Analis: KPK Hanya Dilemahkan, Kalau Dibubarkan Bisa Tsunami Politik
Mediaumat.news – Analis Senior PKAD Fajar Kurniawan mengungkap alasan rezim hanya melemahkan namun tidak berani untuk membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena akan menimbulkan tsunami politik yang luar biasa.
“Kalau mau membubarkan KPK harus melalui proses legislasi di DPR dan itu bisa jadi akan menimbulkan tsunami politik yang luar biasa,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Selasa (1/6/2021).
Fajar mengatakan, jika itu terjadi, maka gelombang penentangan dari masyarakat sipil akan sangat kuat. “Ini yang mungkin juga ditimbang oleh rezim karena kalau langkah itu yang diambil maka bisa jadi delegitimasi yang masif dari rezim yang berkuasa saat ini. Dan itu yang tidak mereka inginkan, karena elektabilitas mereka akan jeblok habis-habisan,” ujarnya.
Sehingga, menurutnya, pilihan yang rasional adalah melemahkan KPK. “Melemahkan ini tidak berarti membubarkan yakni institusinya tetap ada namun secara power atau pengaruhnya tidak sesuai dengan harapan yang diamanatkan oleh UU itu dengan cara revisi UU KPK dan membentuk skrining tes wawasan kebangsaan (TWK) dan sebagainya,” ungkapnya.
Menyingkirkan yang Bereputasi
Fajar menilai, TWK itu tidak lebih dari suatu skenario yang diduga memang disusun untuk menyingkirkan insan-insan KPK yang justru punya reputasi dan integritas yang tinggi. “Termasuk tentu Bang Harun Al Rasyid yang memang sering digelari ‘Raja OTT’ karena memang pada tahun 2018 itu dalam satu tahun beliau banyak sekali melakukan operasi tangkap tangan,” terangnya.
Ia menduga, ini adalah bagian desain untuk menyingkirkan orang-orang yang punya integritas yang selama ini justru menjadi tumpuan kinerja KPK secara keseluruhan. “Karena orang-orang ini dianggap membahayakan oleh pihak-pihak yang selama ini merasa terancam dengan aksi-aksi mereka dan tindakan-tindakan mereka. Maka, tidak ada pilihan lain kecuali orang-orang ini harus disingkirkan supaya mereka, yakni orang-orang yang merasa terancam atau para koruptor itu, menjadi aman,” bebernya.
Ia merasa heran mengapa salah satu yang tidak lolos TWK itu justru pengajar wawasan kebangsaan. “Kan menjadi aneh misalkan salah satu yang tidak lolos itu kan Pak Giri. Pak Giri ini salah satu direktur KPK dan beliau itu pengajar wawasan kebangsaan di Lemhanas, Sespim Polri, di lembaga adminstrasi negara dan berbagai lembaga-lembaga negara yang lain. Apakah mungkin orang yang sehari-hari mengajar wawasan kebangsaan itu kemudian diragukan wawasan kebangsaannya?” tanyanya.
Menurutnya, apa sebenarnya yang menjadi target dari TWK ini juga tidak jelas. “Apakah yang menunjukkan kinerja totalitas selama ini dan menyelamatkan uang negara triliunan rupiah itu bukan menunjukkan kecintaan terhadap negara ini?” ujarnya.
Ia menyebut, banyak sekali orang-orang yang selama ini dilakukan OTT oleh KPK, sebagian besar adalah para kader, simpatisan dan bahkan kepala-kepala daerah yang diusung oleh partai pemenang pemilu.
“Dan itu yang mungkin menjadikan partai pengusung dan oligarki politik ekonomi ini gerah karena apa yang mereka skenariokan tidak sesuai harapan. Banyak kadernya yang ditangkap, termasuk korupsi bansos yang diduga itu nilainya sampai puluhan triliun. Ini kan kejahatan yang luar biasa. Di tengah pandemi Corona yang orang itu perlu empati, perlu perhatian serius dari negara ternyata justru aparat negara yang menilep uang bantuan corona itu untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Ini kan sudah cacat moral,” bebernya.
Oleh sebab itulah, menurut Fajar, rezim berupaya melemahkan KPK. “Karena tidak mudah membubarkan KPK. KPK itu dibentuk oleh suatu perangkat UU. Kalau mau membubarkan KPK tentu harus menghapus UU itu dulu. Beda misalkan kalau lembaga atau institusi itu dibentuk oleh perpres atau permen tentu sangat mudah dibubarkan,” ujarnya.
Padahal MA mengamarkan proses pengalihan ASN itu tidak boleh merugikan pegawai sedikit pun. “Ini kan perintah institusi hukum tertinggi. Termasuk Presiden Jokowi juga secara gamblang menyatakan bahwa TWK itu jangan dijadikan alat ukur untuk memecat orang,” tegasnya.
Jadi, yang terjadi sekarang, menurutnya adalah pembangkangan. “Kalau KPK tidak mau tunduk pada institusi hukum dan presiden, lantas tunduk pada siapa? Lah ini yang kita duga KPK ini dibawah pengaruh oligarki. Ini yang berbahaya. Karena oligarki itulah yang selama ini memang menunggu untuk dilemahkanya KPK,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it