Direktur Pamong Institute: Hijrah adalah Berpindahnya Pemerintahan dari Buruk Menjadi Baik

 Direktur Pamong Institute: Hijrah adalah Berpindahnya Pemerintahan dari Buruk Menjadi Baik

Mediaumat.news – Memaknai hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, menurut Direktur Pamong Institute Wahyudi al Maroky adalah berpindahnya pemerintahan dari buruk menjadi baik.

“Bagaimana jika hijrah itu dimaknai sebagai berpindahnya pemerintahan dari yang buruk menjadi baik? Kira-kira seberapa besar dampaknya bagi individu dan masyarakat? Apakah individu dan masyarakatnya juga akan ikut jadi lebih baik?” ujarnya kepada Mediaumat.news, Senin (16/8/2021).

Wahyudi mengatakan, hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW yaitu berpindahnya dari Makkah yang saat itu merupakan darul kufur ke Madinah yang kemudian menjadi darul Islam sekaligus hijrah dari peradaban jahiliah di Makkah kepada peradaban baru yang lebih baik dan modern di Madinah.

Tiga Kebijakan Penting

Ia menyebut, ada tiga kebijakan penting yang diambil Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa hijrah saat itu.

Pertama, Rasulullah SAW membangun pusat peradaban. Beliau Rasulullah SAW tidak membangun istana, tapi membangun pusat peradaban dengan mendirikan Masjid Nabawi. Masjid itulah yang kemudian menjadi pusat kepemimpinan pemerintahan Nabi Muhammad SAW. Sekaligus sebagai pusat ibadah, pusat pembinaan masyarakat, pusat penyelesaian masalah sosial juga pusat ibu kota pemerintahan. Rasulullah SAW tidak memisahkan urusan ibadah dan urusan pemerintahan, sebab mengurus pemerintahan merupakan bagian dari ibadah yang bisa mendapat pahala amal shalih.

“Ini berbeda dengan zaman now yang melakukan sekulerisasi, yakni memisahkan urusan ibadah dengan urusan pemerintahan,” ucap Wahyudi.

Wahyudi mengatakan, bahkan ketika Rasulullah SAW wafat tidak mewariskan istana yang megah, tapi mewariskan peradaban agung dengan sistem kepemimpinan yang unik.

Wahyudi menjelaskan, sistem kepemimpinan yang dibangun Rasulullah ini berbeda dengan otokrasi yang menjadikan penentu benar dan salah ada pada seorang raja. Juga berbeda dengan demokrasi yang menjadikan penentu benar dan salah ada pada orang banyak melalui wakil rakyat. Tapi sistem pemerintahan yang menjadikan penentu benar dan salah, baik dan buruk dikembalikan kepada aturan Allah sang pencipta semesta alam.

“Itulah sebabnya kepemimpinan Beliau SAW dilanjutkan oleh para sahabat, Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, dan lain-lain. Bukan seorang raja, bukan pula seorang presiden, tapi seorang khalifah,” tegasnya.

Kedua, mempersatukan dan mempersaudarakan. Begitu tiba di Madinah, Rasulullah SAW menyelesaikan persoalan sosial. Kala itu ada kesenjangan sosial di tengah masyarakat. Kaum Muhajirin yang datang dari Makkah sangat berkekurangan, lalu dipersatukan dan dipersaudarakan dengan kaum Anshor yang lebih baik kondisi perekonomiannya. Sehingga dengan mempersaudarakan itu, Rasulullah SAW berhasil menyelesaikan masalah pengangguran, kemiskinan, dan berbagai masalah sosial lainnya.

“Nyaris tak tampak lagi ada masalah sosial, pencurian dan kriminalitas lainnya. Semua hidup dengan damai dan nyaman. Itulah kemudian Kota Madinah dikenal dengan Madinah al-Munawarah.

Ketiga, membuat Piagam Madinah (Madinah Charta). Wahyudi menilai, ini merupakan momentum penting dalam sejarah peradaban manusia. Lebih khusus lagi momentum penting bagi peradaban masyarakat pemerintahan. Bahkan dapat dikatakan sebagai tonggak peradaban pemerintahan modern.

“Ya, melalui peristiwa hijrah inilah kemudian masyarakat pemerintahan pertama kali mengenal ‘Konstitusi Madinah” atau “Piagam Madinah” (Sahifah Madinah) atau Madinah Charta. Peristiwa yang terjadi pada tahun 622 ini menjadi tonggak sejarah baru peradaban pemerintahan. Sekaligus dunia mengenal peradaban baru dengan konstitusi tertulis pertama kali di dunia,” bebernya.

Wahyudi memandang, hijrah sebagai tonggak peradaban baru pemerintahan modern sebagai titik tolak perubahan dari sistem pemerintahan yang semula dari keadaan tak berkonstitusi menjadi pemerintahan yang berkonstitusi tertulis. Dan ini sejalan dengan makna kata hijrah itu sendiri, yang berasal dari kata “hajara” berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain.

Terakhir Wahyudi menyatakan, perpindahan peradaban pemerintahan yang tak berkonstitusi tertulis menjadi negara yang berkonstitusi tertulis inilah makna penting hijrah. Sehingga negara Madinah dapat menjadi negara adidaya dengan cepat dikarenakan dapat menjalankan fungsi negara dengan baik.[] Agung Sumatono

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *