Jokowi Sebut akan Tumbuhkan Kembali Hutan Bekas Area Tambang, IJM: Gimik Tak Punya Hati

 Jokowi Sebut akan Tumbuhkan Kembali Hutan Bekas Area Tambang, IJM: Gimik Tak Punya Hati

Mediaumat.id – Pernyataan Presiden Jokowi yang mengakui kerusakan lingkungan di sekitar sungai di Kalimantan akibat aktivitas pertambangan dan perkebunan, serta mengatakan pemerintah akan menumbuhkan kembali hutan-hutan di bekas area tambang, dinilai hanyalah gimik tak punya hati.

“Kata-kata Jokowi ini saya duga hanyalah gimik tak punya hati di tengah kritik tajam pada bencana alam terutama banjir di Kalimantan Barat dan beberapa daerah lainnya akibat deforestasi ugal-ugalan,” ujar Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana kepada Mediaumat.id, Kamis (09/11/2021).

Sebagaimana disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (8/12), pengakuan itu Jokowi sampaikan saat mengunjungi Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, setelah empat pekan daerah tersebut terendam banjir.

Namun, sebagai presiden, lanjutnya, setidaknya Jokowi tak sekadar mengeluarkan kata-kata layaknya akademisi atau aktivis. Tetapi harus menggunakan seluruh alat kekuasaan melakukan tindakan nyata, strategis dan berani terkait penanganan kerusakan hutan.

Di antaranya, meninjau ulang serta mencabut seluruh izin usaha pertambangan, perkebunan, hutan tanaman industri (HTI) maupun hak pengusahaan hutan (HPH).

Kemudian mengembalikan sumber daya alam kepada rakyat, yang secara kepemilikan, memang sumber daya alam termasuk di dalamnya air dan hutan adalah milik rakyat secara umum.

Tak hanya sumber daya alam, tetapi daya dukung lingkungan pun harus diwujudkan. “Mengembalikan daya dukung lingkungan sehingga akan berdampak positif pada keberlanjutan kehidupan rakyat secara luas,” urainya.

Langkah strategis berikutnya adalah pengelolaan sumber daya alam, khususnya sumber daya air dengan tetap menjaga keseimbangan yang serius antara fungsi ekologi, ekonomi dan sosial.

Tak Yakin

Sayangnya, dari semua langkah strategis itu, Agung tak yakin Jokowi akan berani melaksanakannya. Sebab sangat besar kemungkinan, mengganggu kepentingan para oligarki, yang ia duga kuat, sebagai pemilik banyak konsesi, baik pertambangan, perkebunan sawit, HTI maupun HPH.

Apalagi, di dalam Omnibus Law atau UU No. 11 Tahun 2010 pasal 36 angka 2, telah menghilangkan pasal 18 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. “Ketentuan yang dihapus yakni terkait kewajiban pemerintah menetapkan dan mempertahankan luas kawasan hutan minimal 30 persen dari luas daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional,” ungkap Agung.

Dengan dihilangkan poin penting tersebut, ia menegaskan bahwa Jokowi beserta DPR telah memberikan peluang pada para oligarki untuk menambah deforestasi yang secara tidak langsung makin merusak lingkungan.

Tidak itu saja, Agung juga menduga kuat para oligarki itulah akhirnya yang mengendalikan perekonomian, perpolitikan serta arah penegakan hukum di negeri ini. “Termasuk para oligarki inilah yang diduga kuat berada di balik setiap kontestasi politik pemilihan presiden, wakil rakyat maupun kepala daerah,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *