Direktur HRS Center: Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur Telah Salah dalam Mempertimbangkan Unsur Keonaran

 Direktur HRS Center: Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur Telah Salah dalam Mempertimbangkan Unsur Keonaran

Mediaumat.news – Merespon putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur terkait perkara Habib Rizieq Syihab dan kawan-kawan dalam kasus RS UMMI, Direktur HRS Center & Ahli Hukum Pidana Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. mengatakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah salah atau keliru dalam mempertimbangkan unsur keonaran.

“Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (Judex Factie) dalam putusan perkara Habib Rizieq Syihab dkk (RS UMMI) telah salah atau keliru dalam mempertimbangkan unsur keonaran,” Ujarnya seperti dalam rilis yang diterima mediaumat.new, Sabtu (7/8/2021).

Menurut Abdul Chair, Majelis Hakim tidak menggunakan penjelasan resmi (otentik) pembentuk undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Padahal pembentuk undang-undang telah memberikan penjelasan terhadap Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana bahwa keonaran adalah lebih hebat dari pada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. Kekacauan memuat juga keonaran.

Abdul Chair menjelaskan, kedudukan penjelasan dalam suatu undang-undang mengandung fungsi sebagai tafsir resmi pembentuk peraturan perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Ia mengatakan, terdapat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/ PUU-III/2005, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011/PUU-III/2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIII/2015, yang dalam pertimbangannya secara prinsipiil menegaskan bahwa penjelasan berfungsi untuk menjelaskan substansi norma yang terdapat dalam pasal dan tidak menambahkan norma baru, apalagi memuat substansi yang sama sekali bertentangan dengan norma yang dijelaskan.

Berdasarkan ketiga putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, maka Abdul Choir menegaskan, bahwa Majelis Hakim telah melampui batas kewenangannya dengan menafsirkan “keonaran di kalangan rakyat” adalah juga termasuk media sosial yang notabene dunia maya.

“Penafsiran dengan cara analogi memperluas pengertian “keonaran” adalah jelas bertentangan dengan ketiga putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana disebutkan di atas,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *