Sosok Singkat Salahuddin Sang Pembebas Yerusalem
Jika kita membuka lembaran-lembaran sejarah Islam, kita akan menemukan banyak tokoh yang memberikan inspirasi. Hanya aada sedikit dari tokoh-tokoh itu yang lebih dicintai, lebih terkenal dan lebih dihormati daripada Salahuddin, dan karena beberapa alasan yang baik. Sifat dan prestasinya yang luar biasa, yang termotivasi semata-mata oleh pengabdiannya kepada Allah, hanya dapat ditandingi oleh jejak uniknya di atas rentang waktu. Orang-orang seperti Salahuddin membentuk permadani yang mempesona dari keberanian, kecerdasan, kehormatan, dan ketabahan. Mereka adalah untaian sejarah kita, yang lebih sering dihadapkan pada keadaan yang keras dan tampaknya tidak dapat teratasi. Namun, mereka mengatasi kesulitan di zaman mereka untuk menjadi penopang umat Islam.
KEHIDUPAN AWAL DAN MESIR
Lahir di Tikrit, Irak, Salahuddin adalah keturunan bangsawan Kurdi, dan ayahnya, Najm ad-Din Ayyub, seorang gubernur di wilayah tersebut.
Dia tinggal di sebuah tempat bernama Mosul, dan penguasanya saat itu, Nur ad-Din Zangi yang Agung, membawa Salahuddin membantunya dengan mengirimnya ke Damaskus untuk menyelesaikan pendidikannya.
Benteng Kairo, yang juga dikenal sebagai Benteng Salahuddin, adalah tempat yang sudah ada sebelumnya yang dijaga oleh Salahuddin untuk bertahan melawan Tentara Salib.
Asad ud-Din Shirkuh, paman Salahuddin, adalah seorang komandan militer di bawah Nur ud-Din. Ketidakstabilan wilayah Mesir mendorong diambilnya tindakan, dan Salahuddin dikirim bersama Shirkuh sebagai penasihatnya. Setelah dikirim beberapa misi ke Mesir, Shirkuh dapat mengambil alih komando. Hanya dua bulan memerintah, Syirkuh wafat, dan dengan demikian Salahuddin memiliki kendali atas seluruh Mesir.
Periode Mesir dalam sejarah Salahuddin ini adalah yang pertama sebagai pemimpin. Dia berperang melawan dan menghilangkan pemerintahan Syiah Fatamid yang tidak efektif dan berbahaya pada tahun 1171, dan di bawah pemerintahan Salahuddin, Mesir berkembang. Dia merevitalisasi ekonomi, memperluas militer dan membangun banyak sekolah besar.
Pendidikan menjadi landasan Mesir baru, dan segera dipandang sebagai pusat pembelajaran intelektual, dan dengan demikian Salahuddin membawa kehidupan baru kepada provinsi yang dulunya sakit.
KEPEMIMPINAN: MENYATUKAN UMAT MUSLIM DI BAWAHNYA KOMANDONYA
Tak lama kemudian, guru Salahuddin, Nur ad-Din, wafat di Damaskus. Pada saat itu, situasi di Damaskus sedang genting.
Kepemimpinan telah diberikan kepada putra Nuruddin, Al-Malik As-Salih Ismail, yang baru berusia sebelas tahun. Perpecahan dan konflik atas kekuasaanpun terjadi, dan situasinya semakin memburuk dari hari ke hari.
Para pemimpin dan masyarakat Damaskus akhirnya melihat ketidakstabilan situasi ini, dan karena ada berbagai pihak yang berpotensi mengklaim takhta, meminta Salahuddin untuk mengambil alih kekuasaan.
Sama seperti di Mesir, pemerintahan Salahuddin menjadikan Damaskus stabil dan mulai makmur. Dengan wafatnya Al-Malik As-Salih Isma’il muda, Salahuddin memperoleh kekuasaan yang kuat atas Suriah, dan dengan demikian berhasil menyatukan sebagian besar wilayah itu di bawah komandonya. Salahuddin menggunakan keahlian diplomasi dan administrasinya dalam menyatukan umat yang terpecah, dan dengan melakukan itu, dia menjadi tokoh paling kuat di dunia Muslim.
Sementara itu, Tentara Salib mengawasi, namun mungkin tidak menghargai pentingnya konsolidasi yang terjadi. Setelah beberapa pertemuan melawan pasukan Tentara Salib, gencatan senjata yang goyah diumumkan antara kaum Muslim dan kerajaan Kristen dengan ibu kotanya di Yerusalem.
Namun, gencatan senjata ini tidak bertahan lama, dan Salahuddin sadar bahwa pada titik tertentu akan ada pemicu yang memungkinkan dia untuk menjalankan kewenangannya.
Ksatria Kristen yang berpengaruh, Raynald dari Chatillon, mengkhianati persyaratan kesepakatan gencatan senjata dengan menyerang kafilah Muslim yang sedang pergi haji dan meluncurkan armada kapal di Laut Merah dan mengganggu rute perdagangan yang telah disepakati oleh Salahuddin dan orang-orang Kristen untuk tetap dibuka.
Yang paling tidak dapat diterima dari semua tindakan Raynald adalah ancamannya untuk menyerang Mekah dan Madinah dan penghinaannya terhadap Nabi Muhammad (ﷺ). Mendengar hal ini, Salahuddin sangat marah. Keberanian Raynald sama sekali diabaikan oleh Salahuddin, dan dia bersumpah akan membunuhnya dengan tangannya sendiri.
PERTEMPURAN HATTIN: SALAHUDDIN MENGEKSEKUSI RAYNALD
Munculnya tindakan Raynald menjadi pemicu yang dibutuhkan dan ditunggu Salahuddin. Ini juga menjadi seruan bagi kekuatan Muslim yang lebih berani dan dengan persenjataan yang lebih baik yang telah mendapat manfaat dari konsolidasi dan persiapan yang cermat atas apa yang akhirnya akan terjadi.
Setelah serangan terhadap kafilah Muslim yang dijelaskan di atas, Salahuddin memimpin umat Islam menuju Pertempuran Hattin yang menentukan. Pertempuran ini terjadi di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan di tahun itu, dan sebagian sejarawan berkomentar bahwa dalam beberapa pandangan saat itu adalah sehari setelah malam Lailatul Qadar. Apakah ini benar atau tidak, pentingnya perjuangan umat Islam di puncak musim panas (Juli adalah bulan terpanas di Timur Tengah) dan memenangkan kemenangan yang menentukan seperti itu tidak boleh hilang dari para pembaca.
Untuk pertama kalinya, Kerajaan Yerusalem dikepung oleh wilayah Muslim yang terlah bersatu di bawah satu komandan. Salahuddin kali ini memiliki pasukan yang sudah dipersiapkan dengan baik untuk menghadapi aliansi Guy of Lusignan, Raja Yerusalem, Raynald, dan para ksatria serta pemimpin Kristen lainnya.
Dalam sebuah langkah yang menunjukkan kecerdasan militernya, Salahuddin membuat tentara Salib kehilangan akses untuk mendapatkan air, sehinnga membuat para prajuritnya menjadi berantakan dan tidak terorganisir. Tentara Salib dipermalukan, banyak yang ditawan, dan yang paling menonjol di antara mereka adalah Raynald dari Chatillon dan Guy dari Lusignan.
Salahuddin memerintahkan Guy dan Raynald dibawa masuk ke dalam tendanya. Salahuddin mengundang Guy duduk di sampingnya, dan giliran Raynald masuk, dia duduk di sebelah Rajanya dan mengingatkannya akan kesalahannya.
“Berapa kali Anda bersumpah dan melanggarnya? Berapa kali Anda menandatangani perjanjian yang tidak pernah Anda hormati?”
Raynald menjawab melalui seorang penerjemah: “Raja selalu bertindak demikian. Saya tidak melakukan apa-apa lagi.” Sejarawan mencatat bahwa selama waktu ini Raja Guy terengah-engah karena kehausan, kepalanya menjuntai seolah-olah sedang mabuk, wajahnya menunjukkan ketakutan yang luar biasa.
