Ustaz Labib: Kemajuan Teknologi Bukan Milik Ideologi Tertentu

 Ustaz Labib: Kemajuan Teknologi Bukan Milik Ideologi Tertentu

Mediaumat.id – Terkait klaim bahwa selama kurun abad ini kemajuan fisik di bidang teknologi lebih maju dibanding pada saat umat Islam berjaya dulu, Ulama Aswaja sekaligus penulis kitab Tafsir al-Wa’ie KH Rokhmat S. Labib menegaskan bahwa kemajuan teknologi bukan milik ideologi tertentu.

“Sebenarnya kemajuan teknologi bukan merupakan milik ideologi tertentu. Kalau kata orang itu keberhasilan kapitalisme, pada saat yang sama sosialisme juga bisa membangun teknologi,” tuturnya dalam Collaboration Talkshow, puncak rangkaian Ekspo Rajab 1443 H: Ambruknya Kapitalisme, Tegaknya Peradaban Islam, hari ketujuh yang dilakukan secara daring dan luring, Ahad (27/2/2022).

Menurut Ustaz Labib, panggilan akrabnya, Islam saat berkuasa dulu juga punya teknologi, saat Barat belum menjadi apa-apa. “Bahkan berkembangnya teknologi Barat saat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuannya muncul dari ulama Islam dahulu,” tegasnya.

Ia menilai, kemajuan saintek bukan merupakan sesuatu yang khas milik atau bersumber dari satu ideologi tertentu. “Tapi ini bisa terjadi pada bangsa mana saja, negara mana saja, dengan ideologi apa saja. Sehingga tidak bisa diklaim bahwa kemajuan saintek hari ini merupakan kemajuan dari ideologi kapitalisme,” jelasnya.

Ustaz Labib menilai, kemajuan saintek justru tidak diiringi dengan kebahagiaan orang yang memakainya. “Kenyataannya tidak selalu seirama antara kemajuan teknologi dengan penduduknya yang bahagia,” ungkapnya.

Ia melihat, ternyata angka bunuh diri di negara-negara sekuler itu justru tinggi. Amerika, Jepang dan beberapa negara lain. “Puncaknya kesedihan itu bunuh diri karena kehilangan harapan untuk berbahagia. Kalau dia masih punya harapan bahagia, enggak akan bunuh diri,” tegasnya.

“Itu menunjukkan bahwa sebenarnya kemajuan teknologi itu enggak serta-merta membuat penduduk dan penghuninya itu menjadi bahagia,” tambahnya.

Ustaz Labib menilai, mengukur kebaikan atau keburukan satu bangsa atau satu kaum tidak bisa dilihat pada kemajuan teknologinya atau kemajuan materialnya.

“Kalau kita bicara tentang kemajuan ekonomi dan saintek Barat, sebenarnya sebagian besar harta mereka yang mereka gunakan untuk membangun, hasil merampok dan menjajah dari negara-negara yang terjajah,” terangnya.

Menurutnya, Belanda bisa membangun itu hasil dari 350 tahun menjajah. “Amerika sekarang bisa kaya raya, menjadi adi kuasa, karena mengambil tambang-tambang emas, tambang-tambang minyak mereka angkut semua. Di Afrika negara-negara yang sudah miskin, menjadi semakin miskin dan menderita akibat kerakusan dan kejahatan para penjajah itu,” bebernya.

Justru, kata Ustaz Labib, untuk mengukur kemajuan satu bangsa itu yang paling penting adalah perilakunya. “Bagaimana perilaku Barat? Apakah berperilaku baik atau jahat? Amerika yang disebut sebagai kampiun demokrasi, kampiun HAM, memerangi Afghanistan, memerangi Irak. Berapa juta orang jadi korban? Demikian pun Perancis dan negara-negara Eropa lain termasuk Inggris, semua sama,” bebernya.

Ia menegaskan, kebaikan sebuah ideologi tidak boleh dilihat pada yang sifatnya fisik, tetapi justru perilaku, tindak tanduk dan hasil yang mereka lakukan terhadap umat manusia.

“Perbuatan itu dikatakan baik manakala perbuatan itu mengikuti aturan-aturan Sang Pencipta, yang menjadi Pemilik langit dan bumi. Ketika Allah menentukan ini baik, ini buruk, ini halal, ini haram, kemudian ia mengikuti, maka dia itu menjadi orang yang terbaik,” jelasnya.

Dalam Al-Qur’an surah al-Bayyinah, lanjut Ustaz Labib, Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman dan beramal shalih yaitu mengamalkan syariat Islam, mengamalkan hukum-hukum Allah SWT maka orang itu sebaik-baik makhluk. “Sebaliknya ketika manusia ingkar termasuk ingkar untuk berhukum pada hukum Allah, dia adalah seburuk-buruk makhluk,” ungkapnya.

“Ketika orang tidak mau tunduk kepada Allah SWT, berarti tunduk pada hawa nafsu. Maka yang baik adalah yang mengenakkan, hedonisme. Maka yang baik adalah yang menguntungkan. Itulah paham materialisme. Ini kan paham yang dikembangkan Barat. Aturan mereka bukan lagi syariah tetapi akal dan hawa nafsu,” paparnya.

Kalau masih individu, lanjutnya, mungkin kerusakan hanya tingkat individu. Menjadi masalah kalau itu menjadi pedoman bagi negara. “Negara dalam mengatur urusan rakyatnya tidak mau terikat dengan hukum Allah SWT. Ia hanya berpatokan kepada akal dan hawa nafsunya, maka negara itu tak ubahnya adalah negara yang buruk dan menciptakan keburukan,” tegasnya.

Jadi, melihat Barat, menurut Ustaz Labib, jangan hanya melihat kemajuan sainteknya. Bagaimana kemunduran peradaban Barat sampai mengalahkan hewan. Buktinya anjing jantan itu tidak pernah mengejar anjing jantan kecuali untuk bertengkar. Tapi Barat melakukan itu (homoseksual). Berarti Barat lebih buruk, lebih bodoh ketimbang anjing. Ini menunjukkan betapa rendahnya peradaban mereka, mengalahkan binatang ternak.

“Inilah akibat sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan. Ketika khilafah tidak ada, hal itulah yang sekarang terjadi. Di negara-negara Barat, termasuk di negeri kaum Muslim sama modelnya, sekularisme. Agama tidak boleh mencampuri urusan peraturan dan perundang-undangan,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *