruhi perjanjian Wina baru—perjanjian nuklir—yang seharusnya segera ditandatangani antara Amerika dan Iran, dimediasi oleh Eropa, Rusia dan Cina, serta kelanjutan koordinasi dengan Rusia di wilayah Suriah dan munculnya negara berpengaruh, juga isu-isu eksternal dan internal lainnya, sesuai dengan apa yang diungkapkan dari kunjungan tersebut.
Sungguh sangat menyakitkan bahwa kita menemukan entitas Yahudi bergerak di bawah situasi internasional ini untuk membawa lebih banyak keanehan ke tanah yang diberkati dan memperkuat posisinya di wilayah tersebut. Sementara kita menemukan umat Islam tidak memiliki negara yang dapat mempengaruhi politik internasional dan konstelasi internasional, maupun pemimpin yang menggerakkan pasukan dan memanfaatkan keadaan ini untuk membebaskan Palestina dan mencabut entitas Yahudi dari akarnya, sebab dalam situasi seperti ini akan menjadi perkara yang mudah dan gampang terutama di tengah konflik serta buasnya kapitalisme yang begitu mengagungkan keuntungan (profit) dalam mengambil sikap. Jika mereka menemukan bahwa berdiri bersama entitas Yahudi dalam peperangan melawan umat Islam, akan mengancam kepentingan mereka dan menyebabkan kerugian bagi mereka, maka mereka mungkin saja meninggalkan entitas Yahudi menghadapi nasib Ukraina sekarang! Akankah umat dan panglima tentara memanfaatkan keadaan ini untuk merebut kembali Palestina dari cakar Barat dan mengembalikannya ke pangkuan umat Islam, serta mengembalikannya sebagai permata mahkota kaum Muslim? (pal-tahrir.info, 7/3/2022)