Salahuddin mengucapkan kata-kata yang menenangkan kepadanya, dengan membawanya air dingin, lalu menawarkan kepadanya. Raja lalu minum, dan menyerahkan sisa minumannya kepada Raynald, yang kemudian minum untuk memuaskan dahaganya. Salahuddin kemudian berkata kepada Guy: “Anda tidak meminta izin sebelum memberinya air. Oleh karena itu saya tidak wajib memberinya belas kasihan”.
Setelah mengucapkan kata-kata ini, Salahuddin tersenyum, menaiki kudanya, dan pergi, meninggalkan para tawanan dalam ketakutan. Dia mengawasi kembalinya pasukan, dan kemudian kembali ke tendanya. Dia memerintahkan Raynald dibawa ke sana, lalu maju ke hadapannya, pedang ada di tangan, dan memukulnya di antara leher dan bahu. Ketika Raynald jatuh, dia memenggal kepalanya dan menyeret tubuhnya dengan kakinya ke hadapan raja, yang mulai gemetar.
Melihatnya kesal, Salahuddin berkata kepadanya dengan nada meyakinkan: “Orang ini dibunuh karena dia melampaui batas”.
Dengan demikian Salahuddin memenuhi sumpahnya untuk membunuh Raynald dengan tangannya sendiri. Raja Guy selamat dan dibawa ke Damaskus untuk sementara waktu, kemudian diizinkan untuk bebas.
MENAKLUKAN YERUSALEM DAN KEMATIAN
3 bulan setelah Pertempuran Hattin, Salahuddin mengepung dan kemudian merebut Yerusalem. Berbeda dengan Tentara Salib 88 tahun sebelumnya, yang membuat Yerusalem menjadi wilayah pertumpahan darah selama Perang Salib Pertama, Salahuddin tidak melakukan teror. Dia menyelamatkan nyawa 100.000 orang Kristen dan mengizinkan para peziarah Kristen di Yerusalem setelah mendapatkan komando. Persyaratan yang dilakukan hanya dengan membayar uang tebusan dan kemudian diizinkan untuk bebas.
Setelah kekalahan di Hattin, Tentara Salib tidak berhenti. Mereka segera membuat persiapan untuk memulai Perang Salib Ketiga. Raja Inggris, Richard the Lion Heart, memulainya dengan memimpin pengepungan yang dilakukan oleh Guy dari Lusignan, yang sebelumnya telah ditangkap dan dibebaskan oleh Salahuddin. Provinsi Acre dikepung dan segera situasinya menjadi sulit bagi kaum Muslim dan mereka dipaksa untuk menyerah. Mengabaikan belas kasihan yang pernah ditunjukkan Salahuddin di Yerusalem, sekali lagi Tentara Salib menumpahkan banyak darah. Ribuan pria, wanita dan anak-anak dibantai di tangan mereka.
Terlepas dari upaya terbaik yang mereka lakukan, Tentara Salib tidak dapat merebut kembali Yerusalem. Pertempuran terjadi antara Muslim dan Tentara Salib, tetapi secara keseluruhan, jalan buntu pun terjadi. Salahuddin tak mampu memaksa Richard The Loion Heart untuk mundur dan Richard pun tak mampu menembus pertahanan Salahuddin.
Tanpa adanya kemajuan oleh kedua belah pihak, sebuah perjanjian ditandatangani. Di bawah ketentuan perjanjian itu, Yerusalem akan tetap berada di tangan Muslim, tetapi para ziarah Kristen akan diizinkan.
Hanya setahun kemudian, Salahuddin terserang demam parah dan wafat pada usia 57 tahun. Maka berakhirlah kehidupan salah seorang tokoh Muslim terbesar yang pernah hidup. Seolah-olah untuk membuktikan sifatnya bahkan setelah kematiannya, Salahuddin, seorang panglima dan pemimpin yang mulia, telah memberikan begitu banyak sedekah sehingga kekayaannya bahkan tidak cukup untuk menutupi biaya pemakamannya.
Kami memohon kepada Allah SWT untuk mengampuninya dan mengirim lebih banyak lagi orang yang serupa.[]