Cina Gelar Resepsi Idul Fitri, Direktur IMuNe: Sarat dengan Pencitraan Sistematis
Mediaumat.news – Resepsi Idul Fitri di Xinjiang Tower Beijing disebut oleh Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara sarat dengan pencitraan sistematis rezim komunis Tiongkok.
“Resepsi yang sarat dengan pencitraan sistematis oleh rezim komunis Tiongkok,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Selasa (18/5/2021).
Fika menilai, selebrasi seperti ini bukan hanya terbilang langka tapi juga janggal. Sebab resepsi ini digelar mewah dan bertepatan dengan pertemuan virtual negara-negara anggota PBB yang digagas Jerman, Amerika Serikat, dan Inggris untuk membahas penindasan terhadap etnis minoritas Muslim Uighur.
Menurutnya, selebrasi Idul Fitri ini juga bukanlah upaya moderasi Islam. Karena sejak awal Cina memang tidak pernah menggunakan strategi moderasi agama, yang ada mereka justru melakukan penghapusan identitas keislaman Uighur dengan strategi kontra terorisme dan pencucian otak di kamp konsentrasi yang sarat dengan kekerasan.
Fika mengatakan, pengakuan para ulama yang hadir di forum itu juga perlu ditelusuri lebih lanjut kebenarannya, apakah murni pendapat mereka atau di bawah ancaman. Dan apakah narasi pengakuan para ulama tersebut sudah disiapkan pemerintah komunis Cina yang terkenal bertangan besi.
Sebab sebut Fika sudah banyak saksi mata, laporan dan investigasi jurnalisme yang dilakukan oleh berbagai lembaga kredibel, yang bisa membuktikan telah terjadi penindasan sistematis terhadap Muslim Uighur, dari mulai kawat berduri hingga ribuan kamera pengintai untuk mengawasi setiap gerak-gerik Muslim Uighur.
Fika memandang, dari kacamata bisnis dan ekonomi global, Cina sedang berupaya meraih simpati negeri-negeri Muslim untuk menjadi mitra dagang mereka. Terbukti undangan diplomatik yang hadir berasal dari Suriah, Bahrain, Aljazair, Palestina, Yordania, Senegal, Chad, Mali dan Bangladesh.
Terakhir, ia mengatakan, bahaya dari pencitraan manipulatif seperti ini adalah dunia akan melihat masalah Uighur bukan lagi menjadi agenda global, sementara penindasan di dalam negeri Cina terus berlangsung dalam hening. Tidak ada lagi yang peduli dengan Uighur, di sisi lain negeri-negeri Muslim akan semakin merapat dengan Cina dalam kerja sama ekonomi.
“Penindasan puluhan tahun terhadap Muslim Uighur tidak bisa dihapus dengan pencitraan diplomatik satu malam,” pungkasnya.[] Agung Sumartono