Cendekiawan Muslim Ini Jelaskan Sejarah Gelap Lahirnya Kapitalisme
Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim KH Hafidz Abdurrahman menceritakan sejarah kelahiran kapitalisme. “Berbicara konteks keburukan kapitalisme kita tidak bisa melepaskan sejarah gelap yang melahirkan kapitalisme,” ujarnya dalam Kelas Eksekutif Bedah Kapitalisme Ekspo Rajab 1443 H yang diadakan secara daring, Selasa (22/2/2022).
Lahirnya pemikiran tersebut, ungkapnya, tidak bisa dilepaskan dari pergulatan orang-orang Barat setelah Abad Kegelapan. “Karena itu, inilah yang akhirnya melahirkan jalan tengah, maka kapitalisme ini sebenarnya dibangun dari kerangka jalan tengah itu. Nah, sebenarnya kalau kita tarik lebih jauh lagi ke belakang karena perdebatan ini, melibatkan perdebatan panjang antara akal dan wahyu,” ungkapnya.
Menurutnya, apabila melihat antara filsafat dan bagaimana munculnya itu boleh dikatakan sebagai induk dari pemikiran yang juga menjadi dasar kapitalisme. “Jadi filsafat itu sebenarnya secara bahasa bisa kita artikan sebagai mahabbatu al-hikmah, atau mencintai hikmah, kebijaksanaan, hikmah itu mereka bagi dua ada yang disebut sebagai hikmah ilmiah, dan hikmah amaliah,” jelasnya.
Hikmah ilmiah itu adalah hikmah yang terkait kebijakan, cara mereka mengetahui kebenaran, sedangkan hikmah amaliah itu adalah kebijaksanaan yang melaksanakan kebaikan. “Itu sebenarnya yang dibahas oleh para filsuf,” katanya.
Namun, pencarian atau pembahasan filsafat ini tidak menggunakan wahyu, yang pada akhirnya mereka hanya memakai akal, dan ini juga yang nanti membedakan filsafat dan agama.
“Ketika kita bicara dalam konteks ini, maka ketika Islam datang dengan wahyu itu jelas sekali posisi Islam itu, karena Islam itu memberikan kita semua. Nah, pada saat terjadi konflik antara filsafat dan Kristen pada akhirnya Romawi melihat itu dan berujung pada pemikiran bahwa agama itu tidak boleh mengatur urusan dunia. Inilah yang menjadi dasar dan akhirnya melahirkan kapitalisme,” ungkapnya.
Ia menambahkan, yang menjadi problem adalah mereka yang menggunakan akal namun mereka belum bisa merumuskan apa itu akal, hingga akhirnya di Barat kembali terjadi perdebatan di antara mereka, dan berujung lahirnya dua gerakan, rasionalisme dan empirisme. Yang satu menggunakan akal satu lagi mengandalkan realitas.
“Ini juga berbeda dengan Islam, karena Islam memiliki konsep yang jelas tentang akal,” pungkasnya.[] Fatih Solahuddin