BNPT Keluarkan Ciri Penceramah Radikal, Berpotensi Ciptakan Negara Otoritarian
Mediaumat.id – Pernyataan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid mengenai sejumlah ciri penceramah radikal dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar berpotensi menciptakan negara otoritarian.
“Pernyataan BNPT juga berpotensi mengarahkan negara ini menuju otoritarian dengan menyebut ciri-ciri kaum radikal itu adalah menanamkan ketidakpercayaan, kebencian, antipati terhadap pemerintah,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Senin (7/3/2022)
Ia juga menyatakan klasifikasi BNPT ini malah berbahaya. “Berbahaya bagi ajaran Islam dan umat Islam, juga bahaya bagi negeri karena malah bisa digunakan untuk men-drive kekuasaan menuju otoritarian dengan dalih melawan radikalisme,” tegasnya.
Untuk mendukung pernyataannya tersebut, Iwan mengemukakan dua alasan. Pertama, dalam Islam ada kewajiban amar ma’ruf nahi munkar. Seorang Muslim malah berdosa kalau berdiam diri terhadap kemunkaran. Ini tidak bisa disebut radikal, karena memang kewajiban dari Allah SWT.
“Begitu pula soal anti budaya dan anti kearifan lokal sebagai ciri radikalis ini pernyataan abu-abu. Kalau BNPT awam terhadap ajaran Islam semestinya tidak membuat pernyataan seperti itu. Karena itu sama artinya ingin mengganti ajaran Islam dengan budaya. Padahal untuk kaum Muslim bila ada benturan antara budaya dengan ajaran Islam, maka wajib mempertahankan nilai agama,” paparnya.
Ia memisalkan, miras itu tetap haram sekalipun bila ada satu daerah membudayakan miras. Atau, Islam mengharamkan perbuatan syirik sekalipun ada sebagian daerah misalnya biasa dengan sesaji, dan lain sebagainya. “Menyebut itu sebagai ciri ajaran radikal sama saja menganggap Al-Qur’an dan as-Sunnah itu radikal,” tegasnya.
Kedua, pernyataan ini bisa bersifat politis dan hendak membungkam nalar kritis publik. “Ini bukan menanamkan ketidakpercayaan pada pemerintah, justru banyak kebijakan pemerintah itu sendiri yang membuat rakyat hilang kepercayaan,” jelasnya.
Iwan menilai, soal pelemahan KPK, naiknya kekayaan pejabat negara di tengah pandemi saat rakyat banyak hilang penghasilan, bisnis PCR pejabat, pengesahan UU IKN, UU Omnibus Law, UU Minerba, krisis sembako seperti minyak goreng, kedelai, daging tambah lagi harga gas 5,5 kg dan 12 kg. “Pernyataan BNPT seperti menyalahkan publik yang kritis pada pemerintah. Seperti kata pepatah, buruk muka cermin dibelah,” ujarnya.
Menurutnya, secara strategis, penjelasan BNPT itu sengaja dirilis untuk bisa memukul lebih banyak lagi tokoh-tokoh dan ormas Islam yang kritis. Sambil mengokohkan kekuasaan yang padahal sudah banyak kehilangan legitimasi di mata rakyat.[] Willy Waliah