LBH PU Pertanyakan Dasar Ucapan Selamat Hari Raya Baha’i

 LBH PU Pertanyakan Dasar Ucapan Selamat Hari Raya Baha’i

Mediaumat.news- Ketua Lembaga Bantuan Hukum Pelita Umat (LBH PU) Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. mempertanyakan dasar dari ucapan selamat hari raya Naw-Ruz 178 EB ke komunitas Baha’i oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang telah beredar di media sosial.

“Atas dasar apa memberikan pernyataan ucapan selamat kepada agama atau aliran atau komunitas selain enam agama tersebut (resmi keberadaannya),” ujarnya dalam tulisan yang diterima Mediaumat.news, Senin (02/08/2021).

Seperti diketahui, berdasarkan PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama yang menyatakan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius). “inilah yang menjadi dasar pengakuan keberadaan enam agama yang dianut di Indonesia,” jelasnya.

Dengan demikian ia menegaskan, kalau ada ajaran atau aliran kepercayaan yang di dalam ritual ibadahnya sama atau menyerupai pokok-pokok ajaran enam agama tersebut, maka menjadi kewajiban untuk hadir serta menilai hal itu sebagai penistaan agama.

Termasuk ajaran salat dan puasa komunitas Baha’i yang mirip dengan agama Islam. Yang apabila dibiarkan, Chandra, sapaan akrabnya, khawatir negara akan dinilai menyetujui sebuah penistaan agama. “Membiarkan atau memberikan ucapan atau tanda persetujuan lainnya, maka dikhawatirkan dinilai menyetujui penistaan,” tandasnya.

Meskipun pemerintah dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 69 Tahun 2000 telah mencabut Keppres Nomor 264 Tahun 1962 yang membubarkan dan melarang Freemasonry dan segala turunannya seperti Rosikrusian, Moral Re-armament, Lions Club, Rotary, dan Baha’isme, namun menurut Chandra, tidak berarti ajaran Baha’iyyah mendapatkan posisi sebagai suatu agama yang diakui sejajar dengan agama resmi sebagaimana PNPS Nomor 1 Tahun 1965.

Karena itu, negara wajib melindungi umat dari komunitas, aliran, kepercayaan yang berpotensi menistakan ajaran agama resmi. “Negara wajib melindungi dari komunitas, aliran, kepercayaan yang berpotensi menistakan ajaran agama yang telah diakui secara resmi,” pungkasnya. []Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *